Garis Benang Merah #7

456 30 0
                                    

"Selamat untuk SMA Bhakti yang berhasil menyelesaikan enam dari sepuluh soal olimpiade matematika, dan juga selamat kepada SMA Plus yang juga berhasil menyelesaikan empat dari sepuluh soal tersisa."

Peserta yang gugur dan tak sampai pada partai final, saling riuh bertepuk tangan terduduk rapi di kursi penonton. Raras tahu mereka melakukannya dengan terpaksa nampak dari raut wajah yang saling ditekuk. Siapa suruh mereka kalah dari timnya coba?

Pun melihati lagi pada Fira dan Akhbar sebagai rekan satu timnya ikut terduduk di samping, Raras tak bisa lebih bersyukur dari ini karena dirinya yang sekedar numpang nama akhirnya mampu ikut merasakan tensi tinggi perlombaan antar sekolah satu negara tersebut.

Ya Raras juga tidak bodoh-bodoh amat sih, buktinya hampir semua pertanyaan kimia dan matematika tadi dirinya ikut andil memberi jawaban. Tapi melihati sosok Akhbar ada di ujung sana, Raras tak bisa melepas senyum manis dari wajah menyadari bahwa dirinya merasa mampu untuk sedikit bisa mengimbangi bagaimana keren pacarnya itu yang selalu menjadi idola sekolah. 

Oke, Raras tidak ingin mengacaukan perlombaan final ini selain dirinya ingin sekali-kali membubuhkan namanya di piala yang akan di pajang depan gerbang sekolahan nati, dirinya juga ingin membuat momen istimewa bersama Akhbar. Mana laki-laki itu juga sedang sadar dirinya tatap, ikut menoleh dan tersenyum.

Untung saja ia meminta Fira untuk duduk di tengah mereka, kalau tidak mungkin Raras sudah ingin mendekapnya erat karena Akhbar yang begitu nampak menggemaskan kini.

"Kuis terakhir wajib fokus ya, Raras gak boleh kangen-kangenan sama Akhbar dulu plis," celetuk Fira yang begitu ambis tahu saja dengan Raras langsung menarik pandangan.

Tentu saja degup jantung makin tak beraturan karena mereka bertiga sudah bersiap untuk menyambut kemenangan telak. 

Bagaimana tidak? Untuk pertama kalinya dalam gelaran olimpiade yang pernah sekolah mereka ikuti, baru kali ini nama SMA Bhakti tercatat mampu menjadi penantang terakhir bagi SMA Plus yang terkenal seantero jagat sebagai sang juara bertahan.

Dan kini setelah berhasil menjawab beberapa rangkaian pertanyaan sebelumnya dengan menekan bel, mereka begitu meyakini telah menapakkan satu kaki pada podium tertinggi setelah menilik pada papan skor mereka unggul cukup jauh dengan selisih 105 poin.

"Segini aja nih SMA Plus-Plus itu?" bisik Akhbar lirih membuat Raras dan Fira ikut mengintip pada meja di seberang panggung memperlihatkan tim lawan nampak saling berbincang entah apa.

"Akhbar gak boleh sombong, masih ada babak terakhir soal biologi," balas Fira memajukan kursinya.

"Gapapa kali, sombong itu perlu biar kita bisa optimis. Tuh lihat, kayanya mereka mulai panik."

"Mereka lagi nyusun strategi kali?" sangsi Raras.

"Udah, gak perlu pake strategi-strategian kita pasti menang. Tahu gini mending yang berangkat olimpiade tahun kemarin kita aja, gak usah kakak kelas, ya gak? Udah gagal, kalah enam belas besar lagi. Malu-maluin."

Sebenarnya dalam hati terdalam, Raras menyetujui bagaimana ungkapan yang datang dari Akhbar bahwa secara kalkulasi poin mereka sudah jauh lebih unggul. 

Mengejar ketertinggalan poin sebegitu banyaknya dan menang, rasanya cukup mustahil kecuali mereka berhasil menjawab semua pertanyaan tanpa ada yang salah sedikitpun.

Namun entah mengapa ada sesuatu dari tim pesaing di seberang sana nampak seperti menyiapkan hal yang tidak diduga. 

Sebenarnya tak ada yang begitu mencolok sih dari mereka, tapi firasat Raras mulai beralasan ketika melihati ada satu laki-laki terduduk di tengah yang tak mencerminkan seorang kutu buku seperti dua teman lainnya nampak sibuk mencorat-coret kertas. 

Jatuh Hati, Abdi Negara: Dokter MiliterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang