2: Next page

19 4 0
                                    

BRUKK

Dua remaja terjatuh di lantai rooftop yang keras.

"Aww ... sakit--hei! Menyingkir dariku!" seru yang bersurai hitam pada seseorang yang masih memeganginya dari belakang.

Orang itu-yang tak lain dan tak bukan adalah Cielo-akhirnya melepaskan tangan dari tubuh agak kecil yang didekapnya.

Setelah keduanya berhasil mendudukkan diri, anak berambut hitam tersebut berbalik . "Apa maksudmu dengan memelukku dari belakang, ha?!"

Dapat Cielo lihat bahwa remaja ini benar orang yang menempati bangku di belakangnya. Ia mengerutkan kening. "Mengapa kamu berencana bunuh diri?! Bagaimana jika aku tidak datang?! Lalu kamu benar-benar akan melompat?!"

"..."

Tidak ada jawaban dari orang yang berhadapan dengan dia. Jadi semakin dalam kerutan alis Cielo.

Hingga suara bingung keluar dari bibir kecil milik remaja bersurai hitam. "Siapa yang mau bunuh diri?"

Kini Cielo lah yang dibuat diam. Ia tadi melihat orang ini berdiri di tepian rooftop, memangnya siapa orang biasa yang akan berdiri sedekat itu di sana jika bukan untuk bunuh diri.

Sampai remaja di depannya--Devan--tertawa kecil.

"Aku tidak mencoba bunuh diri. Hanya ... ingin memandang rendah manusia di bawah sana," ucapnya dengan senyum main-main.

Sungguh, Cielo tak dapat berkata-kata atas ungkapan dari remaja bernama Devan ini. Ia tak dapat mengikuti jalan pikirannya.

"Jadi, apa yang membuatmu kemari?" pertanyaan itu membuyarkan lamunan Cielo. Di depannya, uluran tangan dari Devan menunggu. Ternyata anak itu sudah berdiri terlebih dahulu. Ia pun meraih uluran tangan tersebut dan berdiri.

"Aku ingin mengembalikan bu--hah?!"

Devan memiringkan kepala atas perkataan Cielo yang terhenti.

Dengan panik, Cielo memeriksa sekelilingnya.

"Apa yang kamu cari?"

"Buku."

"Buku?" tanya Devan lagi yang bingung dengan tingkah teman barunya itu.

Akhirnya, Cielo berhenti mencari. Ia menghadap Devan yang masih memiringkan kepala ke samping. Wajah penasaran masih terpampang.

"Devan ... "

Yang dipanggil tertawa kecil. "Ada apa dengan ekspresi itu? Seperti seseorang yang kehilangan barang penting untuk menyatakan perasaan pada gadis idaman."

Namun ekspresi wajah Cielo tidak membaik dengan gurauan Devan. Ia berwajah menyesal. "Buku milikmu ... hilang."

Salah satu alis Devan terangkat. "Buku apa?"

"Buku yang tertinggal di lacimu. Buku bersampul hitam."

Dapat didengar, suara retak datang dari Devan, entah nyata atau hanya halusinasi.

"Buku... bukuku?"

" ...ya."

"Apa... apa maksudmu dengan ... hilang?"

Cielo merasa semakin bersalah. Ia menunjuk ke bawah gedung. "Sepertinya terjatuh saat menarikmu tadi."

Sepertinya memang benar suara-suara itu datang dari Devan, karena kali ini terdengat seperti palu besar yang jatuh.

"Ma- maaf ... ."

Beberapa saat Cielo menundukkan kepalanya, ia merasa sangat menyesal. Dia tidak tahu akan semarah apa Devan padanya. Tadi-ketika dalam perjalanan kemari-ia membuka sekilas buku bersampul hitam tersebut. Buku itu tebal, mirip diary. Namun bukan seperti buku catatan pada umumnya, karena di dalamnya adalah tulisan dan gambar yang menurutnya ... cukup tidak biasa.

End to Start: Their Life in AelatrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang