Sejak kepulangannya beberapa jam yang lalu, Gala duduk termenung di balkon kamarnya. Mulutnya sejak tadi bergeming tak karuan, satu persatu pertanyaan mulai menghampirinya.
"Kalau beneran hamil gimana?" Gala memijat pelipisnya, terasa sedikit nyeri, mungkin sejak tadi ia terus menerus berpikir keras tentang masalahnya.
"Gue belum punya apa - apa, terus anak sama istri gue nanti makan apa?" Pikiran Gala mulai rancu kemana - mana. Detik berikutnya, suara ketukan pintu membuatnya mengalihkan perhatian sejenak.
Ia tau siapa yang datang, Gala beranjak dari bean bag berwarna biru tua miliknya itu menuju pintu kamarnya.
"Masuk aja bi. Bawa ke balkon. Aku mau ke kamar mandi dulu." Perintahnya setelah membuka pintu kamar. Wanita paruh baya itu mengikuti instruksi dari Gala, menaruh secangkir coffee cappucino di meja balkon.
Gala keluar dari kamar mandinya, ia berpapasan dengan pembantu yang membawakannya secangkir kopi tadi. "Makasih bi Ayu." Seulas senyum terukir di bibirnya, detik berikutnya senyuman itu seketika memudar dengan cepat.
Gala kembali keluar dari balkonnya lalu kembali duduk dibean bagnya. Ia menatap datar jutaan bintang berkedip di atas sana.
Salah satu tangannya terulur mengambil cangkir kopi tadi. Ia menyeruputnya sedikit lalu menaruhnya kembali di atas meja.
Rasa bersalahnya itu kembali berputar di otaknya, sedikit frustasi setelah salah satu anggota keluarganya tadi mengucapkan kata kata hamil. Apalagi, satu diantara mereka mengerti ekspresi yang ditunjukkan olehnya tadi.
"Seluruh keluarga gue pasti bakalan marah, mereka pasti kecewa sama gue."
"Tempo hari kenapa gue harus ngelakuin itu sih?" Memori kelam beberapa hari yang lalu kembali beterbangan di pikirannya.
"Kalau aja gue bisa nahan emosi. Pasti semuanya ngak akan terjadi."
"Kenapa gue baru nyadar sekarang?"
"Apa lagi dia beda keyakinan sama gue. Pasti kedepannya bakalan lebih ribet." Gala memukul - mukul kepalanya kuat. Ia baru teringat sesuatu tentang wanita itu. Tembok besar itu, apakah nantinya akan roboh jika suatu saat kehamilannya itu terbukti. Siapa diantara mereka yang memilih untuk menerima kenyataan?
Gala merubah posisinya menjadi duduk, matanya bergerilya sejenak. Sebuah objek yang letaknya ada tepat di depan rumahnya itu membuat perhatiannya seketika berubah ke arah dua orang di sana.
Seutas pertanyaan berhasil keluar dari mulutnya. "Apa di usia muda gue, gue nanti juga akan seperti mereka?" Matanya masih terfokus tajam melihat perdebatan sepasang suami istri yang beberapa hari lalu baru saja melaksanakan pernikahan
"Apa iya, keterpaksaan akan membuat seperti laki - laki itu?" Gala menggelengkan kepalanya cepat. Ngak, ngak, ia tidak boleh seperti laki laki di depan sana. Menampar, memukul, bahkan menjambak wanita yang saat ini menangis sesenggukan di hadapannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALARIAN
Ficción GeneralMenjadi anak yang terlahir dari keluarga kaya raya merupakan impian semua orang. Namun, siapa sangka? dibalik kemewahan serta kekayaan sebuah keluarga ternyata menyimpan banyak sekali rahasia rahasia besar di dalamnya. . . . "Kamu nggak mau kan kelu...