Kenapa?

2K 212 15
                                    

°LABUHAN TERAKHIR °

Kenapa mas, kenapa mencintaimu selalu ada rasa sakit atau mengikhlaskan lebih baik?

-Humaira Jauza Malika -

_____________________________

Humaira menyiapkan segala keperluan Nafiz, setelah pulang dari rumah sakit Humaira merasa suaminya sedikit berubah meskipun terkadang sikap dinginnya masih ada.

"Saya pulang telat, kamu jangan nungguin saya."

Nafiz mendekat ke arah Humaira yang baru saja selesai mandi, Humaira membulatkan matanya. Untuk pertama kalinya Humaira melihat suaminya yang hanya memakai handuk di lilitkan di pinggang.

Humaira menjauh dari Nafiz , tatapannya melihat ke arah lain. " Kenapa?" Tanya Nafiz yang melihat reaksi istrinya.

"Gpp mas, kalo gitu aku mau nyiapin sarapan dulu." Baru saja Humaira ingin pergi tapi tangannya di cekal oleh Nafiz.

"Saya belum pakai baju kenapa buru-buru, saya mau kamu pakaikan dasi."

Humaira langsung membalikkan badannya, melihat ke arah Nafiz. " Bu-bukannya mas bisa pake dasi sendiri?" Tanya Humaira yang gugup.

"Saya mau istri saya yang pakaikan."

"Tap__"

"Gak ada penolakan."

Nafiz membawa pakaiannya dan mengganti di ruang ganti, setelah selesai memakai semuanya. Nafiz keluar dan melihat istrinya yang masih terdiam, Nafiz tersenyum. Sangat tipis.

Nafiz memberikan dasi kepada Humaira dan Humaira menerima, meski jantungnya sedang tidak baik-baik saja karena Nafiz selalu menatap dirinya dengan tatapan sulit ditebak.
Humaira memakaikan dasi dengan cekatan, ia sedikit kesulitan karena tinggi Nafiz yang berbeda dengan tingginya.

Nafiz tidak lepas pandangnya, setiap gerak-gerik yang Humaira lakukan Nafiz merekam. Bulu mata yang indah, bola mata yang memiliki warna kenyamanan, sayangnya Nafiz tidak bisa melihat semua wajah istrinya karena tertutup cadar.

"Sejak kapan kamu bercadar?" Pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari mulut Nafiz.

"Saat aku SMP, memang kenapa mas?"Tanya Humaira setelah dasi sudah selesai terpasang dengan rapih.

"Jangan pernah di lepas,jika tidak ada hal yang penting."

Cup!

Sebuah kecupan singkat yang diberikan oleh Nafiz membuat Humaira terdiam, bahkan matanya tidak berkedip. Rasanya Humaira seperti bermimpi di pagi hari, tapi jika di ingat-ingat ini bukan mimpi namun kenyataan.

"Saya tunggu di bawah." Ucapnya setelah mengelus kepala Humaira.

Sudah fix, pasti pipi Humaira merona. Jantungnya saja sudah berdegup kencang bagaimana Pipinya yang pasti sudah seperti kepiting rebus, Humaira langsung menggelengkan kepalanya. Menarik nafas dan membuangnya, mencoba untuk terlihat baik-baik saja.

Nafiz tersenyum, dia yakin pasti istrinya sedang merona karena tindakannya yang mungkin terbilang sangat tiba-tiba, tapi entah kenapa Nafiz ingin melakukannya. Nafiz mengeluarkan handphonenya dan mengetik sesuatu lalu tersenyum.

Labuhan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang