Bab 7 - Meneer dan rahasia nya.

210 38 7
                                    

¶¶

Tak ada yang menarik siang ini, hanya ada angin yang bertiup pelan menyapu wajah Gantari yang tengah bosan. Bosan karena tidak tahu harus kemana, dan harus berbuat apa, untuk membunuh rasa bosan ini. Membetulkan posisi duduk di balkon kamar, matanya bergerak pelan, menangkap setiap objek yang dilihatnya dari atas.

Tak banyak warga yang berlalu lalang, didepan rumah yang terbilang mewah pada masa ini. Hanya ada beberapa abdi dan juga warga sesekali lewat. Omong-omong soal Theo, ia pergi bersama para saudaranya ke tempat para Bangsawan muda berkumpul, semacam klub perkumpulan, di Kota.

Dan akan pulang malam nanti.

ia bangun dari duduknya, berjalan keluar dari kamar. Rumah ini begitu besar, Gantari belum menelusuri nya dengan penuh. Banyak ruangan yang ia tak kenal, sebenernya ia juga tak punya izin untuk masuk karena bagaimanapun ia hanya menumpang disini. Setiap langkah dibawanya pelan entah mau kemana, jari telunjuknya mengusap tembok sepanjang ia berjalan.

Begitu indah dan antik, semua yang ada didalamnya. Lukisan, Gucci, karpet, sofa dan semua perabotan di rumah dengan arsitektur Belanda kuno. Tak terasa ia telah sampai di taman belakang, dimana Theo sering berlama-lama menghabiskan waktunya disini. Taman nya begitu indah, banyak bunga bermekaran, rumputnya terpotong rapih dan langsung terhubung dengan hutan pinus yang nampak sejuk dan misterius.

Sejauh matanya memandang, hanya ada keindahan yang memanjakan mata, suasana semakin sejuk. Jari kakinya perlahan menyentuh rumput-rumput yang nampak sangat terurus, memejam sebentar merasakan ketenangan yang belum pernah Gantari rasakan sebelumnya. Semua gemuruh di kepala nya hilang, hatinya yang resah menguap begitu saja. Inilah, healing sesungguhnya.

Membuka matanya kembali, ia berputar putar di taman itu dengan senang, merasakan setiap angin yang lalu lalang dengan lembut. Handoko memperhatikan dari jauh, kemudian memutuskan mendekat pada gadis dihadapannya, di bibirnya terukir senyum tipis, "menikmati suasana nya?" Lontarnya ikut memejam merasakan elusan angin yang sangat lembut hari ini.

Melirik sebentar, Gantari mengangguk mantap. "Zaman ini alam masih sangat indah dan semuanya terasa sangat asli. Aku sangat menikmati berada disini, meskipun dalam waktu yang lama."

"Kenapa?"

"Aku menyukai semuanya, meskipun perang masih berkecamuk diluar sana. Hatiku nyaman berada di tahun ini."

Handoko berjalan ke arah Gazebo, ia mendudukkan dirinya disana, diikuti oleh Gantari duduk disebelah kanan. "Kamu udah kerja dengan Theo berapa lama?" ia penasaran, karena melihat Handoko yang sangat dekat dengan Theo dan menjadi abdi kepercayaan Tuan muda itu.

"Lumayan lama, dia memang sedikit kasar Gantari. Setiap ucapannya jangan diambil hati, Meneer hanya bingung cara bersikap dengan banyak orang, termasuk seorang wanita. Ia lelaki kaku, dibesarkan di lingkungan Bangsawan yang sangat ketat, membuat dia kesusahan berkomunikasi dengan banyak orang, setiap gerak-geriknya harus sesuai dengan tata cara kehidupan Bangsawan, ia tak boleh bersikap layaknya rakyat biasa." jelas Handoko.

Menatap ujung jemari kakinya, lalu memalingkan wajah mengingat memang Theo memperlakukannya sangat dingin dan agak kasar, tapi juga memanfaatkannya saat berada di rumah Tuan Vogel, tuan muda bangsawan memang begitu ya? Memperlakukan rakyat biasa sepertinya semena-mena. "Tapi adiknya baik ya?" celetuk Gantari teringat Edwin yang mengajaknya berkenalan kemarin.

Tuan muda satu itu agak berbeda.

"Dia memang baik, beda dengan tuan Theo, tuan Edwin seperti ayahnya yang dermawan dan suka tersenyum kepada siapa saja. Tidak rugi bila dekat dengan dia, hanya saja memang tidak tinggal disini."

HALO! Tuan NetherlandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang