Bab 10, Gundik sang Meneer 0.2

291 36 20
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


¶¶

"Yang kiri, dikit lagi ke kiri, yaahh.. Itu, itu. Yes!!" sorak kegembiraan Gantari ketika melihat Theo berhasil menarik mangga paling besar dan matang dari atas pohon, mengantongi mangga itu, Theo segera turun ke bawah.

Meskipun wajahnya begitu masam, Gantari tak perduli, yang penting ia bisa makan mangga tersebut yang sudah ia inginkan sejak tadi pagi. Menepuk-nepuk bajunya yang terkena semut merah, Theo sedikit bersungut-sungut tak senang, kenapa jadi ia yang repot begini, sialan.

"Nih! Pertama dan terakhir. Kamu tau aku banyak pekerjaan, jangan menganggu ku lagi!" menyodorkan mangga dengan sedikit tak ikhlas, diterima Gantari dengan senang hati, Theo langsung melangkah lebar masuk ke dalam rumah, meninggalkan Gantari yang tengah senang bukan kepalang, mendapatkan mangga yang ia inginkan.

Ia cium-cium wangi mangga itu dalam-dalam, bibirnya tak berhenti tersenyum, "Ahahaha.. Asik, makan mangga nih. Buat sambelnya ah.." ia berbalik, masuk ke dalam rumah juga, sekarang tujuannya adalah dapur, mungkin meminta bantuan Sari.

Mengambil pisau kecil untuk mengupas kulit mangga, Gantari bersenandung kecil, ia duduk di bangku rotan dekat perapian. Liurnya hampir menetes kala melihat daging mangga itu yang seperti memintanya untuk segera dimakan, "sabar, sabar. Dikupas semua dulu, oh, piring buat wadah nya." beranjak mengambil piring ukuran sedang di rak, menaruh di atas meja makan kayu sebelah tempat ia duduk tadi.

"Nona sedang apa?"

"Eh, Sari. Sini bantuin aku kupas mangga, mau gak?" tawar Gantari, Sari mendekat melihat sudah setengah badan mangga terkupas kulitnya, "biar saya saja Non, Nona duduk saja, bahaya kalau sampai Tuan tau Nona memegang pisau seperti ini."

"Tsk! Jangan didengerin. Dia gak bakal perduli, Sar!"

"Maksud Nona?"

"Aku cuman Gundik, mana mungkin dia perduli." mengigit satu potongan besar mangga, mata Gantari tertutup setengah, ternyata lumayan asem juga. Tapi enak, ia jadi nambah.

"Nona tidak tau saja, pagi-pagi kami dikumpulkan di dapur kotor, hanya untuk mendengar pengumuman paling mengejutkan sepanjang saya bekerja disini."

"Apa tuh?" siku lengan kiri nya bertumpu pada meja, jari kanan Gantari sibuk memasukkan potongan mangga lagi ke dalam mulutnya.

"Tuan mengumumkan, Nona jadi pasangan istimewa nya. Ia--"

"Gundik maksudnya," potong Gantari, Sari mengkode dengan jari telunjuk yang ia goyangkan ke kanan kiri. "Pasangan, Nona. Pasangan, ingat ya."

"Gundik dan pasangan itu berbeda, bagi kami di zaman ini. Gundik itu wanita simpanan, posisi nya hanya jadi yang kedua, tapi pasangan itu semacam istri sah kalau menikah. Posisi nya jauh lebih tinggi dari sekedar Gundik"

"Euumm... Terus?"

"Yaahhh.. Nona itu sebenarnya seperti istri Tuan Theo secara tak langsung, posisi Nona di rumah ini sangat tinggi, bahkan bisa menyuruh Handoko atau Henrick untuk urusan pribadi, misalnya, menyuruh Handoko membeli kain kualitas bagus di Toko yang hanya kalangan atas, seperti bangsawan atau orang-orang kaya saja yang bisa belanja di sana."

HALO! Tuan NetherlandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang