🏡 ; 𝔸𝕤 𝕚𝕥 𝕨𝕒𝕤

119 23 3
                                    

"Aku sudah memasak sarapan untukmu dan Rin, aku mungkin akan pulang lebih awal, jadi kau bisa menitipkan Rin padaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku sudah memasak sarapan untukmu dan Rin, aku mungkin akan pulang lebih awal, jadi kau bisa menitipkan Rin padaku."

An mengangguk sambil membenarkan pita di kepala Rin, gadis mungil itu terlihat antusias bertemu dengan Akito dan Akito sendiri entah kenapa seperti sedikit gugup hari ini.

"Jaa, aku akan pulang sedikit telat hari ini, karna Ayah mengadakan event RAD WEEKEND di dekat cafe," An tersenyum kearah Rin "jadi, hari ini kau bermain dengan Akito ya?"

"Rin akan bermain dengan Papa?"

"A-Ah i-iya, kau akan bermain dengan Papa, jangan membuatnya repot ya?"

Rin mengangguk mantap lalu berlari kecil mendekati Akito. Baik An maupun Akito terlihat canggung karna ucapan Rin barusan, sebelum akhirnya Akito berdehem.

"B-Baiklah, hati-hati dijalan."

"Tentu saja, k-kau bisa mengabariku jika terjadi sesuatu."

"Hey, jangan menganggapku seperti bocah ingusan yang tidak bisa menjaga anak kecil."

"Haha, baiklah aku bisa mempercayaimu."

Akito tersenyum sekilas, "Dasar, cepat berangkat sana."

An mengangguk seraya berlari-lari kecil menuruni tangga apartemen, sedangkan Akito memandangi An hingga hilang dari pandangannya.

Mereka memang kembali bersama, tapi akankah Akito benar-benar memiliki celah untuk kembali mengisi hati yang sudah dia koyakkan waktu itu?

"Papa?"

"Ah maaf, ayo kita masuk ke dalam dulu, Len pasti sudah bangun."

"Um!"

— 🏡 —


"Kita putus? Kau bercanda 'kan Akito?"

Tak ada sahutan, mulut Akito terkunci beberapa saat sebelum akhirnya manik jinggannya kembali menatap lurus gadis dihadapannya, lidahnya kelu dan tenggorokannya tercekat. Tapi, sudah tidak ada jalan memutar lagi.

"Apakah kurang jelas?"

Bukannya menjawab, Akito malah berbalik tanya setelah beberapa saat diam, gadis itu nampak kecewa dan marah dalam satu waktu. Tapi, meski begitu An masih bersabar menunggu penjelasan Akito selanjutnya.

"Jelaskan kenapa."

"Aku bosan."

"Aku tidak percaya, alasan bosan terlalu klise untuk orang sepertimu."

Akito diam beberapa saat lagi, ribuan kata yang sudah susah payah dia rangkai semalam suntuk, sekarang benar-benar hilang tak terlintas sedikit pun di otaknya.

"Aku merasa tidak pantas." Ucap Akito lirih hingga hanya terdengar ditelinganya sendiri, An tak bisa mendengar ucapan lirih Akito ditengah ramainya hiruk-pikuk kota hari itu.

"Hah?"

"Aku bosan, aku muak dengan sifatmu yang selalu sok tahu soalku! Aku benci dengan kenyataan bahwa selama ini aku hanya menjalani hubungan omong kosong."

Plak

Tepat disaat Akito menuntaskan ucapannya, sebuah tamparan yang keras mengenai pipinya hingga rasanya perih. Untuk pertama kalinya dalam hidup Akito, dia melihat An yang begitu rapuh, menangis seakan dunianya tengah hancur saat itu juga.

Dan Akito lah yang menghancurkannya.

"AKU TAK PERNAH MENGERTI SOALMU! KAU SELALU MEMUTUSKAN SEMUANYA SENDIRI, KAU EGOIS! OMONG KOSONG? JADI 2 TAHUN HUBUNGAN ITU HANYA PERMAINAN BELAKA BAGIMU?!"

" ...ya."

"Kau ... aku tidak mengerti ...."

An berlari mengemasi barangnya lalu berlari pergi dengan bercucuran air mata. Akito mengacak surainya frustasi.

Ini lebih baik bukan?

— 🏡 —

Tak tak tak

Suara jarum jam bersahutan, Akito menghela nafas berat mengusap wajahnya kasar. Mengingat kenangan lama itu benar-benar membuatnya ingin memukul dirinya di masa lalu.

Hanya karna sifat pengecutnya, dia malah mendorong An menjauh dengan alasan tidak logis, kehilangan An benar-benar nyaris seperti membunuhnya secara perlahan.

Dan dengan bodohnya, Akito malah menumpahkan penyesalannya pada gadis lain.

Melukai gadis yang mencintainya tulus dengan cara yang berbeda.

"Papa! Papa!"

Akito menoleh, mendapati Len dan Rin yang berlari mendekatinya, "Ada apa? Kalian lapar?"

Mereka mengangguk kompak, "apa Mama masih lama?"

Akito tersenyum mengelus kepala mereka lembut, "Sebentar lagi, apa kalian sudah bosan?"

"Um, Papa tidak ingin bermain dengan kami?"

"Baiklah, ayo kita bermain 10 menit lalu berjanjilah untuk pergi tidur setelah ini."

Mereka mengangguk mantap sebelum akhirnya bersorak riang. Akito tersenyum.

Apa kelak dia bisa memiliki keluarga yang sesungguhnya dengan An?

Akito menggeleng, menepis jauh-jauh pemikirannya. Bagaimana bisa dia berpikir begitu, dikala Akito saja tidak tahu apakah luka yang dia sebabkan pada gadis itu sudah sembuh atau belum.

Pada akhirnya, dia masih lah Akito yang egois.

Pada akhirnya, dia masih lah Akito yang egois

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
隣の人 || PungudProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang