Part 22 : Revenge

2.2K 350 243
                                    

Menghantam hujan, Lian berlari menyeberangi jalan beriring degup jantung yang gila. Napasnya terengah berupaya meraup oksigen walau air hujan menerpa wajah.

Lian hilang kendali, perkara di mobil adalah murni kesalahan. Ia sekadar terbawa suasana sempadan melenceng.

Netranya berkeliaran memburu taksi, empat menit berselang ada taksi berhenti di depannya. Kepanikan masih menghantui memicunya spontan menyebut alamat Ryder untuk dituju,

Setibanya di sana Ryder menyambut dan menawarkan pakaian ganti, tetapi Lian menolak. Ia bersimpuh di bangku meja makan dan Ryder sibuk memasukkan makanan ke dalam oven. Kehadiran Lian sedikit ganjil bagi tuan rumah.

"Kamu bilang ada acara makan malam karena istri Sagara ulang tahun, apa batal?" Ryder menapakkan bokongnya di sisi meja.

"Makan malam mulai pukul tujuh," jawab Lian.

Satu pasal di benak Lian adalah Sagara. Ia menubuhkan kesalahan fatal, sebuah ciuman yang ia curi sangat tidak bermartabat. Entah wajah apa yang harus Lian perlihatkan terhadap Audy. Lian pantas menerima kebencian kalau istri Gara tahu akan perbuatannya. Lian selalu seperti ini, terjerat masalah yang ia buat sendiri.

Sagara pasti akan bicara dan memecatnya. Oh, ya Tuhan. Lian hanyut dalam kenangan indah, tidak berangan-angan lebih jauh. Mengapa ciuman Sagara terjadi tanpa ia kehendaki? ia memang mengharapkan hanya saja tidak di situasi sekarang. Sagara milik orang lain, Lian harusnya sadar.

"Kebetulan tadi aku beli Croffle sepulang kerja karena ingat kamu, udah lama tidak makan bareng." Ryder meletakkan sepiring Croffle di depan Lian.

Sudut bibir itu terangkat terlampau kecil, biasanya Lian langsung menyantap makanan itu, Ryder terlalu peka untuk menampak wajah pias dan mata sembab.

"Lian, sebenarnya kamu kenapa?" Ryder kelak bertanya.

Lian mengangkat wajah, mengiring tatapan usang hanyut begitu saja. "Sagara..." Suaranya serak, seakan-akan sakit mengucap nama itu. "A-aku takut..." Lian berbisik.

Ryder khawatir menjumpai Lian kesulitan bernapas setiap kali bertutur, cepat-cepat menghinggapi dan memangku wajah Lian. "Jangan diteruskan, tidak perlu bicara jika tidak bisa."

Jemarinya mengusap kelopak mata Lian tatkala wanita itu memejamkan mata. Ryder tak ingin Lian tertekan, ia tak ingin Lian terpaksa mengungkapkan keluhnya. Biarkan Ryder memberinya waktu untuk tenang.

"You have me," tangkas Ryder segagah mungkin dan tersenyum agar Lian merasa terlindungi.

Lian bejuang mengatur napas, detik berikutnya Ryder mengubah arah bangku lalu duduk di lantai serta-merta menumpukan punggung di kaki Lian. Lelaki itu mendongak memajang wajah terbalik.

"Do you want me to sing?"

Pertanyaan itu sontak melantarkan anggukan kecil Lian, Ryder melipat tangan dan menutup mata dengan kepala bertumpu di pahanya. Lian pun mulai mengelus surai cokelat itu.

"Okay, lagu apa, ya?" Ryder menjeda sebentar, berhasil menciptakan lengkungan bibir.

"Tinky winky, Dipsy, Laa laa, Pooo. Nanana gak apal sih, yang jelas berpelukan. Mau peluk?"

Lian tergelak kecil dan Ryder bangga bisa mendengar itu.

Benar, Ryder adalah tempat teraman.

.

.

Tepat pukul 18.30 mobil Ryder terparkir di depan gerbang kediaman Sagara. Ryder mengintip dari dalam mobil, menyelia besarnya rumah itu. Sesungguhnya Lian mencegahnya mengantar hingga depan gerbang, takut dilarang pemilik, tetapi Ryder bersikeras karena cemas.

NARESH (Hidden Black Soul)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang