Beberapa tahun lalu.
Sedari tadi dirinya duduk di kursi besi termenung dalam ramai gedung fakultas ekonomi, Raras akhirnya mampu menyunggingkan senyum tipis tatkala pintu dari ruangan samping dengan beberapa anak BEM nampak selesai dengan rapat mingguannya.
Entah sudah berapa lama Raras menunggu sampai matahari kian tenggelam nampak dari jendela besar disana, ia hanya ingin berusaha menyambut dengan suka cita pada janjinya bersama Akhbar untuk menonton sebuah film horor keluaran terbaru di bioskop.
Rasanya sudah lama sejak terakhir kali mereka berdua pergi bersama, dan Raras tak ingin melewatkan kesempatan bersama untuk bisa bertemu dan berbincang banyak hal dengan Akhbar.
Ya, sudah cukup lama sejak laki-laki itu terus tak ada kabar dengan Raras tidak ingin mengganggu karena beragam dalih bahwa Akhbar disibukkan dengan kegiatan kampus dan akademiknya sendiri.
Setelah permohonan kesekian kali hingga dirinya setengah mengemis meminta, laki-laki itu mau dan berkenan untuk memenuhi permintaannya.
"Akbar—"
"Kayanya emang harus diselesaiin sekarang, Dan. Terus gimana tanggapan dari pak rektor?"
Menangkapi sosoknya terlihat di ufuk mata dengan Raras sontak terbangun dari duduk hendak menyambut, nampak diri Akhbar berbicara serius pada sosok perempuan yang ia kenali sebagai wakil dari pacarnya yang menjabat sebagai ketua BEM membuat Raras terdiamkan.
"Kalo dari pak rektor sendiri emang sempet kekeuh buat nge-cancel acaranya. Katanya juga proposalnya masih abu-abu gak jelas jadi dari pihak kampus juga belum mau approve," balas Dania.
"Aduh, kalo gak dikebut hari ini juga pasti acaranya gak bakalan kekejar nyampe hari H."
"Mau dilemburin lagi proposalnya? Di rumah gue aja gimana?"
"Gapapa? Biar gue undang yang lainnya juga—"
"Akhbar," panggil Raras yang meski dalam lubuk hati tak ingin memecah obrolan di antara mereka namun laki-laki itu tak akan menoleh padanya bahkan mungkin tak akan menyadari kehadirannya apabila Raras tak sedikit menyerukan panggilan.
"Raras? Kamu disini dari tadi?" toleh Akhbar setengah terkejut dengan dirinya.
"Iya, tadi aku nungguin kamu kelar rapat. Gimana? Jadi kan?" harap was-was Raras setelah mendengar apa yang menjadi pembicaraan mereka berdua.
"Maksudnya... jadi..."
"Nonton bioskop? Ada film horor baru yang kemarin aku ceritain ke kamu."
"Maksudnya kita nonton... oh iya, aduh..." keluh pelan Akhbar hingga menoleh pada Dania yang selesai mengenakan sepatunya disana.
Tentu terlihat ekspresi ketidak enakan dari laki-laki itu. Namun kali ini Raras hanya ingin mengerti hal apa dan siapa yang akan Akhbar korbankan kali ini.
"Ras, aku... kayanya belum bisa nonton hari ini soalnya aku masih mau benerin proposal BEM yang belum kelar," genggam tangan Akhbar padanya berusaha memberi pengertian.
Tentu rasa marah dan murka menggema muncul ke permukaan dalam hati Raras. Setelah sekian alasan, sekian keputusan sepihak, dan sekian pengertian yang seperti tak akan ada habisnya, tidak ada yang lebih besar dari rasa takut Raras apabila kehilangan Akhbar hingga mau tak mau jawaban yang akan selalu Raras berikan hanyalah menyanggupi apapun bentuk penolakannya.
"O-oh... ya udah kalo gitu gapapa kok," benar Raras pada tas di pundaknya sesekali memperhatikan Dania yang seperti melemparkan tatap iba.
"Aku beneran minta maaf. Besok, janji besok kita jadi nonton bareng. Ya?" tatap lekat Akhbar masih memberi pengertian dengan Raras yang kian tak mempercayai apapun perkataan dan janjinya. Terlalu basi untuk dimengerti lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Hati, Abdi Negara: Dokter Militer
RomanceBersama dengan Akbar sebagai cinta pertama dalam hubungan sembilan tahun lamanya tentu membuat Rarasati merasakan bahagia dalam diri. Namun saat menuju perayaan sepuluh tahun hubungan mereka, Akbar nyatanya tak pernah menemukan letak titik kebahagia...