1. FIRST STEP

599 34 5
                                    

🏠🏠🏠

"Huaaah"

Gemeletuk suara sendi mengudara di kamar berukuran 4x6 meter dengan nuansa natural wood ini. Tperlalu luas untuk ditinggali sendiri memang.

Si pemilik kamar baru saja menutup laptopnya yang menemaninya selama 1 jam berkutat dengan alotnya rapat mingguan dengan rekan-rekan sedivisinya lewat zoom meeting.

"Laper" monolog nya dengan jari-jari mungil yang mengelus perut rata yang dibalut dengan sweeter tebal berwarna pink.

Kaki mungilnya lantas diturunkan ke karpet bulu berwarna cream yang terpasang diantara kasur dan meja kerjanya yang berhadapan. Kini langkahnya menuju kulkas 1 pintu yang berada di mini pantry didalam kamar kostnya. Sederet bahan makanan dari yang mentah maupun jadi tertata apik didalam kulkas. Pilihannya jatuh pada sandwitch telur yang siang tadi dibelinya lewat pesan online.

Senandung kecil dari bibirnya mengikuti lagu teranyar yang baru kemarin dirilis oleh musisi kesukaanya, sembari tangannya memasukan menu makan malamnya kedalam microwife untuk dipanaskan.

"3 menit aja cukup lah" kembali ia bermonolog. Lapar sudah membuatnya tak sabar untuk segera mengisi perut.

Sembari menunggu, ia isi gelasnya dengan susu strawberi kesukaanya hingga hampir penuh dengan ia tambahi beberapa butir es batu juga. Tak cukup hanya susu, ia juga ambil sebungkus popcorn didalam kabinet penyimpanan cemilan yang berada tepat diatas kulkas untuk menemaninya yang malam ini harus kembali berkutat dengan naskah yang besok siang harus segera ia berikan pada kepala divisinya.

Ting!

Senyum manis terkembang dibibir cerinya mendengar suara timer telah tandakan usai proses pemanasan sandwitchnya. Dengan sehati-hati mungkin ia ambil makannya lalu setelahnya ia bawa kedepan meja kerjanya lagi.

Alunan suara mendiang Mike Mohede yang menyanyikan lagu 'Sahabat Jadi Cinta' temani segigit demi segigit sandwitch masuk kedalam mulutnya. Gumaman nikmat sesekali mengalun dari bibirnya yang tak berhenti kulum senyum kepuasan.

'Tok tok tok'

"Fe, Felix?! Udah tidur belum?"

Baru Felix mau memasukkan suapan terakhir sandwitchnya, suara yang sudah diluar kepala ia hapal kini panggil namanya dari luar kamar. Tanpa membiarkan si pemanggil menunggu lebih lama, Felix segera buka pintu kamarnya.

"Kak Bian? Kenapa kak?" Tanya Felix begitu mereka bertemu tatap.

"Fe, punya plester luka nggak?" Tanya Albyandra atau Bian tanpa mampu basa-basi seperti biasanya mengingat kini jari telunjuknya yang belum berhenti keluarkan cairan merah.

"Punya sih kak. Siapa yang luka kak?" Felix buka pintu kamarnya lebih lebar untuk persilahkan tetangga kos disebelah kamarnya itu masuk.

"Nih" Bian unjuk jarinya yang masih meneteskan darah segar dari luka barunya.

"Yaampun kak Bian! Kenapa lagi itu tangannya?" Felix buru-buru ambil kotak P3Knya yang tersimpan di laci meja kerjanya.

"Sini duduk kak!" Felix tarik kursi kerjanya sementara ia biarkan diri duduk di pinggiran kasurnya.

"Hehehe, tadi kebangun terus laper, pengen bikin mi pake daun bawang rencananya, eh malah ketusuk pisau tangannya" Bian ketawai dirinya sendiri yang ceroboh serta mimik khawatir Felix yang terlihat lucu.

"Kak Bian nih udah dibilangin jangan masak, masih aja bandel. Udah tau nggak bisa pegang pusau juga, ish!" Omel Felix masih berlanjut sementara tangannya mulai usapkan kapas yang telah ia tetesi alkohol ke telunjuk Bian.

ARUNIKA ● ChangLixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang