Bab 16, Antara terror dan kesibukan Theo.

258 31 7
                                    

••

Pertemuan bisnis kali ini diadakan cukup pagi, sekitar jam sepuluh, di kediaman Tuan Hoeven, bangsawan dan pengusaha Belanda di bidang kain, bahan-bahan tekstil dan juga Kakao (cokelat) ia mempunyai hektaran pohon Kakao yang siap di olah menjadi cokelat dan di impor ke luar Hindia Belanda terutama ke negara-negara Eropa.

Theo yang sudah sampai dua menit lalu, membenarkan bagian atas jasnya agar semakin rapih, ada beberapa pengusaha juga disini, para Tuan tanah sebagian besar bangsawan Belanda. Theo melangkah pasti ke dalam rumah besar bergaya Jawa-Belanda, disambut oleh abdi bernama Jajang yang sudah berdiri sedari tadi menyambut para tamu, ia memegang nampan kayu jati mengkilap diatasnya ada beberapa gelas minuman alkohol yang mahal dari Eropa sana.

"Silahkan Tuan, minumannya." Ia menawarkan, Theo menolak dengan isyarat tangan, Jajang mengerti, ia merunduk lalu menawarkannya pada Henrick yang ikut menolak juga.

Henrick sangat bergaya hidup sehat, ia jarang minum alkohol, berbeda dengan Theo yang sering mabuk.

Sudah masuk di bagian dalam, ia dihampiri Carl, orang kepercayaan Tuan Hoeven, "sebelah sini Tuan Theo, Tuan Hoeven sedang menyambut tamu yang lain," lelaki itu mengerti, mengikut Carl yang menunjukkan tempat duduknya.

••

Setelah kepergian Theo dan Henrick, Gantari duduk sendirian di bangku rotan yang berada persis di teras depan rumah, ia memandang kosong lalu-lalang para abdi rumah, tak banyak pekerjaan yang bisa Gantari lakukan, lebih tepatnya, tidak Theo izinkan, lelaki itu posesif sekali akhir-akhir ini.

"Sebenernya apa ya maksud gue ke masa lalu? Kayak gak ada misi khusus gitu lho, aneh deh.." membatin dalam hati.

Tak minat lagi membaca buku yang daritadi ia gengam, menaruh asal di meja samping, Gantari menghela frustasi sekali lagi, perjalanan waktu yang ia jalani dan arti dari perjalanan ini belum ia temui maksudnya, setiap kejadian pasti ada maksud dan tujuan, begitupun ia di zaman ini, semua terasa rancu dan tak bisa ia tebak arahnya kemana.

Bagai dibawa ombak besar di lepas pantai, pikiran dan tubuhnya terombang-ambing tak menentu, ditambah kejadian semalam dan pagi ini, membuatnya semakin pusing.

"Gantari?"

"Neda? Ayok duduk bersamaku sini, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu."

Bocah Peri itu mengangguk, angin sepoi-sepoi menerpa rambut dan kulit mereka berdua, sempat hening selama dua menit, Gantari memandang jauh ke depan, tak menoleh, gelisah dirasakan Gantari sejak malam. "Kejadian semalam begitu mengerikan, sampai detik ini aku merasa takut untuk menyambut malam-malam berikutnya, sebetulnya apa yang dia mau Neda?"

"Menghancurkan Theo sepenuhnya. Bisnis, keluarga, kepercayaan orang lain, semua. Dia ingin Theo habis tak bersisa"

"Jahat banget! Aku yakin ia juga kaya dan sukses"

"Itu bukan patokan, setiap hati manusia memiliki keinginan untuk lebih dalam segala hal, lebih membenci, lebih merasa hebat, lebih untuk menginginkan orang lain sengsara. Nafsu, keserakahan, dendam, dia punya itu semua sebagai landasan kenapa serangan itu datang bertubi-tubi."

"Rencana apa yang mau kamu lakuin buat mencegah hal yang lebih buruk, Neda?"

"Tidak semudah itu mengalahkan mereka. Dukun yang mengirim sihir itu juga sakti, bukan dukun sembarangan. Aku tidak mau para pengawal setia keluargaku terluka parah, jadi, kuputuskan menyusun strategi dulu."

"Apa strategi kamu?"

••

Theo dan Tuan Hoeven akhirnya bertemu setelah menunggu selama 15 menit. Mereka langsung membicarakan kerja sama pembangunan pabrik tekstil baru di Buitenzorg. Kali ini, Theo menunjukkan minat yang lebih besar dengan menawarkan untuk menaruh saham lumayan besar di pabrik baru ini.

HALO! Tuan NetherlandsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang