Bab 11, Me and who?

203 34 15
                                    

••

"Ceritakan kisahmu Gantari, aku ingin dengar," berguling ke sisi kiri Gantari, setelah Theo puas menuntaskan hasratnya. Ia menarik selimut untuk gadisnya, Gantari menerima itu, langsung ia tutupi tubuh telanjang nya yang masih berkeringat hasil aktivitas panas tadi.

"Kisah yang mana?"

"Kisah cintamu, anggap saja aku percaya kamu dari masa depan."

Mengalihkan pandangan asal, terasa seperti membuka luka lama bagi gadis itu, ia bahkan sebenarnya ingin mengubur kisah cinta nya yang berantakan itu dalam-dalam. Nafasnya nampak tertahan sebentar, lalu ia hembuskan kasar, "kisah cinta ku sangat berantakan Theo, semuanya abu-abu. Mungkin karena aku terlalu berharap."

"Tidak ada hal sempurna di dunia yang sudah hancur ini, Gantari," ujarnya menyamping, memperhatikan bagaimana gadisnya menutup kelopak mata indahnya yang terasa memanas menahan tangis.

"Aku sudah berusaha. Berusaha belajar dari kesalahan masa lalu, berusaha lebih baik, tapi yang aku dapat kecewa lagi, tidak ada laki-laki yang benar-benar serius dengan ku."

Surai hitam Gantari disentuh lembut oleh jari jemari berurat Theo, ia memperhatikan bagaimana gadisnya sudah berjuang dengan keras selama hidupnya hanya untuk mengejar cinta, yang bahkan Theo pun tidak percaya akan itu, meski kedua orangtuanya menjalani pernikahan yang harmonis.

"Aku pergi kencan buta beberapa kali dalam sebulan, tapi hasilnya tidak ada. Saat ada satu lelaki yang mendekati ku, dia hanya penasaran, lalu ikut pergi seperti yang lain. Aku percaya akan ditemukan oleh orang yang tepat, tapi kapan?"

"Sekarang waktunya," jawab Theo, arah tatapan mereka bertemu, kala Gantari ikut menyamping ke arah nya.

Gadis itu hanya terkekeh, bagaimana bisa Theo mengatakan seperti itu? Status mereka kini saja hanya sebatas Gundik dan Tuan. Hal lumrah memang, hanya saja agak miris Gantari menyadari sepanjang hidupnya ia akan menyandang gelar seperti ini. Ia terkekeh, "aku tidak ingin berharap apapun lagi, bahkan memang seharusnya seperti itu, kamu ada disini, disisi ku. Tapi kalau diingat lagi, alasan kamu ada disini, karena aku sedang hamil penerus darah dagingmu."

"Aku tidak bilang seperti itu Gantari. Aku tidak memandang rendah kamu, meskipun status mu hanya seorang Gundik, tapi kamu tetap kamu, bukan seorang gadis yang menjual dirinya kepada banyak pria."

"Yaa, tapi, hanya kepada satu pria, bukan begitu, Meneer?" sindirnya.

"Ma'af, jujur saja, aku tidak memandang pernikahan sebagai suatu keharusan. Aku memandang itu sebagai penjara, harus terikat dengan seseorang, terlalu ribet dan sulit. Tapi tenang saja, aku bukan tipe pria pemain wanita, aku tidak akan tidur dengan wanita lain, atau memberikan gelar gundikku pada mereka, kamu akan tetap jadi gundik ku satu-satunya."

"Terserahmu, aku akan bersikap layaknya wanita simpanan, menghabiskan uang-uangmu yang banyak itu, dan menikmati keistimewaan yang kamu berikan," ujarnya acuh, memungungi Theo lagi.

Tubuhnya ditarik Theo perlahan, lelaki tegap itu memeluk dengan erat dari belakang. Ia menyembunyikan wajahnya di punggung kecil gadisnya, lengan besar dan kekar setia melingkar di pinggang ramping Gantari. Mereka tak ada yang bersuara, gadis yang tengah dipeluk, sedang sibuk dengan fikiran nya sendiri, tentang bagaimana nanti ia harus menghadapi situasi yang sangat asing untuk nya.

"Pernah capek tidak? Menjadi seorang bangsawan?" tanya ia tiba-tiba, wajah setengah lelah itu mengadah, alisnya naik satu ke atas, "tidak, aku hidup nyaman dan lebih dari cukup. Wajahku juga tampan, badanku disukai para wanita, rasanya aku bersyukur setiap hari."

Ia memberikan respon jengkel, memutar bola matanya kesal, lelaki ini, ingin sekali Gantari pukul kepala nya, tapi memang betul sih, apa yang Theo katakan semua itu fakta.

HALO! Tuan NetherlandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang