LAMPIRAN PRELIMINARY REPORT MEMORIA, Ltd. Insiden #78

640 100 14
                                    

LAMPIRAN, TRANSKRIPSI VERBATIM WAWANCARA YANG DIADAKAN DI 3 KOTA TERHADAP 3 ORANGNARASUMBER : ARIFIA LUTFI

Bisa tolong sebutkan nama lengkap serta hubungan Anda dengan Aditya Utama, Felisita Lutfi, dan Memoria sebagai perusahaan?

Saya Arifia Lutfi, Fia. Anak saya, Sita, mulai bekerja di Memoria tahun 2019. Waktu itu Memoria sepertinya belum diberi nama, baru sekadar konsep. Dari situ saya kenal Nak Adit ... uh, maksud saya, Aditya Utama. Kami hanya beberapa kali bertemu, tapi saya sangat menghargai bantuan Pak Aditya selama transisi Sita setelah menjalani Prosedur. Pak Aditya membantu Sita pindah ke Singapura dan Sita bekerja di sana selama hampir dua tahun, sebelum kembali ke Indonesia awal 2024 ini.

Bu Fia... oh iya, sebelum kami melanjutkan wawancara, tak mengapa kalau Bu Fia memanggil Pak Aditya dengan sebutan lain. Kami memahami.

Terima kasih (tertawa kecil). Agak sulit memanggil Nak Adit dengan sebutan 'Pak', susah mengubah kebiasaan.

Wawancara ini hanya untuk kepentingan penyelidikan internal, sehingga—

Penyelidikan seperti apa maksudnya?

Seperti yang Bu Fia ketahui, tanggal 11 November lalu, tepat tiga tahun setelah Felisita Lutfi menjalani Prosedur Memoria, beliau kembali ke tempat dia menjalani Prosedur. Ke kediaman pribadi Aditya Utama. Kami sedang memastikan apakah itu sekadar kebetulan, atau ada sesuatu yang lain.

Oh gitu ... dulu saya kira Prosedur hasilnya permanen.

Seharusnya memang permanen, Bu.

Iya betul, betul ... makanya sedang diselidiki ya sekarang. Maaf jadi muter begini ... (tertawa) Terus apa yang bisa saya bantu?

Sepanjang pengetahuan Bu Fia, apakah Bu Sita menunjukkan tanda-tanda kalau dia mengingat sesuatu yang seharusnya sudah dihapus oleh Prosedur?

Saya rasa tidak, ya. Mungkin dia memang tidak terlalu setuju akan keberadaan Memoria, tapi tidak menyetujui Memoria hampir sama seperti percaya bumi datar. Hanya berisik di Facebook dan Internet, di kehidupan nyata, ya biasa-biasa saja...

Apa Bu Sita percaya bumi itu datar?

Bukan, itu hanya perumpamaan... (tertawa). Beberapa kenalan kami ada yang menjalani Prosedur juga, meski bukan untuk alasan yang berat. Sita hanya menunjukkan ketidaksetujuan diam-diam saja, tapi tak menghakimi atau bagaimana. Beberapa kerabat kami juga ada yang berpendapat sama seperti Sita, bahwa Memoria tak seharusnya ada. Tiap kali Sita bicara begitu, rasanya saya ingin ketawa.

Jadi Bu Sita sama sekali tidak ingat bahwa dulu dia bekerja di Memoria? Tidak ingat dia berperan besar dalam pendiriannya?

(menggeleng) Prosedur yang dijalani Sita merupakan metode lama. Setahu saya, sekarang bisa memetakan memori spesifik? Ingatan dihilangkan dengan presisi, mengeluarkan kutil di kaki menggunakan pisau bedah. Prosedur yang dijalani Sita, setara dengan mengamputasi kaki untuk menghilangkan kutil yang sama.

Apa ada keganjilan saat Bu Sita menjalani Prosedur?

Maksudnya apakah Prosedurnya kurang sempurna? Ada malpraktik? Wah, itu saya kurang tahu... tapi Nak Adit sendiri kok yang jadi operator saat Sita menjalani Prosedur, harusnya sih tidak mungkin salah ya.

Maksud Bu Arifia, Pak Aditya Utama sendiri yang melakukan Prosedur Bu Sita?

Iya. Memang suasananya jadi rada emosional. Adit memohon maaf beberapa kali, tapi Sita bilang bukan salah Adit. Ya memang bukan. Adit juga kan tadinya tidak mau nikah sama Bu Francessa itu. Malah Sita yang berkeras. Kalau nggak ada kucuran dana dari keluarga Bu Francess ya Memoria nggak bakal jalan juga ... harus fair lah. Saat itu Bu Francess sampai harus putus sama pacarnya, kan pengorbanan juga ....

Semua punya porsinya sendiri.

Lho, kok matanya pada merah semua?

Sedih, Bu.

Ya mungkin memang nasibnya Adit dan Sita begitu. Mau gimana.

Bu Sita langsung pergi ke Singapura?

Tidak langsung, dia balik ke Tasik dulu sebulan. Kebetulan waktu itu saya belum pensiun jadi masih sedang sibuk-sibuknya.

Dulu Bu Fia kerja di mana?

Dinas Kesehatan Kabupaten. Bertepatan dengan pemulihan Sita, mulai ada gelombang pertama penderita Sindroma Hari Akhir. Mulai ada instruksi pendataan untuk kelompok yang terdampak.

Masa-masa penuh kebingungan ya, Bu.

Banget. Habis itu Adit diam-diam mendatangi saya, katanya dia punya lowongan pekerjaan di Singapura. Karena dulu sebelum kerja di Memoria Sita jadi sekretaris korporat, jadi ya dia ngasih tahu lowongan sekretaris. Kebetulan diterima, tapi karena saya masih ribet, Sita cuma diantar suami saya dan anak saya yang pertama ke sana. Kebetulan suami saya yang waktunya lebih luang karena saat itu beliau memasuki pra pensiun.

Ada alasan kenapa Bu Sita kembali ke Indonesia awal tahun ini? Di sana penghasilan beliau pasti lebih besar dari pekerjaannya yang sekarang sebagai admin di biro wisata.

Mungkin karena dia kesepian kali, ya. Sempat pacaran sekali dengan teman kantornya WN Singapura, sekali dengan orang Indonesia mahasiswa S2. Tidak ada yang jadi. Terus kerjanya juga rada capek, makanya dia cari kantor biasa saja di Jakarta, mau cari yang santai.

Jadi memang tidak ada perubahan yang berarti ya, Bu? Sebenarnya semua normal saja?

Iya, tidak ada. Paling ya itu saja sih...

Kalau soal insomnia... Sejak kapan Bu Sita mengalaminya?

Sejak dulu memang Sita tidak tentu waktu tidurnya. Bawaan bayi kalau kata orang. Tapi sejak Prosedur makin parah, saat balik lagi ke Jakarta makin menjadi-jadi ... Biasanya dia nyetir malam-malam juga biar ngantuk. Sering saya pantau. Tapi setahu saya pas berhenti di rumah Adit itu ya terakhir ... hari-hari belakangan sudah enak tidurnya.

Begitu ya, Bu... baik Bu, untuk jadi catatan.

Apakah anak saya dan Nak Adit menjalin komunikasi setelah pertemuan itu? Saya duga iya, meski saya agak sungkan bertanya pada Sita.

Sepanjang pengetahuan saya, Pak Aditya menjaga kontak dengan Bu Sita demi observasi.

Berat juga ya buat Aditya... (tertawa) Memang tidak ada orang lain yang bisa menggantikan Adit untuk observasi?

Pak Aditya berkeras, Bu. Bagaimanapun, Pak Aditya yang paling dekat dengan Bu Sita jadi kalau ada tanda-tanda bahwa Prosedur Bu Sita mengalami kegagalan, atau ada kenangan masa lalunya yang kembali, Pak Aditya yang paling tahu.

Kalau menurut kalian bagaimana?

Soal apa, Bu?

Apakah yang terjadi pada 11 November kemarin kebetulan saja? Atau ada alasan lain?

Kami hanya bertugas mewawancarai narasumber. Saya rasa data ini harus diolah lebih lanjut, observasi juga harus lebih diperpanjang. Tapi kami tidak punya kewenangan untuk menganalisis.

Saya tak bertanya analisis resminya. Saya menanyakan pendapat kalian pribadi saja.

Semuanya hanya kebetulan. Kalau menurut saya.

Kebetulan yang aneh.

Bu Fia sendiri bagaimana... apakah punya teori?

Entahlah, mungkin memang kebetulan. Kebetulan tidak selalu harus masuk akal, kan?

Betul Bu.

Konon arwah manusia kembali ke dunia, bergentayangan, saat mereka merasa punya urusan yang belum diselesaikan.

Anak saya mungkin lupa siapa Aditya Utama, lupa tentang Memoria... tapi sesuatu dalam jiwanya merasa ada yang belum selesai.

Bertemu begitu banyak orang. Pergi begitu jauh. Tapi dia kembali.

Lalu malam itu, belokan demi belokan, tikungan demi tikungan, tiga tahun berlalu, dan dia memarkirkan mobil di rumah tempat dia melupakan segalanya. Berakhir di hadapan orang yang ingin dia lupakan.

Hipotesis yang menarik. Sayangnya .... sulit dibuktikan secara ilmiah. 

Yang Menjadikannya AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang