3. Protektif dan Peduli (2)

127 26 0
                                    

Sial!

Jevan datang di waktu yang salah. Karen segera menunduk, menyembunyikan wajahnya. Piyama pinknya dipakai untuk mengusap permukaan wajah yang basah karena air mata. Karen tak terima jika Jevan melihatnya dalam keadaan seperti ini. Pemuda itu pasti akan lebih merendahkannya dan meremehkan semua perintahnya saat di sekolah.

Setelah dipastikan wajahnya benar-benar kering, Karen mendongak memasang tampang songong. Gadis itu menegapkan tubuh dan melangkah tegas ke hadapan Jevan, "Pergi lo! Siniin kucingnya!" perintah Karen sembari menjulurkan tangannya.

Ah, Sialan! Mulutnya yang berbicara hanya membuat cairan hangat itu kembali mengumpul di pelupuk matanya.

Karen kembali mengulurkan tangan melihat Biru yang malah semakin nyaman di pangkuan Jevan.

"Lo nyeremin, njing! Makanya nih kucing takut ama lo! Lagian lo lemah banget kena angin malem doang nyampe merah gitu matanya," ledek Jevan sembari merogoh saku celananya dan mengeluarkan sapu tangan biru muda dari sana. Jevan melemparkannya pada Karen, "Lo juga napa merona gitu, huh? Gak sudi gue disukain makhluk kayak lo!"

"Jevan anak iblis! Lo pergi deh, gue bukan guru BK lo lagi ini bukan lingkungan sekolah! Ngapain juga lo di sini malem-malem gini pake baju gituan? Mu kondangan?" tanya Karen sambil mengusap matanya lalu merebut paksa Biru.

"Gak usah jawab, lo pergi aja sono!" titak Karen, setelahnya ia melengos kembali ke ayunan.

Suara Karen yang bergetar sangat kentara di telinga Jevan. Ia mendengus sebal dengan dirinya sendiri. Keadaan Karen yang seperti itu, membuat jiwa kemanusiaan Jevan perang dengan akal sehatnya.

"Eh, bego! Gue kena masalah gara-gara lo, njing!" ucap Jevan memaksa nada bentakan di setiap katanya, lantas berdiri di hadapan Karen yang sudah terduduk di ayunan.

Karen menunduk tak ingin Jevan melihat air yang menetes dari pelupuk matanya. Dengan cepat, Karen mengusap cairan hangat itu. Setelahnya, Karen mengerjapkan mata dan mendongak berpura-pura heran.

"Oh... masalah twitter? Gue udah klarifikasi yang sebenernya gimana. Tapi, lo tenang aja karena gue anak pintar dan baik hati, jadi gue gak ungkapin kebejatan lo," jelas Karen tanpa menatap Jevan.

Pembicaraan panjang hanya membuat cairan hangat itu kembali mengumpul di pelupuk matanya. Pandangan Karen menjadi buram karena cairan itu. Karen menunduk lagi.

Tak ingin mempermalukan dirinya lebih jauh, Karen segera bangkit dan melenggang dari sana. Tetap menunduk sambil memikirkan tempat yang sepi agar ia bisa meluapkan semua hal yang sudah ditahannya.

Jevan hanya mengikuti Karen diam-diam.

Arghh, Jevan frustasi. Permasalahan yang membawanya ke sini sudah terselesaikan. Tak ada lagi alasan keberadaannya di tempat asing ini. Tapi, melihat Karen yang seperti itu membuatnya enggan meninggalkan Karen sendirian.

"Hey anak pintar dan baik hati, masih gak mau minta maaf lo ama gue?" tanya Jevan yang mempercepat langkahnya lalu menghalang langkah Karen.

Dengan kasar, Karen kembali menghapus air matanya dengan sapu tangan Jevan, setelahnya gadis itu mendongak menampilkan ekspresi songong, "Eh, Jevan anak iblis! Lagian lo yang salah harusnya lo yang minta maaf ke gue!" tukas Karen tak terima.

"Lo ngerasa kena masalahnya, kan?"

"Ya iya lah, gara-gara lo gue harus klarifikasi sana-sini, ditanyain fans lo yang pada bawel itu. Untung aja pacar gue pengertian jadi gak perlu jelasin kebrengsekan lo biar gue gak diputusin!" amuk Karen sambil menunjuk Jevan.

Jevan berdecih lantas menyisir rambut pirangnya ke belakang, "Lo kena masalah artinya lo salah. Walau gak semuanya tapi sedikit kesalahan itu sumbernya dari lo!" jelas Jevan dengan suaranya serak kelelahan.

M E M A K U [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang