Part 25 : Golf

2.2K 372 284
                                    

Perilaku Gara menghilangkan harga diri, itu sulit untuk dimaafkan. Betapa pilunya Lian menanggung rasa malu dan gundah.

Dua hari usai perkara di dapur, kejadian masih berputar sebagai memori kelam. Lelaki itu sungguh memperdaya Lian, setiap malam ia melampiaskannya dengan air mata sahaja. Namun, malam ini Lian tertidur pulas, terlalu penat dan terjaga selama satu hari berturut-turut. Ia kewalahan, biarkan ia menikmati mimpinya malam ini.

Malam sunyi dengan keharuman seiras kayu manis, lampu padam tidak menghalangi wajah Lian yang tetap bercahaya dan cantik di bawahnya. Lelaki itu membara.

"Ugh..." Selubung hangat, Lian menggeliat di antara alam sadar, meremas bantal sewaktu diterjang sapuan sensual berkumpul di titik tubuh, pinggulnya bergerak mencari sensasi. Bibir bersela dilumuri hasrat, pagutan ulung menggarap potensi Lian mendesau parau. Tenggelam begitu dalam, setakat bibir itu turun memenuhi kulit yang lain.

Semakin terombang-ambing, semakin tak tertahan sempadan pelepasan datang menjemput. Ia terlalu menyukai mimpinya enggan terbangun. Namun, sebuah tali menyeretnya untuk sadar.

Lian membuka mata, napasnya terengah berat, tak lagi berpikir sehat saat di antara pahanya terasa berkernyut suam dan basah. Tangannya menurunkan pakaian yang terangkat hingga dada. Segera ia terduduk beriringan tubuh menggigil, ia meremas rambut frustrasi bertepatan keringat dingin ikut terseka.

Mimpi amat erotis, Lian tak menyangka bahkan bunga tidur berusaha mempermalukannya. Terlebih tak pantas apabila Gara ada di sana. Bodoh. Bahkan air mata yang menggenang menyatakan rendah jalan budinya. Ia lantas meminum segelas air, bersegera mengambil selimut yang tergeletak di lantai. Lian cepat-cepat berbaring kembali, menghapus segala otak kotornya.

Di pagi hari, selepas Lian bersiap untuk beraktivitas ia malah termenung di depan cermin. Menelaah ruam di leher, ia tak ingat apa kemarin memilikinya. Jikalau ini perbuatan Gara di dapur, lantas mengapa bertambah parah? Tak ingin berpikir panjang, ia memutuskan untuk menimpa riasan di atasnya. Talah melakukan pekerjaan meski tubuhnya panas dan pening. Mimpi buruk itu penyebabnya.

Karena hari minggu, akan ada jasa pelayanan yang datang. Pukul tujuh mereka mulai bekerja, Lian selalu menyediakan minuman dan camilan sebagai tanda menghargai.

"Mbak, udah tau Bi Ola liat penampakan?" Isha tahu-tahu berdiri di sampingnya. Lian mengernyit sembari menuang air ke dalam beberapa gelas di dapur.

"Penampakan?" tanya Lian.

"Iya, Bibi liat penampakan semalem." Ola yang baru saja muncul memelankan suara. "Waktu jam tigaan Bibi kebangun pengen minum di dapur, pas liat ke luar jendela Bibi liat penampakan setan berdiri di dekat kamar kamu. Sumpah merinding banget." Tangan Ola langsung mengelus lengannya sendiri.

Tunggu—mustahil apabila semalam bukan mimpi. Apabila penampakan yang Ola maksud adalah keberadaan Gara di dalam kamarnya, Lian berani sumpah kepanikan melanda. Tidak mungkin!

"Doa, Mbak," ucap Isha. "Semoga Mbak gak liat dan dijauhin sama penampakan itu. Apalagi setannya di kamar, takut diapa-apain."

"Bibi pasti salah liat," timpal Lian.

Ola menggeleng. "Bener kok, penampakannya cowok. Takutnya jin yang demen perawan."

Oh, tidak. Sekarang Lian berdoa itu penampakan hantu sungguhan daripada manusia. Lian undur diri lebih dulu menuju ruang tengah utama, meletakkan nampan berisi minuman di meja. Ia menoleh tatkala mendengar sendal Audy membentur anak tangga. Senyum tipis terpampang, sejak Gara menyentuhnya Lian tak kuasa berlama-lama berinteraksi dengan Audy.

"Lian, kamu siap-siap sekarang. Hari ini Mas Gara dan aku mau main Golf. Jadi, kamu aja yang ikut. Siapin peralatannya ke mobil Mas Gara, kita berangkat tiga puluh menit lagi," tutur Audy bersemangat.

NARESH (Hidden Black Soul)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang