Kemacetan di kota kota besar tentu bukan menjadi hal yang tabu. Tumpukan benda beroda empat menjadi hal yang membosankan di ibukota. Raffael mendengus melihat kemacetan di depan sana, karena kemacetan sialan ini hanya akan membuang waktunya. Raffael melirik sekeliling mencoba mencari tahu apa yang terjadi di depan sehingga membuat jalanan seperti ini.
"Permisi!." Raffael menahan seorang pria tua yang seperti tengah panik karena apa. Pria tua itu menatap Raffael bingung.
" Apa yang terjadi?" Tanya Raffael.
" Itu tuan, di depan sana ada seorang gadis yang mencoba bunuh diri." Raffael mengernyit kemudian melepaskan pria tua itu begitu saja. Raffael membuka pintu mobilnya menghiraukan sumpah serapah pemilik mobil dibelakangnya karena mobilnya di parkir begitu saja.
Raffael berjalan ke arah kerumunan yang membuat jalanan macet. Ia menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal.
"Hanya karena seorang gadis, membuat jalanan macet parah." gumamnya menatap kerumunan itu.
Ia berjalan mendekat. Matanya tertuju ke arah gadis yang berdiri di atas pembatas jembatan dengan tatapan kosong. Wanita itu seperti tuli tak menghiraukan orang orang dibelakangnya yang mencoba menyadarkannya untuk tidak melompat.
Raffael berdecak. Orang orang bodoh itu hanya bisa bicara tanpa melakukan sesuatu. Tanpa pikir panjang Raffael menerobos kerumunan itu kemudian menarik wanita tersebut. Raffael menangkap tubuh mungil yang jatuh ke pelukannya. Tubuh kecil itu menegang kala tangan Raffael menariknya kemudian mendekapnya.
Kedua mata itu terpaku satu sama lain. Desiran angin menerpa wajah pucat itu.
"Jika ingin bunuh diri, setidaknya cari tempat yang sepi." Ujar Raffael dengan sarkas tanpa memperdulikan jika gadis itu akan sakit hati.
Gadis itu masih diam di tempatnya tanpa menjawab ucapan Raffael. Mata sendu nya dengan senantiasa menatap mata sipit nan tajam itu.
"Kau tuli, hah?" Raffael sedikit meninggikan suaranya membuat si gadis terkejut kemudian bangkit dari pelukannya.
Wanita itu menunduk.
"Maafkan aku."Raffael meliriknya sebentar kemudian pergi begitu saja tanpa membalas ucapan gadis tersebut. Ia terlampau kesal karena waktunya terbuang oleh orang orang bodoh seperti itu.
Gadis itu mendongak menatap punggung yang berjalan jauh dari tempatnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Kau tidak apa apa, nona?" seorang wanita tua menghampirinya kemudian memeluk gadis itu. Wanita itu terlihat sangat khawatir melihatnya.
"Ayo, nona kita pulang!" Ia menyelimuti gadis itu kemudian memegang pundaknya membawa gadis itu pulang.
Dilain tempat, Raffael masih kesal karena gadis bodoh tadi. Gadis seperti itu hanya orang orang lemah dan putus asa. Bunuh diri? Raffael berdecih. Lemah.
Raffael melajukan mobilnya. Jalanan sudah mulai teratur. Ia melewati tempat tadi. mencoba mencari keberadaan gadis tadi, matanya langsung bersetubruk dengan mata sendu milik gadis tadi. Gadis itu balik menatapnya dengan seorang wanita di sampingnya.
"Ayo, nona masuk."
*****
Bangunan bangunan yang tinggi di perkotaan menjadi tempat bekerja yang sangat di idamkan kebanyakan orang. Baginya, bekerja di gedung gedung pencakar langit tersebut merupakan sesuatu yang akan membawa dirinya ke perubahan yang lebih baik lagi. Tapi tentu semua itu sejalan dengan proses yang dijalani. Semuanya harus seimbangan dengan gaji yang di janjikan oleh perusahaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Possessive
RomanceBijak dalam membaca!! *** "Akh..sa..sakitt Azka." "jangan merintih dan tutup mulutmu,sayang!" ucap laki laki itu dengan tegas. Gadis itu pasrah dengan apa yang dilakukan laki laki dihadapannya.Tubuhnya setengah naked dengan laki laki itu menghisap p...