4: Trio Halu

9 3 0
                                    

"Bisa-bisanya..." Ghisel bergumam dengan wajah kosong sembari memakan daging bakar ditangannya.

Di samping tempat dia duduk, ada Seila yang berekspresi sama. "Itu mungkin jika dia..."

"Ya... Devan kita yang terbaik..."

"... yang terbaik..."

Mengabaikan dua temannya yang seperti terpukul secara mental, Erina berbalik pada Irene. "Apa sungguh itu sebuah obat?"

Irene, gadis yang memegang sebuah botol kecil berisi bubuk berwarna hijau, mengangguk dengan serius. "Aku yakin. Bubuk ini berbau seperti tanaman, semacam herba."

"Jadi apa itu bisa untuk mengobati luka kami?" tanya Alvin.

Mereka berempat banyak terluka di tubuh masing-masing. Meskipun tidak dalam namun tetap saja sakit.

"Sepertinya begitu." Beberapa saat setelah mengamati bubuk di dalam botol, Irene kembali berkata. "Kurasa ini butuh air untuk diaplikasikan pada luka."

Akhirnya keempatnya mengangguk setuju untuk menggunakan bubuk tersebut.Luka yang mereka dapatkan bervariasi. Seperti luka di bahu  kanan Devan, Alvin di lengan kirinya, luka di kaki kanan Bryan, dan Peter di lengan kiri.

Dan ternyata tidak perih, malah terasa sejuk pada luka yang terbuka.

"Wah, ternyata benar."

"Terima kasih, Irene."

Gadis tersebut mengangguk acuh tak acuh.

Setelah mengamati luka di bahu kanannya yang terbuka, Devan bertanya. "Bagaimana kau tahu itu adalah obat?"

"Firasat."

""Firasat?!""

"B-bagaimana kamu bisa berkata dengan yakin jika itu hanya firasat?"

Mereka menatap ngeri pada luka masing-masing.

"Bagaimana jika itu racun?"

Irene mengerutkan kening. "Itu semacam firasat kuat mengenai obat-obatan dan hal sejenisnya. Aku tidak tahu, tapi aku yakin sekali jika itu adalah obat."

Devan mengangguk menanggapi perkataan penuh keyakinan Irene. Lagipula luka-lukanya sudah tidak terasa sakit. "Baiklah, aku mengerti, Irene. Terima kasih."

Setelahnya, semua orang mencari posisi masing-masing untuk beristirahat. Seperti sebelumnya, beberapa orang bertugas jaga.

Ketika Devan bersandar pada salah satu pohon, seseorang menghampirinya.

"Ada apa, Ciel?"

"Apa benar lukamu sudah membaik?" tanyanya dengan prihatin.

"Ya, sudah lebih baik sekarang."

Namun Devan mendapati bahwa temannya itu belum menyingkirkan keprihatinan dari wajahnya. "Hei, ada apa denganmu? Aku benar-benar sudah membaik."

"Haah baiklah, aku percaya."

Devan tersenyum lebar, menepuk pundak Cielo untuk duduk di sebelahnya. Suasana hening beberapa saat, entah apa yang ada dipikiran masing-masing.

"Hei, Ciel."

Orang yang dipanggil menoleh.

"Menurutmu dunia apa ini?"

Tanda tanya imajiner muncul di atas kepala Cielo. Sebuah firasat kuat datang padanya.

"Apakah ini hanya hutan di dunia biasa? Atau apakah ini adalah hutan di dunia beberapa abad yang lalu? Ataukah hutan ini berada di dunia sihir?"

Firasat Cielo dibuktikan, ia membuka mulut ingin menghentikan Devan berbicara, namun sudah terlambat.

End to Start: Their Life in AelatrasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang