34. Dark Sunset

732 22 19
                                    


Didepan pintu kamar Chicago, Travis bersandar disana. Menghabiskan waktunya berdiam diri bersama lukisan kekasihnya disamping pria itu.

Asap rokok mengisi seisi ruangan, ditambah botol obat-obatan yang bertebaran di lantai. Hanya satu kata yang menggambarkan kondisinya sekarang...

Kacau.

Travis kehilangan arah semenjak Chicago tidak disampingnya.

Apalagi ketika jiwa itu datang namun dengan tujuan berbeda. Yaitu meminta untuk melepaskan kekasihnya pergi dari sana.

Sore itu, ia bangkit, mengambil sebuah kunci lalu melangkah keluar rumah. Travis dengan keadaan yang berantakan mengendarai mobilnya.

Menyusuri jalanan yang memang sangat sunyi sebab merupakan jalan di dalam tempat yang jarang dilewati orang-orang. Sampai tiba-tiba Travis merasakan aroma parfum khas Chicago disekitarnya.

"Travis..."

Travis menoleh dan tersentak saat menemukan Chicago berada disampingnya. Gadis itu tersenyum manis dan menatapnya lembut.

Semuanya terjadi tiba-tiba dan membuat Travis dilanda kebingungan, "Chi-...chicago??"

Chicago hanya mengangguk pelan kemudian memeluknya sesaat. Dan itu semua terasa begitu nyata hingga Travis tak bisa membedakannya.

"Kau tidak memperhatikan dirimu dengan baik, Travis."

Travis terkekeh, "Kau mengacaukan diriku, Chia. Aku benar-benar kacau tanpa dirimu. Bisakah kau kembali dan bertahan disini?!"

"Disini terasa hampa, Chia." lanjut Travis seraya menarik tangan Chicago dan menaruhnya tepat di dadanya. Menunjukkan jika ia merasa teramat sesak disana.

"Aku akan selalu ada untukmu, tapi tidak disampingmu lagi Travis. Kau hidup dengan banyak kesempatan dan jalan lain sementara aku sudah dipaksa untuk berhenti sejak lama." ucap Chicago.

Senyumannya berubah sendu, "Jadi, bisa aku mengucapkan selamat tinggal sekarang?"

"Tidak, Chicago!!"

Travis mengepalkan tangan kuat. Matanya memerah, ia mempercepat laju mobil.

Suara Chicago masih terus mengisi pendengarannya. Memintanya untuk mengucapkan selamat tinggal dan melepaskan gadis itu pergi.

"Arrrggghhh!!!!"

Travis berteriak frustasi. Ia menangis, melampiaskan perasaan yang teramat sesak.

Ditengah kesadaran yang mulai menipis, mobil yang ditumpanginya mengalami kerusakan pada rem hingga dalam sepersekian detik, bagian depan mobil hancur menabrak pembatas jalan.

Api seketika menjalar membakar mobil perlahan.

Dengan kondisi terluka parah serta darah mengalir di sekujur tubuhnya, Travis berusaha keluar dari sana.

Rasa sakit oleh luka di tubuhnya tak lebih sakit dari luka batin yang entah harus melepaskan selamanya atau memaksa bertahan meski tak ada harapan.

Chicago berdiri ditengah jalan. Memandanginya dengan tatapan sendu dan senyuman yang memudar.

Travis berjalan perlahan menuju Chicago. Memeluk gadis itu seerat yang ia bisa, berharap agar Chicago tak benar-benar pergi untuk selamanya.

"Chia...I feel so fuckin' lonely without you. What can I do now, huh?"

Chicago mengusap pipinya, "Travis, I won't leave you alone but...there's something that I can't change! We just have the sweetest love at the wrong time."

"And I promise, we will meet again in another time, but still with true love." ucapnya lirih.

Semuanya terasa begitu cepat bagi Travis saat mereka berpelukan dibawah langit senja. Hingga Chicago perlahan menghilang sembari tersenyum manis padanya.

Disaat yang sama, Travis terjatuh ketika semuanya terasa gelap. Dan ia kehilangan kesadaran sepenuhnya...


ACATHEXIS (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang