Zidan Zayen

2.5K 199 47
                                    

°LABUHAN TERAKHIR °

Tidak ada yang menyakitiku,
aku hanya terluka oleh harapanku sendiri.

-Humaira Jauza Malika -

______________________________

Setelah menyiapkan baju untuk Nafiz, karena Nafiz baru saja datang dari kantor dan benar apa yang dikatakan oleh Nafiz jika ia akan pulang malam, meskipun Nafiz mengatakan untuk tidak menunggu nya tapi tetap saja Humaira menunggu Nafiz pulang.

Apakah Humaira melupakan kejadian tadi siang? Jawabannya adalah tidak. Ia masih ingat, rasanya dikecewakan oleh laki-laki yang sangat ia sayangi, tapi Humaira cukup sadar diri dan ia masih menjadi istri Nafiz.

Humaira tidak ingin kewajibannya sebagai istri ia lupakan hanya karena sebuah kejadian belum pasti, Humaira masih percaya dengan Nafiz, Humaira yakin bahwa wanita yang bersama suaminya hanya sebatas teman perkejaan, tidak lebih.

Suara handphone berdering dan itu berasal dari handphone Nafiz, Humaira mengambil handphonenya dan berjalan ke arah kamar mandi.

"Mas ada yang nelfon!" Teriak Humaira didepan pintu.

Tapi tidak ada jawaban, akhirnya Humaira mengangkat dan terkejut saat seseorang diseberang mengatakan hal yang membuatnya berpikir bahwa wanita ini yang bersama suaminya saat siang.

"Hai, maaf aku ganggu kamu malem-malem. Thanks buat waktunya tadi siang, oh iya jangan lupa besok . Dah!" Ucap diseberang.

Tut!

Humaira menahan agar air matanya tidak jatuh, haruskah ia percaya dengan semuanya bahwa suaminya memiliki wanita lain di belakangnya?

Humaira tau bahwa ia istri yang tidak pernah di anggap, Humaira tau Nafiz tidak pernah menerimanya, Humaira tau Nafiz tidak mencintainya. Tapi apakah Humaira salah jika cemburu dan takut? Humaira juga sama seperti istri-istri yang lain.

Tidak terima jika diselingkuhi, tidak terima jika di bohongi. Apakah masih ada hak untuk Humaira?

"Kamu ngapain?" Tanya Nafiz yang melihat Humaira didepan pintu, Humaira tidak sadar jika Nafiz sudah selesai, terlalu sibuk dengan pikirannya.

Humaira menundukkan kepalanya, tidak berani melihat wajah suaminya. Karena matanya sudah dipenuhi oleh air mata.

"Ta-tadi ada yang nelfon, maaf aku angkat." Ucap Humaira memberikan handphone dan pergi.

Nafiz menerima dan melihat nama panggilan yang baru saja terputus sambungnya, setelah melihat langsung berjalan menghampiri Humaira.

"Apa yang kamu bicarakan sama dia?" Tanya Nafiz yang memegang pundak Humaira.

Humaira diam ia tidak berani menjawab ataupun menatap. " JAWAB SAYA HUMAIRA!" Nafiz semakin memegang pundak Humaira erat.

"DIA BILANG MAKASIH BUAT TADI SIANG, PUAS MAS?" teriak Humaira.

Bukan Humaira tidak bisa bersabar hanya saja rasa sakit ini mengalahkan segalanya, ia benci jika lemah, ia benci jika hanya diam saat mengetahui kebenarannya. Humaira benci dengan dirinya sendiri.

Labuhan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang