14: Pulang

7 4 0
                                    

Kembali ke beberapa menit yang lalu. Ketika mereka berdua sampai di Kastil Morana.

Ternyata sudah ada seseorang yang menunggu mereka berdua di depan pintu masuk besar berwarna hitam. Orang tersebut tak lain dan tak bukan adalah kakak ketiga Raphael—Gabriel.

"WAA! RAPHAEL! KENAPA KAMU JAHAT SEKALI?! KELUAR JALAN-JALAN TIDAK MENGAJAK KAKAK!"

Suara menggelegar bak sangkakala terdengar di seluruh halaman kastil. Dua orang yang diberi sambutan meriah oleh Gabriel langsung terdiam di tempat.

Vampir dengan penampilan menggemaskan layaknya bocah berusia sebelas tahun itu menangis dengan keras--tidak--tepatnya merengak dengan keras.

Sampai belasan menit berlalu pun, suara yang dapat merusak gendang telinga pendengarnya tak kunjung berhenti. Raphael maupun Lione kini benar-benar mengakui kemampuan suara dari Gabriel.

Karena terlalu lama, dan memang mood Raphael sudah buruk, ia pun kehabisan kesabaran. Tanpa sepatah kata pun, Raphael mengaktifkan kemampuannya.

Lione—yang berdiri di samping Raphael, menyaksikan untuk pertama kali vampir muda ini menggunakan kemampuannya.

Terlihat pola sihir berwarna ungu di bawah kaki Gabriel, bersamaan dengan munculnya pola ungu yang serupa di dahi antara alisnya. Sesaat kemudian, tubuh Gabriel ambruk. Lebih cepat dari kedipan mata, Raphael sudah menopang tubuh anak kecil kakaknya.

Namun, Lione yang notabenya baru pertama kali bertemu dan mengenal, tidak tau sihir apa yang di gunakan oleh vampir keturunan kepala keluarga Notte, yakni Lucius.

"Apa yang baru saja kau lakukan pada kakakmu itu?"

Melirik ke kiri, Raphael menjawab dengan singkat. "Menidurkannya."

"Hm?"

Tanpa bisa bertanya lebih jauh, tiba-tiba saja seekor kelelawar terbang ke arah mereka tanpa tahu dari mana asalnya. Dua pasang mata itu melihat pada makhluk terbang kecil yang mendekati keduanya.

Kemudian terdengan suara. "Tuan Muda Raphael, Tuan Muda Lione, tuan Lucius menunggu di ruang tamu." Suara yang terdengar tersebut datang dari makhluk terbang di depan mereka.

Setelah sejenak keterkejutan, Lione kembali pada tampang biasa. Tidak perlu bingung dan aneh pada hewan yang dapat berbicara. Toh kelelawar yang membawa pesan tuan Lucius itu pastinya bukan hewan biasa.

Apalagi Raphael, yang sudah biasa dengan peliharaan ayahnya itu, tak menunjukkan perubahan ekspresi apapun.

Karena dikatakan kalau ayahnya telah menunggu, jadi ia langsung masuk ke dalam kastil. Tentunya tanpa melupakan Gabriel yang ia tidurkan. Lalu di ikuti oleh Lione.

Tanpa peringatan, salah satu lengan Raphael di pegang oleh Lione. Raphael menghentikan langkahnya, ia menoleh pada pelaku di sampingnya.

Dalam diam, ia memicingkan mata pada tangan yang memegang lengan kirinya. Si pelaku dengan cepat menarik cakar dari si vampir, takut jika tangannya akan terpisah di detik berikutnya.

Dengan mempertahankan wajah lurus baja, Lione berkata. "Kurasa lebih baik kita berteleportasi langsung ke tempat ayahmu."

"Kamu masih harus membawa kakakmu, jadi akan memakan tenaga jika hanya dengan berjalan," lanjutnya.

Merasa perkataan orang di sampingnya itu ada benarnya, Raphael mengangguk setuju.

Dan dalam sekejap, ia sudah berada di depan pintu ruang tamu.

.

.

.

"Kami sangat senang dan berterima kasih sekali, Tuan Lucius"

End to Start: Their Life in AelatrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang