Bisikan Jimin membuat tubuhnya merinding. Dengan segera ia mendorong dada pria itu dan beranjak turun dari kasur.
"A-aku akan tidur di sofa saja" putusnya sambil berusaha berjalan menuju sofa. Jantungnya berdetak tak karuan. Tawaran Jimin untuk melakukan hubungan intim membuat kinerja otaknya berhenti untuk beberapa detik. Dia tak bisa membayangkan jika seandainya dirinya terlambat menjauhkan diri dari pria itu.
Rose mendudukkan dirinya di sofa, memandangi Jimin dengan tatapan waspada. Pria itu tampak mengulum senyum, "Aku hanya bercanda. Maafkan aku. Kemarilah" ujarnya sambil menepuk sisi kasur di sebelahnya.
Rose menggeleng cepat, "Aku tak lagi aman berada di sana" batinnya. Ia membenarkan bantal sofa untuk dijadikan bantal pengganti. Dia berbaring, membelakangi Jimin yang menatapnya jenaka.
"Roseanne Park, cepat kemari kalau kau tidak mau kuangkat ke sini" pinta Jimin sambil diam-diam menuruni tempat tidur. Ia melangkah pelan mendekati si gadis yang tidur menghadap kepala sofa.
"Pindah dari sana, tidurlah denganku" ujarnya pelan saat dirinya semakin dekat. Tidak ada pergerakan dari Rose. Entah apakah dia sudah tertidur atau berpura-pura tidur.
Sementara Rose secara tak sadar menggigit kukunya karena gugup. Dan beberapa detik kemudian gadis dengan piyama biru itu tersentak saat tubuhnya diangkat paksa oleh Jimin. Secara reflek kedua tangannya mengalung pada leher si pria.
"Sudah kubilang, dasar keras kepala"
Memberontak pun tidak ada gunanya. Bisa-bisa dia membuat mereka terjatuh karena memberontak. Dia memilih untuk diam. Saat tubuhnya akhirnya dibaringkan di atas kasur, dengan cekatan ia mengambil guling dan membuat batas di antara mereka.
"Di sini wilayahku dan di sana wilayahmu. Tidak ada yang boleh melewati batas ini" tegasnya sambil menunjuk ke arah guling yang membagi dua kasur besar itu.
Namun ucapannya dianggap angin lalu oleh Jimin. Pria itu mengambil dan melempar guling tersebut ke sembarang arah. Ia menaiki kasur dan langsung menangkap tubuh Rose yang hendak melarikan diri lagi, membawa gadis piyama biru itu ke dalam pelukannya.
"Guling itu tidak memiliki wewenang untuk memisahkanku dengan istriku" bisiknya dengan suara dalam.
Rose berusaha melepaskan tubuhnya yang didekap erat oleh Jimin. Namun tenaga Jimin yang lebih besar dan dirinya yang merasa sangat lelah usai upacara pernikahannya membuat usahanya sia-sia.
Saat Rose tak lagi bergerak, Jimin mengulurkan tangannya menepuk pelan punggung gadis itu. Dia kembali berbisik, "Kau bisa tidur dengan tenang. Aku tak akan melakukan apa-apa selain memelukmu seperti ini"
. . .
Tubuhnya menggeliat tak bebas, saat cahaya mentari merembes masuk menembus gorden putih dan menyilaukan matanya yang saat itu terbuka sedikit. Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah tangan kekar yang setia melingkar di pinggangnya.
Ah...bukan.
Bukan tangan kekar itu, tapi mahakarya indah Tuhan yang masih memejamkan mata. Pahatan wajah yang tegas dan sempurna, bentuk tubuh atletis, serta rambut hitamnya yang berantakan.
Jimin memeluknya semalaman. Dan semalaman itu juga dirinya merasa terjaga setelah sempat merasa was-was.
Nyawanya belum sepenuhnya terkumpul. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan saat ini adalah memandang wajah suaminya yang masih tersesat dalam mimpi. Tak lama, ia berusaha menyingkirkan tangan itu dari pinggangnya secara perlahan, khawatir pergerakannya membuat Jimin terbangun.
![](https://img.wattpad.com/cover/270462581-288-k59223.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART SHIP [ON GOING]
FanfictionHanya raganya yang ikut berlabuh bersamaku, hatinya masih terjerat cinta di pelabuhan masa lalu