Jakarta, 31 Juli 2013Lian tampak muram, Gefran menanyakan mengapa ia terlihat pucat. Haura beralibi bahwa Lian sakit dan perlu mengantarnya ke Dokter hari ini. Setelah Gefran pergi ke kantor, mereka berangkat pukul sembilan pagi ke tempat teramat jauh.
Kalut berganda, tubuh Lian menggigil sewaktu memasuki bangunan terpelosok. Sebuah klinik aborsi ilegal. Ia meminta pengampunan, nyatanya Haura melangkah masuk tanpa belas kasih.
Membuntuti adalah satu-satunya cara yang bisa Lian lakukan, kemudian ia duduk di kursi sedangkan Haura berbincang dengan salah satu wanita berjas putih. Lian menekan jemari menggunakan kuku hingga terluka, ia menelan ludah gusar, aura mencekam terpancar dari setiap pintu, bau lembab tak sedap menggapai indra, suara tangisan pun samar-samar terdengar di bilik ruangan. Lampu remang dan sirkulasi tipis. Lian ketakutan setakat menangis, tempat ini sungguh mengerikan.
Beberapa menit berselang, Haura menyuruhnya mengikuti satu pekerja medis. Lian bangkit dengan kaki gemetar, peluh mengalir di keningnya.
"Mama, Lian mohon..." rintih Lian menggenggam lengan Haura, ia tidak bisa melakukan hal ini. Ibunya menepis Lian.
"Bayi ini atau Sagara?"
Lian dilanda kemelut habis-habisan, netra Haura memancarkan intimidasi. Meskipun pilihan sulit, Lylian hanya mampu memilih——Sagara.
"Sagara ... maaf."
Jakarta, 1 Agustus 2013
Lian mengiyakan pamitan Gauri, Haura yang mengajak Gauri datang agar menenangkan. Akan tetapi, faktanya hati Lian sangat linu menyaksikan Sagara berdiri berjam-jam di depan gerbang. Ia ingin menghampiri Gara walaupun Lian malu padanya, mungkin lelaki itu memandangnya buruk sekarang.
Suatu keajaiban dunia Lian direstui oleh Haura untuk menemui Gara. Tidak butuh lama Lian mencari payung dan mengabah rumah susun Mandora. Ia harap Sagara mengerti atau paling tidak mereka tetap bersama meskipun sudah berantakan.
Sesampainya di tempat Sagara rasa bersalah mengepung diri Lian, wajah lelaki itu membuat ia takut bicara, Sagara lebih menakutkan dari biasanya. Semula Lian mau membicarakannya secara lembut, lelaki itu malah menyuduti Lian setakat perasaan menyesal benar-benar menghabisi.
Lelaki itu membentak, mengumpat, dan mengatainya tanpa fakta. Lian tidak bisa mengendalikan emosi di saat seperti ini. Skenario yang ia susun hancur berkeping-keping. Semua kacau, Lian tersengut-sengut seraya mencuraikan hilangnya bayi ini adalah jalan yang terbaik.
Jika saja bayi ini tetap ada, apakah Lian dapat bertemu Sagara lagi? Apa Sagara akan mendapatkan impiannya? Tidak. Haura tidak pernah berdusta. Lian melakukan ini demi Sagara. Tolong buat lelaki itu mengerti. Namun, Sagara murka, menekan tubuhnya di antara dinding. Lian kehabisan napas, lelaki itu tak melepaskannya.
"Sekarang yang gue tau ... lo pembunuh, Lian," bisik Sagara teramat sumbang, tetapi tetap menusuk bagi Lian yang tercekat, termangu dalam penglihatan yang sekilas menggelap.
Dalam hening, jemari Sagara menuntut dagunya agar mata mereka beradu. Untuk pertama kalinya, Sagara memperlihatkan jatuhnya air mata kekecewaan.
"Gue harap rasa bersalah gak akan ninggalin diri lo seumur hidup." Sagara menekankan setiap kalimat, sesudah itu angkat kaki.
Lian luruh bersimpuh di lantai begitu saja, menangis tersedu-sedu. Bahkan tak terkira betapa pilu hati Lian menyatakan bahwa kalimat Sagara sepenuhnya benar.
Rasa sakit menusuk jantung tanpa permisi, melukai seluruh yang ia punya. Lian terus berpikir, apa langkah yang seharusnya ia ambi? Ia meremas lututnya begitu kuat beriring suara kesesakan napasnya. Sagara—hanya akan marah sementara seperti biasanya, bukan? Lelaki itu berjanji tidak akan meninggalkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NARESH (Hidden Black Soul)
FanfictionLylian Mahisa memangku masa lalu kelam. Lenyapan yang terkubur kini menuju permukaan membuat ia kembali terikat dengan Sagara Naresh. Lelaki pemegang segala kuasa, menarik tumbang pada genangan dosa. Sagara tak segan menaruhnya di bawah kendali daha...