Part 20 : Sagara

2.1K 308 129
                                    

Mohon untuk kerja samanya, vote dulu sebelum baca, okay?

————————

Jakarta, 28 Juli 2013

Lylian mengeratkan jaket, sepatunya menghimpit tanah, ia seka anak rambut penghalang. Matanya mendeteksi tubuh Sagara keluar dari pintu belakang sebuah restoran, Lian menelan ludah mendapati paras garangnya.

Waktu ini tidaklah akurat, jam kerja Sagara tertunda lantaran Lian perlu bicara. Di lorong belakang sempit, perempuan itu memundurkan langkah.

Sagara mendekat bersama intimidasi. Lian belakangan ini menghindar, bersikap aneh, dan menjengkelkan. Namun, tanpa tanda wanita itu datang beralibi hendak membahas hal penting.

"Ada apa?"

Lian sadar keringat dingin tengah membasahi dahi, Sagara lebih menikam lewat tatapannya.

"Aku dengar Cinta sering datang ke sini. Dia datang cuma mau liat kamu, dia suka kamu..." Lian berbicara halus menyembunyikan kemelut.

"Lalu?" tanya Sagara apatis.

"Apa kamu nanggepin dia? Apa aku boleh minta kamu jangan pernah bicara lagi sama dia? Aku capek, aku juga punya rasa cemburu, Sagara. Aku tau kamu gak pernah peduli mereka yang ngejar kamu, tapi aku takut soal Cinta," cecar Lian panjang lebar beriring mengampu genangan air mata.

Cinta Leona, gadis cantik satu angkatan Gara, kumpulan murid berprestasi yang berdampingan. Lian terlampau dekat dengannya, tetapi setelah tahu Cinta juga menyukai Sagara, Lian menjaga jarak. Cinta adalah bayangan dari sempurna, tentu saja Lian takut Sagara akan berpaling darinya. Apalagi Lian tahu mereka memang sangat dekat, jauh sebelum Lian hadir.

Lian tidak mengatakan apapun lebih dari seminggu, ia tidak mengungkapkan bahwa masa menstruasinya telat dua bulan. Ia sebatas tak ingin Sagara meninggalkannya karena gadis lain. Lian selalu menepis pikiran negatif, tetapi terlalu sulit.

"Kamu datang hanya untuk bahas ini?" Sagara menilik gemas, sedikit geram. Malas jika perkara itu-itu saja.

Lian mengerjapkan mata, Sagara mengikis jarak hingga punggungnya terbentur dinding lembab. "Aku..."

Satu jemari Sagara menyentuh dagu Lian, menyuruh agar lebih mendongak. Tanpa hitungan waktu, lelaki itu meredam bibir penuh tekanan. Memangut setiap bagian bibir Lian begitu lihai, mengacaukan bentuknya, membengkak karena hisapannya kelewatan kencang. Bahkan Sagara tidak segan menyapa dengan lidah, menjadikan Lian melenguh di tempat sunyi bergema. Sagara melepas tautan bibir, berbisik di atas deru napas Lian yang belum teratur. "Ngerti?"

Lian terdiam. Sagara menekankan bahwa Lian satu-satunya. "Aku rindu kamu," lirih Lian parau, mengusap jemari kekar Gara.

Lelaki itu tidak bereaksi, Lian sadar diri karena mungkin Sagara sebal ia mengganggu waktu apalagi berhari-hari Lian hilang kabar.

"Pulanglah." Sagara berujar, melangkah mundur, dan kembali masuk ke dalam restoran.

Hal ini membuat Lylian bimbang, ia takut Sagara akan bersikap acuh tak acuh seperti itu. Lian menidadakan pikiran aneh tentang kondisi tubuhnya belakangan ini. Ia pergi angkat kaki dari lorong sepi itu, berjalan kaki menyelusuri jalanan di sore hari.

Ketika melihat Apotek, ia menelan ludah susah payah. Lian memutuskan untuk masuk ke dalam sana. Ragu-ragu serta bersembunyi, ia meminta alat tes kehamilan secara berbisik. Lian tidak tahu cara agar memungkiri kecemasannya belakangan ini, mungkin akan musnah jika ia tahu bahwa kehamilannya mungkin sekadar firasat.

Sesampainya di rumah, Lian mulai mengecek alat tes kehamilan itu beriring kebuncahan, terlebih kala menunjukkan dua garis merah di sana. Positif. Lian gemetar, menutup wajah pucatnya menggunakan telapak tangan. Bayangannya di cermin kamar mandi terlihat amat kusut. Alatnya pasti salah. Malam itu, Ia bergelut dengan pikiran rumit tanpa kantuk.

NARESH (Hidden Black Soul)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang