🏡 ; 𝕆𝕟𝕔𝕖 𝔸𝕘𝕒𝕚𝕟

119 21 0
                                    

Sejak tadi An tidak tenang, pikirannya terus berkecamuk mengingat soal Akito

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak tadi An tidak tenang, pikirannya terus berkecamuk mengingat soal Akito. Satu-satunya cara untuk segera mengembalikan Rin dan Len menjadi normal adalah bekerja sama dengan Akito. Tapi, sanggupkah kiranya dia melupakan luka masa lalu itu?

"Tidak An, kau sudah move on darinya, ini demi Rin dan Len, tidak ada yang salah soal itu, ya! Kau pasti bisa An." Batin An menyemangati dirinya sendiri lalu menarik nafas beberapa kali dan menghembuskannya sebelum akhirnya berniat memencet bel apartemen Akito.

Ceklek

"A—"

Pintunya terbuka sebelum An sempat memencet belnya, manik jingga mereka saling bertatapan canggung, banyak sekali kata yang ingin mereka sampaikan, namun pada akhirnya hanya mereka telan bulat-bulat.

"Uh ... Selamat pagi Akito!"

"Y-Yeah, selamat pagi An, ada apa kau di depan apartemenku?"

"Hanya menyapa, apa tidak boleh?"

" ... Baiklah, kau sudah menyapaku, sekarang kau bisa kembali ke aktivitasmu selanjutnya."

Akito berniat buru-buru pergi, namun An menahan lengannya dan mendengus sebal karna merasa diabaikan, "Kau ini kenapa buru-buru sekali sih?! Apa skill basa-basimu sudah hilang sekarang?"

Akito mencebik lalu menarik lengannya, "Aku memang sibuk saat pagi, tidak seperti orang kurang kerjaan yang pagi-pagi sudah bertamu."

An menghela nafas lalu berkacak pinggang, "Ternyata kau tidak berubah ya? Bahkan setelah 4 tahun."

"Kau pikir aku Kamen Rider ? Kita hanya berpisah, bukan reingkarnasi."

Berpisah.

Mendengar kata itu dari Akito benar-benar seperti mengorek luka lama disudut hatinya. Ternyata, luka itu masih basah, belum mengering sempurna, masih terasa pedih setiap kali mengingat kenangan lama itu.

Akito yang sepertinya menyadari jika ucapannya melukai An pun jadi sedikit merasa bersalah dan berdehem berusaha mengalihkan topik.

"Ah maaf, aku harus pergi sekarang, sebelum aku telat dan gajiku dipotong."

Akito pun berlalu pergi meninggalkan An yang masih berusaha menahan air matanya. Akito benar-benar tidak berubah, masih dengan Akito yang selalu bicara apapun yang terlintas di kepalanya begitu saja.

Masih dengan Akito yang entah menganggap serius hubungan mereka atau tidak.

— 🏡 —

"Apa yang paling membuatmu takut?"

"Anjing, aku benci sekali anjing."

An terkekeh, "Bukan itu, aku tahu itu, tapi hal lain, seperti ketinggian atau apa."

Akito terlihat berpikir sejenak, sejak tadi dia sibuk tenggelam dalam manik jingga gadis bersurai langit malam itu. Selarik senyuman selalu tanpa sadar terlukis di bibirnya, tangannya bergerak mengelus pipi An lembut.

"Kurasa, aku takut kehilangan," tangannya beralih menggenggam tangan An yang sibuk mengusap rambut ginger-nya, "terutama kehilanganmu An."

— 🏡 —

  "An-chan! Tolong kunci gudangnya ya? Toya-kun sudah menungguku diluar."

Suara Kohane menyadarkan An dari lamunannya tentang kenangan masa lalunya dengan Akito, dengan sedikit gelagapan, An tersenyum kikuk dan mengangguk cepat.

"Ah i-iya, aku nanti akan mengunci gudangnya."

"An-chan, kau baik-baik saja? Sejak tadi kau banyak sekali melamun lho? Apa .... ini ada hubungannya dengan Shinonome-kun?"

An menggeleng cepat, "Tidak, aku baik-baik saja kok! Hanya teringat Rin dirumah."

"Kau yakin? Aku bisa membatalkan kencannya dan mendengarkan ceritamu An-chan."

An menggeleng menepuk-nepuk kedua pundak Kohane sambil tersenyum lebar, "Tidak perlu, jangan khawatirkan aku! Dan pergilah bersenang-senang dengan Toya, kalian 'kan jarang ada waktu untuk berkencan."

"Sungguh tidak apa-apa?"

"Sungguh, percayalah! Aku akan langsung menghubungimu jika ada masalah, cepat pergi sana, Toya pasti sudah bosan menunggumu diluar."

Setelah berkali-kali menyakinkan Kohane, akhirnya gadis itu menuruti perintah An untuk tetap keluar dengan Toya seperti rencananya. Setelah berkemas, An segera berpamitan dengan Ken dan pulang.

Selama perjalanan, dia terus berpikir bagaimana caranya dia menyiapkan hatinya lagi untuk menghadapi Akito. Bahkan, An tidak yakin dirinya punya keberanian lagi untuk menemui Akito sekali lagi.

Disaat sibuk berpikir, tanpa sadar An sudah sampai di apartemennya dan mendapati Akito yang tengah berdiri di depan apartemennya sambil melipat tangan di depan dada.

"Akito?"

"Ah, akhirnya kau pulang, ternyata jam tutup cafe Ken-san masih sama seperti dulu."

"Kenapa kau di depan apartemenku?"

"Ah soal itu," Akito menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "aku ingin minta maaf soal pagi tadi, kurasa aku mengatakan sesuatu yang buruk padamu."

An membulatkan matanya tidak percaya, benarkah ini Akito yang dia kenal? Akito yang dulu selalu gengsi untuk meminta maaf padanya itu?

"Selain itu, aku yakin tadi pagi kau ingin mengatakan sesuatu padaku."

Akito berjalan mendekati An yang masih membatu di tempat, kapan terakhir kali Akito menatapnya sedekat ini? Debaran jantungnya masih sama seperti dulu.

Apakah Akito merasakan hal yang sama?

An menggeleng cepat lalu menatap Akito lekat-lekat sambil mencengkram kuat tali tasnya, "Akito, apa kita bisa kembali bersama, sekali lagi?"

Akito membelalakan matanya, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"K-kembali ... bersama lagi?"

An mengangguk mantap, "Demi Rin dan Len."

Wajahnya berubah, terlihat kecewa, membuat jantung An kembali berpacu cepat, apakah perasaan pemuda itu masih ada?

Masih bolehkah kirannya dirinya berharap pada semesta yang serta-merta memainkan perasaannya sesuka hati begitu saja?

Masih bolehkah kirannya dirinya berharap pada semesta yang serta-merta memainkan perasaannya sesuka hati begitu saja?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
隣の人 || PungudProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang