Bab 4 - Seperti Tom & Jerry

371 56 19
                                    

'Sshh.. You're too loud'

"HEI! HEI! Laat ze allebei gaan, laat ze met rust. Ik heb de leiding." Ujar Theo dari kejauhan. (Lepaskan mereka berdua, jangan ganggu. Aku yang bertanggung jawab)

...

Mengarahkan tongkat sakti-nya pada sekawanan Tentara haus belaian itu, Theo memperingati mereka untuk tidak usah macam-macam, pada Gantari ataupun anak kecil yang sedang memeluk tubuh gadis itu ketakutan.

"Lepaskan dia." Titahnya dingin, meraih lengan bergetar Gantari untuk segera bangun dari keterdudukannya. Ia bangun dengan pelan, matanya tetap saja mengawasi para Tentara itu dengan tatapan waspada.

Salah satu dari mereka meludah, tepat di depan Theo, yang nampaknya tidak merasa terganggu, dan tidak merasa aneh lagi dengan tingkah bar-bar dari para Tentara muda itu.

"Berapa kamu bisa membayarnya?" Tawar Tentara yang meludah tadi, ia menengok ke belakang, yang hanya ditertawai pelan oleh teman-temannya. Ia kembali menatap Theo dengan senyuman licik, yang terpatri di bibir kering nya.

Theo memanggil Handoko, abdi setia itu langsung berlari ke arahnya. Dan Handoko sudah tahu, ia mendekatkan telinganya pada tubuh jangkung Theo. Lelaki itu berbisik beberapa detik, Gantari sesekali melihat ke arah Theo yang sangat tenang. Ia belum pernah di hadapkan dengan situasi seperti ini, Gantari sangat panik, hati nya tak berhenti berdebar.

Handoko kembali berlari ke arah kereta kuda, mengeluarkan sesuatu dari dalam peti milik Theo dan berjalan cepat menemui Tuan nya lagi.

Abdi setia itu menyerahkan sekantong sedang uang pada Theo, ketika lelaki itu menerima nya langsung ia lemparkan pada Tentara tadi, "Cukup untuk membayar pelacur yang kalian sukai malam ini." Ujarnya datar.

Mereka bertiga nampak begitu senang, segera mengambil nya dan berlalu pergi.

Merunduk untuk melihat keadaan anak lelaki yang ada di pelukannya, anak itu masih bergetar bukan karena takut, tapi karena perutnya lapar. Tubuhnya sudah kurus kering, melihat banyak makanan di dalam warung itu membuat perutnya semakin berbunyi.

"Kamu mau makan?" tanya Gantari yang diangguki senang anak itu. Mengusap rambut kotor anak lelaki di hadapannya, kemudian menuntunnya ke dalam warung, anak itu nampak meminta izin Gantari dari tatapan matanya, untuk segera menyantap makanan lezat di hadapannya, yang langsung di angguki wanita itu.

Theo hanya memperhatikan dari luar, tak ada senyum di wajahnya tapi hatinya terusik, kala melihat kebaikan wanita yang baru ia kenal kemarin, "Kita terlambat beberapa jam, dari waktu yang sudah di tentukan, Meneer." ujar Handoko, yang langsung di kode Theo untuk tetap diam. Sang ajudan setia itu mengerti, ia ikut berdiri disebelah Theo dengan tenang, lalu mengikuti arah tatapan Tuan nya.

"Kita bisa tunggu, sampai anak lelaki itu makan dengan cukup. Berikan pakaian yang layak, dan uang untuk dia ketika sudah selesai nanti. Aku tunggu di kereta." berlalu pergi setelah mengucapkan titah itu, Handoko mengangguk, mengerti. Theo berjalan semakin jauh, ia akan duduk dan menunggu dengan santai di dalam keretanya saja.

¶¶

"Ternyata, Mr. Netherlands baik juga ya. Gue gak nyangka loh!" celoteh Gantari, ia menatap terang-terangan pada Theo yang memasang wajah acuh, di hadapan perempuan itu. Matanya masih setia membaca Koran, tak terganggu sedikit pun.

"Jika sudah kenyang, diamlah. Mulutmu berisik!" sindir pedas Theo.

Mengerucutkan bibirnya kesal, dibalas jutek seperti itu. Gantari menatap keluar jendela kereta kuda, yang masih berjalan melewati jalan yang kini kiri dan kanan, ada kebun teh yang luas. Takjubnya sekali lagi, udara sejuk menyapa wajahnya. "Indah banget, nyaman." gumamnya.

HALO! Tuan NetherlandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang