12. ME AFTER YOU

205 26 5
                                    

🏡🏡🏡

Jogja diguyur hujan lebat siang tadi. Saking lebatnya, hingga sore ini langit masih saja belum puas tumpahkan airnya ke bumi kota pelajar itu.

Dua cangkir kopi hitam, sepiring ubi goreng dan obrolan hangat temani dua lelaki yang duduk di teras samping pekarangan rumah beraksen Jogja kental ini. Dihadapan keduanya terhampar sebidang kolam ikan yang bergemericik karena air hujan, membuat ikan-ikan didalamnya berenangan hilir mudik seperti kesenangan didalam sana.

Kepulan uap dari dalam cangkir hampir menghilang. Dinginnya udara membuat cangkir keduanya mendingin dari sebelum disesap tadi.

Bian eratkan jaketnya saat angin berhembus gelitiki badannya. Cuaca hari ini di daerah Pakem, Kaliurang tak main-main. Padahal, sore kemarin saat Bian dan Felix sampai cuaca tak se-ekstrim hari ini. Tapi mungkin memang ini sambutan yang harus Bian terima.

Dinginnya Kaliurang, dibalut dengan hangatnya keluarga Felix yang menerimanya dengan suka cita. Siang tadi Bian sempat di ajak keluaraga Felix untuk berjalan-jalan di sekitar Kaliurang. Mereka ingin mengenalkan Bian pada kampung halaman Felix.

Dan sore ini, Bian habiskan sorenya duduk berdua dengan Albert di teras samping rumah yang asri sekali ditemani kopi hitam dan ubi goreng. Banyak yang diceritakan Albert padanya. Mulai dari susah hingga senangnya jalan hidupnya.

"Ooh, jadi Caecil nanti rencananya mau lanjut S2 di UGM, Pa? Hebat banget sih Caecil. Bian aja butuh libur dulu setahun baru lanjut S2 sambil kerja waktu itu"

Albert letakkan cangkir kopi yang baru ia sesap isinya yang tinggal separuh. "Yah, sebagai orang tua, Papa cuma dukung-dukung saja apa keinginan anak, Bi. Selama itu positif dan Caecil atau Felix bisa bertanggungjawab dengan apa yang diinginkannya, Papa dan Mama selalu dukung" terang Papa mertua Bian itu.

Setelah mengobrol tentang banyak hal, Bian semakin kagum dengan sosok Albert. Ayah dua anak itu adalah sosok Papa yang tak pernah sekalipun paksakan kehendaknya. Ia selalu tanyakan dahulu apa yang kedua anaknya ingin sebelum akhirnya menimbang baik dan buruknya, sebelum ia mendukung keinginan buah hatinya. Bian kagum sekali dengan parenting Albert dan Arumi.

"Memang Caecil nggak pengen nyusul Felix ke Jakarta, Pa? Lapangan kerja disana kan lebih besar dan luas jangkauannya, Pa?" Tanya Bian.

Albert tertawa kecil. Tangannya yang mulai keriput menepuk pahanya sendiri yang dibalut celana kain hitam.

"Mamanya yang nggak pengen anak gadisnya ikut kakaknya ke Jakarta, Bi. Katanya, biar Caecil nggak jauh dari jangkauannya. Caecil itu agak beda dari Felix. Fisiknya nggak sekuat kakaknya. Dulu waktu bayi, Caecil punya kelainan katup jantung dan harus di oprasi. Imbasnya ya sampai sekarang, ringkih. Gampang sakit. Makanya anak itu nggak dibolehin jauh-jauh dari Mama Papanya. Biar kalau ada apa-apa kami bisa segera bawa Caecil ke rumah sakit" ungkap Albert, membuka satu lembar catatan keluarganya lagi.

Albert sengaja. Ia ingin buka satu per satu lembar cerita keluarganya agar Bian tau semua alur yang telah keluarganya lewati sebelum Bian pinang anak sulungnya nanti.

Ia ingin Bian tak hanya mengenal anaknya saja, namun ia ingin Bian tau juga seluruh keluarganya. Bagaimanapun, sebentar lagi Bian akan menjadi salah satu bagian dari keluarganya. Menjadi putra yang akan bantunya menyangga tiang rumahnya agar tak roboh ketika iansemakin tua nanti.

"Ooh, gitu, Pa. Bian baru tau cerita ini. Felix belum pernah cerita sih. Tapi kalau dilihat secara fisik, Caecil kelihatan sehat-sehat aja loh, Pa. Aktif juga kan anaknya di organisasi kampus?" Bian ambil cangkirnya lalu ia teguk kopi didalamnya.

"Haah, Caecil emang nggak bisa diem anaknya. Mau sampai pingsan pun anak itu nggak bakal mau dinasehatin. Tapi beda ceritanya kalau kakaknya yang udah buka suara. Langsung nurut itu anak satu" Albert akhiri ucapnya dengan kekehan kecil.

ARUNIKA ● ChangLixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang