Singgah Yang Tak Sungguh #14

346 30 2
                                    

Beberapa tahun lalu.

Lima belas menit, setengah jam, hingga hampir satu setengah jam terduduk di sebuah sofa merah di lobby depan bioskop tanpa ada tanda-tanda bahwa sosoknya akan tiba, Raras berusaha mengecek kembali hape yang tak lepas dari genggam.

Anggap saja dirinya bodoh atau terlalu percaya pada semua ucapan dari Akhbar, tak sekalipun Raras mempertanyakan lagi ucapan dari laki-laki itu yang akan tiba menyusul. 

Dengan terus membohongi diri bahwa sosoknya akan segera muncul dari tangga eskalator dengan senyum ramah dan matanya yang seakan berbicara, Raras tak memedulikan bagaimana orang-orang berlalu lalang bahkan beberapa di antaranya Raras kenali telah selesai menikmati film sedari ia tiba hingga kini ia masih duduk termenung menunggu.

Dengan mengenakan kaos dibalut cardigan berwarna earth tone dan celana jeans serta tas kecil melingkar di pundak, Raras sesekali mengetukkan hape seraya melihati beberapa pasangan datang menikmati waktu entah itu bercanda tawa atau mengobrol bersama. Mungkin beberapa orang yang melihati dirinya melempar tatap iba karena masih sendirian disana.

Sialan memang, bagaimana bisa semuanya jadi seperti ini hanya karena niat Raras yang ingin terus meluruskan hubungan di antara mereka? Tak perlu lagi ditanya apakah perasaan Raras masih bisa menanggung semua kekecewaan dalam diri, batinnya lelah untuk terus mempertahankan sesuatu yang rasanya tak ingin diperjuangkan lagi.

Lihatlah, bahkan beberapa pesan teks BBM yang dirinya kirim pada laki-laki itu juga masih sama tak tersentuh disana. Apakah se-terpinggirkan itu dirinya dari hidup Akhbar kini?

"Raras?" panggil sebuah suara dari samping membuatnya menoleh dari tertunduk.

"Eh, Fanny? Sama siapa?" tilik Raras pada sosok yang ia kenali sebagai teman satu kelasnya nampak cantik dengan pakaian feminimnya.

"Gue sama adik gue nih yang kecil, tadi nonton kartun biasa. Lo sendiri sama siapa?" celingukan Fanny percuma karena Raras yang sedari tadi menunggu masih tak menemui hasil.

"Gue... masih nunggu Akhbar nih, mau nonton juga hehe."

"Akhbar? Bukannya... lo udah putus ya?" tanya Fanny terbata ragu.

"Hah? Nggak kok."

"Loh, terus kemarin... yang gue lihat di foto waktu Akhbar ngerjain proposal bareng sama Dania itu..." tunjuk Fanny ke udara enggan meneruskan kalimat kian memupuk rasa penasaran Raras.

"Kenapa, Fan? Foto apa?"

"Bentar, ini lo bercanda apa emang beneran gak tahu deh?"

"Kak ayo pulang—" celetuk seorang anak laki-laki kecil menarik tangan Fanny dan menunjuk pada area bermain tak jauh dari sana.

"Iya bentar ya."

"Foto... foto apa sih? Gue gak paham. Kalo kemarin Akhbar ngirim gue foto emang iya waktu dia masih ngerjain proposal, ada banyak temen-temen lain juga," taut kedua alis Raras dengan firasatnya kian bekerja cepat.

"Bukan, maksud gue foto waktu mereka udah kelar ngerjain proposal apalah itu. Mereka foto bareng-bareng gitu terus sempet di pasang di foto profilnya si Fikar."

"Ng-nggak, gak ada foto apa-apa. Akhbar gak ngirim foto mereka bareng."

"Aduh gimana jelasinnya ya?" garuk samping kening Fanny terlihat ragu-ragu. Hanya satu hal yang Raras pahami jika seperti ini, antara gadis itu sedang menutupi atau ia yang tidak ingin Raras dibuat mengetahui kenyataan pahit lain. 

"Kak, ayo donggg lama," rengek adiknya lagi membuat Raras merasa sungkan untuk menahan Fanny disana.

"Iya bentar—"

Jatuh Hati, Abdi Negara: Dokter MiliterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang