10. Aku akan segera menyusul

585 98 6
                                    


.
.
.
.
.
Gandy menatap chip kecil ditangannya dengan senyum lebar, dia berhasil, kerja keras nya selama satu minggu untuk membuat ulang chip itu berhasil. Sekarang tinggal bagaimana dia akan menyusul Raka, dia sama sekali tidak tau dimana Raka berada.

"Gue pastiin gue bakal bawa lo balik Raka, apapun caranya." Gandy membereskan barang-barang nya, sepertinya dia harus pulang terlebih dahulu untuk mempersiapkan semuanya. Dia tentu tidak ingin menjadi gelandangan di masa remaja orang tuanya.

Gandy tentu saja tidak sabar untuk segera pergi dan menemui Raka, satu minggu tidak melihat dan mendengar suara sahabatnya itu cukup membuat Gandy uring-uringan. Dia bersyukur, setidaknya dia memiliki otak yang selevel dengan Raka, hingga dia tidak perlu bingung untuk membuat chip sialan itu.

Gandy berjalan pelan meninggalkan rumah sederhana milik Raka. Rumah itu dulu adalah saksi segala tangis Raka, sahabat mungilnya itu akan menangis jika sang bunda sedang bekerja, karena mendapat bullyan dari teman-teman sekolahnya. Bukan salah Raka jika dia tumbuh tanpa mengenal sosok sang ayah, dan tidak seharusnya anak seperti Raka mendapat penghakiman karena hal itu.

"Ck, ini semua gara-gara laki-laki bajingan itu, awas aja kalau gue ketemu orang itu disana, pasti gue hajar!"
.
.
.
.
.
Gandy menatap seorang pria yang tengah berlutut dihadapan kedua orang tuanya dengan datar, dia tentu mengenali siapa pria itu. Pria itu adalah orang yang membuat Raka memutuskan sesuatu yang gila, membuat mesin waktu, agar dia bisa memisahkan ayah dan bundanya.

"Jatna, Aksa tolong kasih tau gue dimana mereka." suara pria itu terdengar lirih, berbeda dengan suara yang ada diingatan Gandy.

"Jantna tolong." Gandy hanya diam, membiarkan kedua orang tuanya melakukan apapun yang mereka inginkan. Gandy tidak akan mendekat saat ini, karena dia tidak ingin tersulut emosi jika melihat perbuatan pria itu pada Raka, ya meskipun mustahil.

"Pergi dari sini Dhik, udah berapa kali gue bilang, lo telat, lo gak akan bisa ketemu mereka!" melihat ibunya tersulut emosi, membuat Gandy akhirnya melangkah mendekat.

"Anda bisa pergi dari sini tuan, dan jangan pernah kembali kesini!" pria itu menoleh kearah Gandy saat mengetahui kehadiran remaja itu.

"K-kamu?" Gandy tersenyum miring saat tau sekacau apa wajah arogan pria itu.

"Kenapa? Mengingat saya tuan?" Jatna dan Aksa menatap Gandy bingung.

"Kamu pernah ketemu dia Gandy?" Gandy mengangguk, remaja itu kembali menatap kearah Dhika yang masih setia berlutut dihadapan Jatna.

"Satu tahun lalu, di olimpiade kimia Raka, kami bertemu disana." Jatna mengernyit, seingatnya saat olimpiade kimia Raka, remaja itu pulang dengan wajah sembab.

"Kalian bertemu saat itu?" Gandy mengangguk, dia bisa melihat Dhika yang perlahan bangkit dari posisinya.

Buagh

Tindakan Gandy yang tiba-tiba melayangkan pukulan pada Dhika membuat Aksa dan Jatna terkejut, bahkan Faras juga Indra yang baru saja datang mematung didepan pintu.

"Gandy, apa yang kamu lakukan!" Aksa menahan Gandy yang mencoba kembali memukul Dhika, ya meskipun harus Aksa akui bahwa dia juga ingin memukul Dhika, tapi dia tidak ingin Gandy bersikap tidak sopan.

"Itu untuk Raka, meskipun seharusnya anda mendapat lebih dari sekedar pukulan!" Jatna segera membawa Gandy menatapnya, Gandy tidak akan memukul seseorang kecuali orang itu sudah menyakiti keluarganya atau Raka.

"Apa maksud mu Gandy?" Gandy mengepalkan tangannya.

"Aku tau dia siapa pa, pria itu adalah bajingan yang udah ngusir bunda, dia alasan air mata Raka selalu turun selama ini, bahkan tahun lalu orang ini ngebiarin anak perempuan nya ngehina Raka, cuma karena cewe sialan itu kalah sama Raka di olimpiade kimia." ucapan Gandy berhasil membuat empat orang dewasa disana terkejut.

"Raka diam saat itu karena dia tau kalau orang ini adalah ayahnya, orang yang bahkan masih dicintai oleh bunda sampai akhir hidupnya."

Deg

Dhika langsung menatap Gandy tajam, sewaktu mendengar ucapan remaja itu tentang akhir hidup.

"Apa maksud mu?" Aksa yang melihat Dhika menatap tajam pada Gandy langsung saja menendang kaki Dhika. Dia tidak suka ada yang menatap Gandy dengan tajam.

"Gak usah natap anak gue kayak gitu, mau gue colok mata lo!" ucapan ketus Aksa berhasil membuat Dhika mengalihkan tatapannya.

"Suruh dia pergi dari sini ma, selagi aku masih bisa tahan buat gak mukul dia lagi!" Aksa langsung menarik tubuh Gandy kedalam pelukannya dan membawa remaja itu untuk masuk kedalam rumah. Meninggalkan Dhika menatap bingung pada Jatna juga Indra dan Faras.

"Nath udah meninggal, lo telat kalau nyari sekarang."
.
.
.
.
.
"Gandy, mama tanya, apa maksud kamu Raka tau om Dhika ayahnya?" Gandy mengangguk.

"Raka tau ma, bahkan sebelum bunda cerita semuanya ke dia, Raka udah tau siapa ayahnya." Aksa terdiam, bagaimana Raka bisa tau jika Nath saja selalu menyembunyikan segala hal tentang Dhika.

"Bagaimana bisa?" Gandy menatap mata bulat sang bunda.

"Mama ingat, pertama kali bunda masuk rumah sakit satu setengah tahun lalu?" Aksa mengangguk.

"Waktu itu Raka nemuin foto pernikahan bunda dan orang itu di lemari pakaian bunda. Awalnya Raka diem aja tapi setelah itu dia ngajak aku buat cari tau siapa orang yang ada difoto itu." Aksa memejamkan matanya, dia tidak menyangka bahwa Raka mengetahui hal itu jauh sebelum Nath menceritakan segalanya.

"Mungkin orang itu lupa ma, tapi Raka pernah nemuin orang itu dirumahnya, cuma agar orang itu mau ketemu sama bunda, tapi Raka ditolak, bahkan dihina gitu aja. Itu yang ngebuat Raka akhirnya mutusin buat bikin mesin waktu sialan itu." Aksa mengepalkan tangannya, dia tau rasanya dihina oleh orang tua sendiri itu pasti menyakitkan.

"Aku gak suka dia ma, suruh dia pergi dari rumah kita." Aksa hanya mengangguk, sebar-bar apapum putranya, Gandy tetap lah remaja manja jika sedang bersama dengannya atau Jatna.

"Biarin papa, om Indra sama om Faras yang urus, kamu udah makan?" Gandy mengangguk, dia mengeluarkan tempat makan dari dalam tasnya.

"Besok mau sarapan ini lagi ma, boleh?" Aksa tersenyum saat menerima kotak makan dari Gandy. Dia tau putra tunggalnya itu sangat menyukai bakmi goreng.

"Iya besok pagi mama buatin, mau dibawa bekal juga buat kerumah Raka?" Gandy menggeleng, dan itu membuat Aksa mengernyit.

"Aku besok gak kerumah Raka ma, aku mau minta papa cariin aku uang lama, biar aku gak jadi gembel disana." Aksa tersenyum dan mengangguk.

"Iya besok minta ke papa sana, sekarang kamu mandi dulu, udah bau." Gandy merengut kesal saat Aksa mengatakan dia bau.

"Aku gak bau ya ma, enak aja, wangi gini!" Aksa menggeleng.

"Gak, kamu bau makanya cepet mandi, tadi mama bikin strawberry cheesecake." mendengar nama kue kesukaannya membuat Gandy berbinar.

"Mau ma!" Aksa mnggeleng.

"Mandi, baru boleh makan kue." Gandy cemberut tapi tetap beranjak masuk kekamar mandi dikamar nya itu.

"AKU MAU YANG BANYAK MA!" Aksa menghela nafas panjang saat mendengar teriakan Gandy dari dalam kamar mandi.

"Dasar bocah!"
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

DejavuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang