BAGIAN 16

11.3K 482 102
                                    

eyyow, welkam

mau minta tolong, boleh? tolong kasih dukungan dg voment ya, sangat di butuhkan

btw Happy Reading ♡

-🐻🐻🐻-

Waktu berjalan begitu cepat. Hari wisuda Ziva jatuh lusa nanti.

Malam ini begitu sunyi. Ziva melangkahkan kakinya nenuju balkon. Menatap langit yang indah dipenuhi kelap kelip bintang bersinar. Mengapa akhir-akhir ini pikirannya keruh, mengapa seperti ada beban yang menyangkut di pikirannya?

"Belum tidur?" Suara berat yang sangat ia kenali, suara Papinya.

Ziva menoleh, ia tersenyum hangat menatap Papinya yang melangkah menghampirinya. "Ziva lagi nikmati sunyi-nya malam, Pi."

Papi duduk disebelah Ziva. Ia ikut mendongak, memandang langit indahnya itu. "Suram banget langitnya,"

Ziva mengerutkan keningnya, lalu dia menoleh ke Papinya yang ternyata juga sedang menatapnya. "Kenapa, Pi?"

Papi menjawil hidung Ziva. "Aura terangnya udah di curi sama princess Papi," katanya di akhiri kekehan.

Ziva terkekeh pelan. Dia bersandar di bahu Papinya. "Papi bisa aja,"

Tangan Papi mengurai rambut Ziva. "Ada apa?" Feelingnya mengatakan bahwa Ziva sedang memikirkan sesuatu.

Ziva memejamkan matanya, menghirup udara segar nan dingin itu. "Ziva pengin ngutarain sesuatu mengganggu pikiran Ziva, tapi Ziva aja gatau apa yang ada di pikiran Ziva. Papi pahamkan?"

"Iya Papi paham," balas Papi.

Keheningan melanda keduanya. Dua insan itu masih tak bosan menatapi langit namun masih fokus dengan pikiran masing-masing. "Bentar lagi kamu wisuda kan?" Tanya Papi.

"Yap. Lusa Ziva wisuda, Pi."

Papi menunduk memandangi anak bungsunya. "Papi dengar dari Mami, pacar kamu itu dosen pembimbing kamu ya? Gimana hubungan kamu sama dia?"

Ziva mendongak menatap Papinya. "Sejauh ini baik-baik saja, Pi."

"Ada niatan untuk melangkah ke hubungan lebih serius?"

Ziva ragu menjawab, pada akhirnya dia mengganggukkan kepalanya. "Sudah beberapa kali dia ngajak Ziva buat tunangan. Tapi Ziva belum siap, Ziva merasa belum ada bekal buat jadi istri orang. Jelas-jelas Ziva aja masih jadi beban Mami Papi, belum bahagia'in orangtua Ziva. Ziva ngga mau terlalu buru-buru."

"Menikah itu bukan hal yang main-main. Harus ada persiapan mental seseorang untuk menghadapi rintangan untuk ke depannya. Tapi kamu harus yakin, dimana ada rintangan pasti akan ada solusi dan jalan keluar. Semua rumah tangga pasti akan merasakan yang namanya masalah, utamanya itu untuk menguji kekompakan, menguji mental, kesabaran, kedewasaan sepasang suami istri. Masalah utama cuma satu, puncaknya. Semisal nanti anak Papi ini menikah, Papi mohon kamu ingat bahwa Mami Papi masih ada di sisi kamu, kami siap menemani kamu apapun kondisinya. Ingat, jangan merasa sendiri."

"Iya, Pi."

"Selesai wisuda, rencana kerja belum berubah? Masih tetap ingin merecoki Mami di Restoran?"

Kekehan keluar dari mulut Ziva. "Iya, Pi. Otak Ziva hanya mampu ngerusuhin Mami,"

"Ada-ada saja kamu,"

"Kamu lulusan Sarjana Manajemen Ekonomi dan Bisnis. Bisa saja melanjutkan bisnis Mami, tapi apa engga nyoba buat kerja di perusahaan Papi?"

"Maaf, Pi. Kalau boleh milih, Ziva bakal pilih pekerjaan yang tak menyangkut pautkan Mami Papi. Ziva pengin ngerasain susahnya nyari pekerjaan di luar sana kaya remaja lainnya. Ziva pengin memulai karir dari nol, bangun masa depan dari awal."

Dosen Sinting! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang