16. I DO SWEAR

375 25 31
                                    

🏡🏡🏡

Tepat 2 minggu sebelum hari besar itu dilangsungkan, Felix kembali ke Jogja. Pulang lebih awal dari rencana sebelumnya. Sebagai seseorang berdarah Jogja, Felix turut lakukan serangkaian acara adat pra pernikahan seperti orang-orang lakukan. Tentu bagi yang masih memegang teguh tradisi seperti keluarganya.

Kepulangan Felix ini diiringi oleh Caecil, Dewa, dan Julius selaku penata busana pernikahan Bian dan Felix itu. Rianty dan Melia akan menyusul pada H-3 pernikahan karena masih harus langsungkan terapi pada kakinya yang dipasang gip.

Sementara Bian masih tinggal di Jakarta sampai H-7 pernikahannya dan Felix dilangsungkan. Meski berat berpisah dengan sang calon istri, Bian harus rela untuk seminggu kedepan ditinggal Felix pulang terlebih dahulu ke Jogja karena tuntutan pekerjaannya sebagai Aparatur Sipil Negara.

Meski terpisah jarak, keduanya tetap intens bertukar kabar hanpir disetiap jamnya. Hal ini mereka lakukan untuk saling  meyakinkan diri bahwa keduanya baik-baik saja.

Seperti sore ini. Sabtu sore ini Bian isi dengan bervideo call dengan si mungilnya yang ternyata baru akan mulai prosesi Midodareni. Sebenarnya melakukan video call seperti ini tidak boleh dilakukan. Karena prosesi Midodareni ini bertujuan untuk membuat kedua mempelai saling pangling satu sama lain saat acara panggih di altar. Tapi, mengingat kecelakaan yang baru dialami Felix, Bian terus merasa was-was saat sang calon istri tak berada di sisinya. Ia tak mau sesuatu yang buruk terjadi lagi pada si mungilnya.

"Mas, lihat deh!" Pamer Felix dengan mengangkat sekotak besar berwarna pink yang dihiasi dengan pita di tutupnya.

"Hm? Apa itu sayang?"

Dengan sentum cerianya, tangan kecil Felix buka tutup kotak itu secara perlahan, "Taraaaaa"

"Wihh.. bagus sayang. Siapa yang ngasih?" Puji Bian pada sepaket cangkir dan teko keramik yang terlihat bernuansa vintage dan mahal.

"Hehe, ini dikasih sama Steffi. Sepupu aku itu loh mas yang kemarin ikut VC an kita" Felix ambil satu cangkir keramik berwarna biru dengan desain elegan itu.

"Waah, bilangin ke Steffi, makasih ya sayang. Entar kita beliin Steffi kado juga deh abis nikahan" Bian pindah posisi duduknya menyamping ke arah jendela kamar.

"Boleh, boleh. Kebetulan bulan depan tuh Steffi mau buka cabang baru cafenya di Jakal KM 6 loh mas. Hebat banget ya sepupu aku ini" Puji Felix dengan senyum lebarnya yang kentara sekali rasa bangganya pada sang sepupu tersayang.

"Serius, sayang? Hebat banget Steffi?! Padahalkan dia baru 2 bulan kurang kan ya ambil alih cafe?"

Felix anggukan kepala riang hingga buat poninya berayun seirama, "Iya, bener banget mas! Duh, emang Steffi tuh mirip banget sama Om Indra! Hebat banget kalo bisnis"

"Om Indra tuh, nama Papanya Steffi sayang?" Tanya Bian.

"Iyap! Betul! Entar kapan-kapan adek ajakin mas ke makam Om Indra deh bareng Steffi"

"Boleh sayang. Entar kita ke makam sama-sama, ya"

Felix buat gestur telunjuk dan ibu jarinya menyatu didepan mata kirinya, "Okeey, mas Bian kuu"

Bian hampir tersedak tehnya sendiri karena tingkah imut kekasihnya itu, "Yaampun, gemesnya! Mas jadi nggak sabar pengen cepet besok deh biar bisa ketemu adek"

"Hehehe, sabar ya mas kuu.. oh ya, besok mas Bian dijemput Papa sama Caecil ya"

"Loh? Kok enggak keluarga mas aja yang jemput, sayang?"

"Kasihan Mama sama Alea dong maaas.. pasti capek habis perjalanan juga. Kan keluarga Mas datangnya cuma beda 3 jam sama mas Bian. Biar keluarga Mas istirahat aja di Vila" ucap panjang Felix.

ARUNIKA ● ChangLixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang