ASIA 9: Traumatic

3.9K 834 160
                                    

Malam itu pecah, tangisan menggema, darah mengalir deras. Rasa benci menyayat hati.

Pukul 2 dini hari, rumah yang mulanya menjadi tempat party yang penuh dengan senyum dan tawa seketika berubah dalam sekejap. Tawa sebelumnya lenyap digantikan oleh tangisan. Ambulan datang bersamaan dengan beberapa mobil kepolisian. Ada tim forensik dan tim penyidik juga malam itu.

Seorang gadis dibawa keluar dari dalam rumah dengan kedua tangan dibelenggu. Dua polisi mengawal disisi si gadis. Air mata kebencian seketika menjadi sebuah pukulan yang semakin dalam bagi dirinya.

Tersangka utama pembunuhan Gleo Wardeva, Kefi Zulfa.

"Arghhh anjing, Kef!" Tomi mengumpat dalam tangis ketika Kefi yang akan dibawa untuk diselidiki berjalan dihadapannya. "Sahabat gue lo bunuh? Lo punya masalah apa sama Beo?" Cowo itu maju mencengkram pangkal leher Kefi. "APA GUE TANYAA?!"

Namun yang ditanya hanya mampu terpejam dengan air mata terus membasahi pipi. Dia tidak memberi respon apapun. Hanya bungkam.

Sementara itu, di dalam ambulan, kantong mayat berisi jenazah Gleo sudah terletak, siap untuk diproses lebih lanjut. Para sahabatnya berdiri gemetar menatap. Hembusan nafas terasa tajam, seolah mampu menggores paru-paru. Mereka terluka hebat.

Tangisan saling beradu, berteriak memecah sunyi. Kuku-kuku jemari tanpa sadar merobek kulit.

Malam itu, banyak hati yang dibuat hancur. Ada amarah yang membara. Ada dendam yang teramat. Lalu trauma berkepanjangan.

Angel nyaris gila menghapus darah Gleo yang memenuhi telapak tangannya. Gadis itu memekik histeris bersamaan dengan sirine ambulance bergerak membawa sahabatnya pergi. Kepalanya hampir meledak, tapi darah itu tidak mau hilang. Angel lepas kendali.


"ANGELLLLL!"

Jika ada kata lain dari panik setengah mati mungkin itu yang sedang Devan alami saat ini. Angel yang tidur disebelahnya sudah banjir keringat dingin namun tidak bisa terjaga dari tidur. Ia terus menangis menyebut nama sahabatnya Gleo.

Devan berteriak memanggil nama Angel. Tidak peduli lagi apabila teriakannya sampai membangunkan anak-anak di lantai atas. Saat ini Devan hanya ingin Angel sadar dari mimpi buruknya.

Berulang kali Devan mencoba membangunkan Angel dengan cara menepuk kuat pipi dan mengguncang tubuh, sampai akhirnya usaha Devan berhasil setelah hampir sepuluh menit dibuat gila sendiri.

Devan memperhatikan Angel yang terbangun dengan wajah tegang. Nafasnya memburu seperti orang yang baru saja berlari jauh. Sesaat Devan bisa bernafas lega kala Angel bangkit dari tidurnya kemudian memeriksa tangannya.

"Darah? Nggak ada sayang," tutur Devan pelan. Ini sudah sering kali terjadi, jadi Devan sudah hafal kondisi istrinya. Setelahnya ia membuka laci meja dan mengambil kotak obat yang tersimpan di sana. Dia berikan beberapa obat yang harus Angel minum.

"Nih, airnya."

Angel menerima semua pemberian Devan dan segera menyelesaikan ritual sialan ini. Perempuan itu meletak gelas di nakas lalu turun dari ranjang.

"Aku cek kondisi anak-anak di kamar dulu."

Devan memilih diam, hanya memperhatikan saja sampai Angel keluar kamar dan pintu ditutup kembali. Melirik jam dinding yang menempel disebelah televisi, sekarang pukul 02.37. Devan menghela nafas panjang, ia memijit alisnya.

___

Denting dari sendok yang beradu dengan piring adalah hal pertama yang Alicia dengar saat dia menuruni tangga bersama sang abang. Di hari ke dua ini, seragam Cendrawasih sudah melekat di tubuh mereka, siap untuk berangkat ke sekolah barunya.

ASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang