4. Kenapa Harus Seperti Ini?

125 22 4
                                    

Perlahan netra kecokelatan terbuka, tatap sayunya disuguhi kasur rawat kosong. Gadis itu segera bangkit, kesadarannya mendadak terkumpul. Selimut rumah sakit ditubuhnya melubruk begitu saja.

"Eh, kemana tuh orang?" heran Karen dengan getar panik.

Ia mengedarkan pandangan siapa tahu orang yang dicarinya tiba-tiba muncul.

Duk!

Kaki ramping beralaskan sandal merah muda tersantuk pada nakas di samping kasur. Karen meringis sambil menoleh. Mengingat tempo malam perawat pria menyimpan pakaian Jevan ke dalam nakas, dengan was-was Karen membuka pintu kayu sebatas paha itu. Helaan lega keluar setelah mendapati pakaian Jevan masih ada di sana. Dapat disimpulkan Jevan belum meninggalkan rumah sakit.

"Huhh, untunglah masih ada. Bisa berabe kalo tuh orang beneran pulang. Ya kali gue harus bayar biaya perawatannya, udah rumah sakit swasta keliatan mewah tambah Jevan dicek segala macam, eh perawat malah bawa tuh anak ke ruang VIP. Mentang-mentang baju Jevan ada huruf C kembar sembarangan bawa ke kamar ginian!" maki Karen sambil merapikan rambutnya yang sangat berantakan.

Hendak bersantai untuk mempersiapkan mental sebelum kembali ke rumah, tatapnya malah terpaku pada sofa tempat sebelumnya ia tidur bersama kucing putih. Mulutnya ternganga lalu menelan ludah kasar.

Karen menggeleng sambil mengibaskan tangan, "Ah, gak mungkin kabur lah ya. Paling Biru lagi bareng sama Jevan, kan semalem juga nempel banget dia," ucap Karen menenangkan diri sendiri.

Langkahnya di bawa menuju pintu toliet yang berseberangan dengan kasur. Karen mengetuknya tiga kali. Tak ada jawaban, hatinya mulai resah bersama pikiran buruk yang menyerang kepalanya. Ragu-ragu, jemari dingin memegang knop pintu. Karen menghitung sampai lima belas sebelum membuka pintu itu.

"lima belas..." gumam Karen.

Gadis yang dicepol tak rapi itu meneguk ludah gugup antara syukur dan sial. Syukur, jika Biru ada di dalam toilet bersama Jevan yang ntah sedang apa. Sial, tak mendapati Biru dan Jevan di dalam sana.

"Eh, gak dikunci?" herannya lalu menggaruk tengkuk yang tak gatal, "Je..." sapa Karen lantas sedikit demi sedikit membuka pintu.

Gadis itu memejamkan mata saat pintu mulai terbuka lebar, "Je, kalo lo ada di dalem ngomong aja iya gitu, terus kasih Birunya ke gue!" titahnya agak berteriak.

Selang beberapa detik, "Jevan, siniin kucingnya," pekiknya lagi yang tak kunjung mendapat jawaban.

Karen menunduk ancang-ancang membuka mata. Satu... Dua... Tiga...

Tak ada siapapun, Karen mengepalkan tangannya sebal lalu meninju udara yang tak bersalah. Gadis itu melenggang ke luar kamar dengan kaki dihentak-hentakan kasar. Karen membuka pintu brutal dengan tak tahu dirinya.

"Ah!" pekik terkejut perawat muda dengan tinggi semampai.

Langkah Karen terhenti, ia sama terkejutnya karena pekikkan itu, "Eh maaf Sus, aku gak sengaja." Karen sedikit membungkuk merasa malu, gadis itu tersenyum kikuk pada wanita di hadapannya.

"Eh, Suster dari kapan di sini?" tanya Karen penasaran.

Suster muda itu mengelus dada menenangkan diri, "Dari jam sembilan. Tadi, pasien titip pesan agar tidak membereskan kamar sebelum perempuan di dalam kamar bangun," jelasnya lantas berpikir bukankah kata menitipkan pesan terlalu lembut untuk pemuda yang meneriakinya di lobi?

"Lo perawat gue, kan? Jangan beresin kamarnya sampai cewek itu bangun!"

M E M A K U [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang