12

1.5K 317 17
                                    

Robert mengajak Alano untuk segera pulang. Sepanjang perjalanan pulang, Robert banyak bercerita dengan Alano yang duduk di sebelahnya. 

"Al, kalo kita jadi manusia harus banyak berbagi sama sesama. Kan kasian kalo kita makan enak, tapi ada teman yang nggak bisa makan."

Kini Pajero milik Robert sedang berhenti di lampu merah.

"Kalo gitu aku boleh jajan ya, Uncle?"

"Jajan apa?"

"Itu, Om-nya jualan kasian. Upin Ipin-nya banyak banget."

"Iya."

Alano lalu memencet tombol untuk menurunkan kaca jendela mobil Robert.

"Om, beli," kata Alano dengan sedikit berteriak.

"Berapa?" Tanya Sang penjual saat berada d depan Alano.

"Semuanya," kata Alano santai.

Mata Robert membelalak mendengar perkataan Alano.

"Al, satu aja," kata Robert.

"Semua aja, Uncle. Biar Om-nya cepat pulang."

"Semuanya ini lima ratus ribu rupiah."

"Uncle, bayarin ya?"

Mau tidak mau Robert membuka dompetnya dan mengeluarkan lima lembar uang seratus ribuan. Setelah mengulurkan uang tersebut, Robert meminta sang penjual membuka pintu belakang mobil dan memasukan semua dagangannya.

Robert menghela napas ketika melihat pedagang tersebut telah memasukkan semua dagangannya ke kursi penumpang belakang.

"Makasih, Pak," kata Robert pada pedagang tersebut.

"Makasih, Om," kata Alano ramah.

"Sama-sama. Makasih sudah dilarisin. Semoga rejekinya lancar."

"Aamiin" jawab Robert dan Alano.

Setelah sang penjual pergi dan lampu merah berubah warna menjadi warna hijau, Robert kembali melajukan mobilnya untuk menuju ke rumah Salma. Bagaimanapun juga sahabatnya itu harus tau jika anaknya telah membuatnya bokek hanya karena membeli balon yang jumlahnya sangat banyak.

"Uncle, main ke panti dulu, ya?"

"Mau ngapain, Al?"

"Mau kasih balon buat temen-temen. Kasian mereka nggak ada yang beliin balon kaya aku."

Robert menoleh sebentar untuk menatap Alano yang ternyata telah menatapnya lebih dulu. Di dalam hati Robert ia mengagumi sosok Salma yang telah berhasil mendidik anak semata wayangnya menjadi pribadi yang penuh welas asih kepada sesama. Sepertinya tidak ada di salahnya jika kelak dirinya berguru tentang ilmu parenting kepada sahabatnya yang 'remuk' itu.

Sekitar tiga puluh menit perjalanan, akhirnya Robert dan Alano sampai di sebuah panti asuhan yang ada di daerah Kalasan. Saat sampai di sana Alano langsung turun dari mobil, mau tidak mau Robert segera mengikuti Alano turun dan langsung mengambil balon-balon berbentuk sepasang kartun kembar dengan kepala botak itu.

Robert dan Alano masuk ke dalam dan menuju halaman belakang tempat anak-anak bermain. Anak di panti ini yang berjumlah dua puluh anak di tambah lima bayi membuat suasana di tempat ini begitu ramai. Apalagi saat Robert membagikan balon-balon masing-masing satu buah. Robert kira balon-balon itu sudah sesuai jumlahnya. Namun saat seorang anak laki-laki datang mendekatinya namun balonnya sudah habis, Robert langsung berpikir keras, apa ia tega meminta satu balon yang ada di tangan Alano?

"Mau balonnya, Om," rengek anak itu yang membuat Robert semakin bingung.

Di tengah rasa bingungnya. Alano mengulurkan tangan kanannya yang memegang balon.

"This is for you."

Robert hanya bisa diam memperhatikan apa yang dilakukan Alano saat ini dengan seksama. Saat anak itu sudah menerima balon dari Alano, segera ia mengatakan terimakasih dan berlalu pergi begitu saja dengan senyum yang menghiasi wajahnya. Alano hanya tersenyum kecil saat mendengar namak itu bersorak gembira karena mendapatkan balon dengan bentuk Upin.

Kini Robert hanya bisa menatap Alano dan sepertinya ia perlu tau kenapa Alano lebih memilih memberikan balon satu-satunya miliknya untuk anak itu. Saat sudah berjongkok di samping Alano, Robert berdeham yang membuat Alano menoleh untuk menatapnya.

"Al, kenapa Alano kasih balonnya buat anak itu? Bukannya tadi Alano yang pingin beli balon? Sekarang jadi Alano nggak punya balon."

"Iya, tapi ,'kan aku punya Bunda sama Padre yang bisa beliin aku balon lagi nanti, tapi dia nggak punya Padre sama Bunda, Om."

Hati Robert terenyuh saat mendengar perkataan Alano ini. Bagaimana bisa seorang anak balita berkata sedewasa dan sebijak ini? Robert hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Saat Robert sudah berdiri kembali, ia segera menggandeng Alano untuk ia ajak pamit ke kantor pengurus panti asuhan, lalu pulang karena hari sudah mulai sore.

****

"Obet kok nggak datang-datang, sih?" Oceh Salma sambil menoleh untuk melihat ke arah jalan di depan rumah yang sudah ia lakukan beberapa kali sejak dua jam yang lalu.

Hari ini dirinya mendapatkan kunjungan Deva ke rumahnya karena Deva sedang gabut ditinggal suaminya ke luar kota dan baru pulang nanti malam.

Deva yang melihat Salma yang sedang khawatir kepada Alano hanya bisa menghela napas panjang sambil menggelengkan kepalanya.

"Lo nggak usah takut. Alano bakalan aman sama si Obet. Btw, gue denger dari Nada katanya si Adis sekarang tinggal di Jogja?"

Salma memilih menganggukkan kepalanya dan kembali melangkahkan kakinya untuk duduk di sofa yang ada di hadapan Deva.

"Kenapa nggak kita comblangin aja mereka berdua? Bagus 'kan, Sal? Dokter jodohnya dokter, daripada si Obet nungguin Senja yang nggak jelas hilalnya? Gue kasian tau lama-lama sama Obet. Kurang apa coba si Obet jadi laki? Baik, pinter, bermasa depan cerah dan sayang sama anak-anak."

Salma mengernyitkan keningnya ketika mendengar usul dari Deva ini. Membayangkan bahwa Robert akan menjadi bagian dari keluarga Sasmita membuat Salma bergidik ngeri. Salma tidak bisa membayangkan akan seperti apa Robert setiap kali datang ke acara keluarga besar mereka. Bisa-bisa Robert sesak napas karena melihat betapa gilanya keluarga besarnya jika sudah membuat acara dengan menghambur-hamburkan uang.

"Ada kandidat lain nggak selain si Obet buat Adis?"

Deva menggelengkan kepalanya yang membuat Salma melanjutkan lagi perkataannya.

"Kalo gitu nggak usah lo usul lagi deh, Dev. Gue kasian sama si Robert kalo sampai harus masuk ke keluarga besar Sasmita yang hampir semuanya bermuka dua."

Deva dan Salma masih terus mengobrol di lantai dua rumah Salma hingga akhirnya mereka mendengar suara Alano yang memanggil Salma dari arah lantai satu.

"Bunda... Bun, where are you?"

Mendengar suara sang anak yang sudah sampai di rumah, Salma langsung tersenyum lebar dan bergegas untuk turun ke lantai satu.

"Ya, Al, Bunda di atas," teriak Salma tidak kalah dari sang anak.

Deva yang mendengar semua itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sepertinya memang benar, sumber kebahagiaan Salma berasal dari Alano. Mungkinkah semua wanita kan begitu ketika mereka telah memilki anak?

Mendengar suara langkah kaki Salma yang sedang menuruni tangga, Deva segera bangkit dari sofa yang ia duduki dan segera menyusul Salma untuk turun ke bawah. Sepertinya lebih baik ia menebeng kepada Robert untuk diantarkan sampai ke rumahnya daripada menunggu Fabian untuk menjemputnya nanti malam.

***

Senja Untuk RobertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang