Masa Depan Dan Masa Lalu Bertemu #10

394 36 5
                                    

Oke, pernahkah Raras menjelaskan bahwa ketika awal bertemu dengan Syahwildan dirinya merasa begitu canggung ketika mengobrol maupun hanya sekedar saling duduk meski dalam diam? 

Dan kini di dalam mobil yang laki-laki itu kemudikan, hanya ada tembok hening yang begitu tinggi menjulang di antara mereka. Antara Raras yang terus saja melihat keluar jendela menatap pada gedung-gedung tinggi kota, dan juga Wildan yang terus saja fokus pada jalanan malam. 

Segala hal memang berputar di kepala Raras tentang apa yang ingin dirinya katakan dan obrolkan bersama Wildan di sampingnya. 

Namun untuk kali ini saja Raras ingin terus tenggelam dalam lautan asmara dengan membiarkan tangannya tergenggam pada Syahwildan erat bersamaan jemari mereka saling mengisi tak pernah lepas sedari keluar dari mall.

Sialan, padahal hal-hal seperti ini sudah tidak asing lagi bagi Raras. Sebut saja dirinya seperti abege puber yang baru merasakan jatuh cinta, tapi degup jantung yang kian tak karuan dengan senyum tipis yang tak ia lepaskan tidak mampu berbohong. 

Dengan sedikit keberanian dan rasa malu-malu Raras berusaha menoleh pada Wildan yang melihatinya nampak duduk dengan sikap dan posisi tubuh tegap sekali. Sungguh Raras merasa tak kuasa untuk terus menahannya dan sontak tertawa begitu saja membuat Wildan sedikit terkejut takut jika Raras kesurupan.

"Kok ketawa?" tanya Syahwildan sesekali menoleh dengan logat Medan nya keluar begitu saja tiap kali dirundung malu ataupun salah tingkah.

"Gapapa kok."

"Kesambet? Kesurupan?" wajah tegang dari Wildan begitu nampak membuat ide jahil Raras begitu menggebu.

"Gak, Syahwildan, sayangku. Oh ya, kira-kira besok Nadia udah bisa pulang belum, sayang?" ucap Raras tersenyum dan sengaja menekankan panggilan baru manis mereka yang bisa dilihati berhasil membuat laki-laki di sampingnya mulai membanting stir memasuki perumahan kian panik. 

Sialan lucu sekali. Laki-laki itu sebelumnya pernah pacaran gak sih?

"Sebenernya udah bisa pulang. Tapi kalo dia mau lebih lama di rumah sakit juga gapapa."

"Yang kamu maksud pengen lebih lama di rumah sakit itu... Nadia apa aku?" kerling mata Raras bertingkah kegatelan.

"Kamu mau aku rawat di rumah sakit?"

"Haha bukan gitu maksudnya ih—gak romantis banget."

"Hahah, ya teman kamu maksudnya, si Nadia," cubit Wildan bagai senjata makan tuan Raras dibuat tak mampu menahan semburat merah di wajah. Padahal tadi ia yang berniat membuat laki-laki itu lebih salah tingkah.

"Ya udah sih, gak usah ganteng-ganteng juga," lirih Raras namun lebih seperti bergumam sendiri ketika Syahwildan mulai menepikan mobil di depan gerbang rumahnya.

"Bayar loh ya, dari mall ke sini dua puluh lima ribu."

"Oke, aku bayar pake daun mau?" canda Raras menoleh dengan Wildan menatapnya lembut penuh perhatian. Gak, pokoknya Raras gak boleh ngebawa perasaan baper ini sampe mimpi. Pokoknya gak boleh.

"Asal gak dibayar pake tampolan aja."

"Haha apa banget sih. Oh ya, masuk yuk? Papa udah pulang kayanya."

"Besok aja gapapa ya? Udah malam gak enak sama tetangga," ucapnya lembut.

"Yakin gak mau ketemu sama temen deketnya nih?" tawar Raras padahal sebenernya dirinya sendiri yang masih ingin bersama Wildan.

"Besok aja deh."

"Oke, gapapa kok."

"Kamu mau aku jemput gak?"

Jatuh Hati, Abdi Negara: Dokter MiliterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang