[6] • Sial Barengan •

19 27 7
                                    

Seperti dugaannya, hari ini Regina terkena flu akibat hujan kemarin. Bukan salah hujan sebenarnya. Imun Regina saja yang lemah. Hidung mungilnya tersumbat semenjak terbangun dari tidur tadi pagi. Dan berlanjut pilek hingga siang ini. Regina patut bersyukur karena hanya pilek, tidak sampai tubuhnya tumbang.

Dosen perempuan berusia di pertengahan kepala empat telah mengakhiri kelas beberapa menit yang lalu sebelum meninggalkan kelas. Regina dan semua orang di kelas tengah sibuk mengemasi barang mereka. Tak lama, Regina telah melangkahkan kaki menuju parkiran, kelasnya hari ini telah usai. Ia berjalan seorang diri karena Bella yang biasa menempelinya hari ini mempunyai jam kelas berbeda.

Seseorang merangkul pundak Regina di sela perjalanannya. “Langsung pulang, Na?”

Daniyal Ardino. Semua orang memanggilnya Dani, tapi Regina suka memanggil Dino. Lucu aja, gue suka, katanya setiap Dani bertanya mengapa. Ia adalah satu-satunya teman lelaki yang akrab dengan Regina–yang ia kenal semasa maba. Iya, satu-satunya. Semenjak SMA, Regina tak memiliki banyak teman laki-laki, tepatnya tak mau.

“Iya. Kan, kelas gue udah selesai hari ini,” jawabnya.

“Ikut gue aja, kuy. Ke RuKo,” ajak Dani dengan menyebut salah satu nama singkatan Cafe yang sebenarnya adalah Rumah Kopi.

“Enggak,” ucap Regina asertif. “Lo tahu gue nggak terlalu suka ke kafe-kafe gituan. Lagian pasti banyak temen cowok lo, kan? Males gue”

“Yaelah, Na. Sesekali dong, lo harus bergaul sama banyak cowok. Siapa tau ada yang nyantol, kan? Lagian gue nggak pernah liat lo deket sama cowok selama ini.”

“Emang kalo gue lagi deket sama cowok, gue harus laporan sama lo, gitu?” tandasnya.

“Ya, enggak juga, sih,” ujar Dani sambil mengusap tengkuknya. “Lo sakit, Na?” tanya Dani sambil mengecek suhu tubuh di kening Regina menggunakan telapak tangan kanannya.

“Enggak, Cuma pilek aja,” jawabnya diangguki Dani.

“Ya, udah, gue duluan. Lo hati-hati pulangnya,” ujar Dani lagi dengan tangan naik ke kepala Regina. Bukan mengusap, tapi mengacak rambut Regina yang digerai seperti biasa.

“Dino! Rambut gue berantakan!” kesalnya, sedangkan sang pelaku telah berlalu dan tergelak.

Regina menghela napas kasar. Ia tahu, perlakuan Dani ini bukan sekadar perlakuan iseng. Iya, Regina tahu. Dia bukan lagi remaja ABG. Regina bisa melihat dari sikap Dani kepadanya bahwa lelaki itu tidak menganggap Regina sekadar teman, melainkan lebih dari itu. Namun, Regina hanya diam menunggu lelaki itu sendiri yang berkata. Kalaupun tidak mengatakannya, ya Regina tak masalah. Itu urusan perasaan Dani. Ia tak harus selalu tanggung jawab dengan perasaan seseorang terhadap dirinya, kan? Perasaannya saja tak pernah mendapat tanggung jawab dari pemilik hati yang ia labuhi. Perasaan adalah tanggung jawab diri sendiri.

°°°

Belum sampai di indekos, Regina menghentikan motornya. Seperti ada yang tak beres dari motornya. Ia turun lantas melihat ban motornya. Ban depan baik-baik saja, tak ada masalah. Ban belakang … pantas saja. Ban belakangnya kempes.

Regina membuang napas panjang. Jarak ke indekosnya masih sekitar lima menit, tetapi bisa menjadi sepuluh bahkan lebih jika ia berjalan kaki. Setahunya, dari tempatnya berada sampai ke indekos tak ada bengkel atau tempat tambal ban. Entah kalau di sekitarnya, Regina tak ingat. Tangan kirinya berkacak di pinggang, sedangkan yang kanan terangkat mengacak rambutnya gusar. Rasa pening di kepalanya menjalar. Sepertinya menyusul flu yang terlebih dahulu telah menyerang imun Regina.

“Kenapa harus barengan semua sih, sialnya,” gerutunya dalam hati.

Saat itu pula, seseorang yang ia kenal dengan motor hitamnya berhenti di sebelah Regina, “Motor lo kenapa?”

“Alby? Ban belakang gue kempes, nih,” jawabnya lesu.

Alby melirik ban motor belakang Regina tanpa turun dari motornya sendiri. “ Itu mah bocor kayanya, Na.”

“Ha? Duh, tau bengkel deketan sini, nggak?” Tanyanya mengundang gelak Alby.

“Lo berapa tahun sih, di sini. Masa nggak hapal daerah sini juga. Tuh, di depan masuk gang dikit ada bengkel, kok.”

“Ya, mana tahu. Gue kan Cuma keluar buat urusan kuliah sama makan aja. Nggak pernah lewat gang itu juga,” jawab Regina yang membuat Alby lagi-lagi tergelak, padahal tidak ada yang lucu.

“Yuk, gue anter ke sana. Ntar nyasar lagi, lo. Lo mau bawa motor gue? Biar gue yang tuntun motor lo.”

“Nggak usah, gue bawa sendiri aja.”

Sampainya di bengkel yang ternyata memakan waktu hampir sepuluh menit berjalan kaki, di bengkel yang cukup sederhana ini terdapat beberapa kendaraan yang ditinggal pemiliknya. Alby menghampiri pemilik bengkel yang tengah mengotak-atik sebuah motor di sisi kiri.

“Pak, ban motor temen saya bocor. Bisa tolong ditambal?”

“Bisa, Mas. Tapi kemungkinan lama, soalnya saya masih banyak yang harus digarap sekarang,” jawab si bapak bengkel yang masih setia mengotak-atik motor di hadapannya.

“Yaudah, Pak. Nggak papa.”

Alby beralih menghampiri Regina yang telah duduk di depan bengkel, pada kursi yang disediakan. Regina menoleh pada Alby yang kini duduk di sebelahnya.

“Makasih, By. Lo kalo mau pulang duluan nggak apa-apa.”

“Dan biarin lo sendirian di sini?”

“Hah?”

“Na, lo pucet.” Kedua tangan Alby menangkup wajah Regina dan menghadapkan kepada dirinya. Suhu di atas normal orang sehat menjalari kulitnya. “Lo sakit?”

Regina bergumam. “Kayanya abis kena hujan kemarin. Gue emang sering gini kok, kalo kena ujan.”

“Gue anterin pulang aja, ya? Motor lo ambil besok, aja. Lo harus istirahat.”

“Nggak usah, gue tungguin motor gue aja. Nggak apa-apa, kok,” bantahnya.

“Pulang, Na. Nggak lucu kalo sakit lo tambah parah. Yuk?” Alby bangkit dan menggenggam sebelah tangan Regina untuk mengajaknya berdiri mengikutinya.

Merasa tubuhnya yang semakin lemas, Regina hanya menuruti Alby. Ia berdiri mengikuti langkah Alby menuju motornya. Alby kembali menuju motor Regina mengambil helm yang tercantel di spion. Setelah mengabari si bapak bengkel bahwa ia akan meninggalkan motor Regina, ia kembali. Alby memakaikan helm di kepala Regina sebelum memakai helmnya sendiri.

 Alby memakaikan helm di kepala Regina sebelum memakai helmnya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ditulis: Selasa, 31 Mei 2022
Publish: Senin, 27 Juni 2022


°°°


Haii …

Part ini agak lebih pendek dari yang lainnya, tapi semoga alurnya nggak aneh, haha.

Terima kasih yang sudah membaca♥

See U♥

INSTA STORY; After Breaking, I Found You [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang