Langit berwarna jingga yang indah perlahan mulai tergantikan oleh awan gelap yang datang entah dari mana, cahaya matahari sore sudah sepenuhnya dihalangi oleh awan tebal yang membawa kandungan air yang sangat banyak dari berbagai tempat. perlahan tetes-tetes hujan pun turun dari atas, membasahi tanah dan juga berbagai tanaman yang membutuhkannya.
Tes tes tes
Suaranya gemercik air hujan tampak sangat damai jika kita menikmatinya dengan secangkir susu hangat, bahkan lebih baik lagi jika kita bisa menikmati momen ini dengan orang kesayangan. Sayangnya hal itu tidak berlaku kepada wanita berambut hitam sebahu ini, ia menatap sendu ke arah jendela yang menampakan rintikan hujan sedang bertabrakan dengan kaca.
Hatinya terasa gusar, sedih, dan juga marah, sepertinya hujan juga sedang turut bersedih atas kehilanganya. Ume meremas kasurnya dengan geram, air matanya masih mengalir deras karena kata-kata perpisahan yang Law sampaikan masih terbayang di kepalanya.
"Sialan kau Law! S-sialan!" isakan tangisnya tak kunjung berhenti. Ume saat ini sangat ingin pergi dari sini, ikut bersama Law agar terbebas dari jeratan Doflamingo. Tapi hal itu sama sekali tak akan berhasil.
Sambaran petir terus datang secara bersahutan, Ume menghawatirkan Law yang sedang berlayar dengan kondisi laut yang bisa saja membahayakan dirinya "Law jangan sampai mati! Huaaa! Aku akan sangat merindukanmu Brengsek!!" Ume menangis sampai terguling-guling, ditinggalkan seperti ini membuat hatinya terasa sesak, bagaimana pun Law sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri, tetapi sekarang pria itu sudah pergi demi keselamatan hidupnya.
Ume menghembuskan nafas panjangnya, berharap tangisannya agar cepat mereda "tenanglah, tenanglah.. dia akan baik-baik saja, Okay?" Ume meyakinkan dirinya sendiri supaya ia tak akan lagi memikirkan hal-hal buruk mengenai Law. Setelah beberapa lama berdiam diri ia akhirnya memutuskan untuk menghubungi Corazon, tapi setelah mencoba memanggil nama pria itu Corazon sama sekali tak menjawabnya.
'aneh..' batinnya heran, ia mencoba memanggil nama Corazon dengan lebih keras, tapi hasilnya sama saja.
Lagi-lagi pikirannya dipenuhi oleh hal hal negatif, apakah rencana Law gagal? Apakah Corazon tak bisa menahan Doflamingo? Dan lain sebagainya. Ia beranjak dari kasurnya dan berjalan mondar-mandir dengan perasaan khawatir.
"Kenapa pikiranku ini tidak bisa tenang?!" Ume memijat keningnya untuk menenangkan perasaannya. Kilat kembali menyambar, dan bersamaan dengan suara keras dari langit, pintu kamarnya terbuka secara tiba-tiba dan benang benang tajam itu ikut menghilang seketika.
Pandangan matanya menangkap sesosok pria berkemeja putih dengan jubah basah yang ia bawa di lengan kirinya. Rambutnya sudah sangat basah, bahkan lekak lekuk dari otot tubuhnya terlihat jelas karena kemeja basahnya menempel di tubuhnya. Lantai yang pria itu pijaki penuh dengan tetesan air dari pakaiannya yang basah.
Ume tersentak kaget "Doffy?" Panggilnya heran.
Pria tinggi itu tetap diam dan tak membalas ucapannya 'apakah kakak beradik ini suka sekali mengabaikan orang?' gerutunya dalam hati, ia memberanikan diri untuk mendekati Doflamingo, disentuhnya lengan kekarnya dengan jari telunjuknya "Doffy kau baik-baik saja?" Tanya nya kembali, Doflamingo menghela nafasnya.
"Aku tak bisa membuktikan padamu tentang keabadian manusia" ucapnya dengan nada yang merasa kecewa.
Ume terkejut dalam hati, saat ini juga ia ingin sekali teriak bahagia dan tersenyum selebar-lebarnya, bagaimana tidak? Pernyataan dari Doflamingo merupakan bukti bahwa Law berhasil kabur dari tempat ini. Ume berusaha menormalkan ekpresi wajahnya, ia mengikuti alur Doflamingo dengan menepuk lengannya pelan "sudah kubilang kalau manusia tidak bisa abadi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Embrace || Doflamingo fanfiction
Fiksi PenggemarMenceritakan tentang seorang gadis berusia 19 tahun yang hanya ingin melarikan diri dari pulau tempat tinggalnya dan mencari kebebasan, tapi sungguh naas nasibnya karena ia dipertemukan oleh sosok pria berdarah dingin yang dijuluki sebagai 'iblis su...