Matahari sudah terbenam, menandakan malam segera tiba. Namun, ini adalah pertama kali Eve bisa tersenyum tulus setelah tinggal sekitar lima harian di mansion ini. Eve menyisir rambut gadis kecil yang ada dipangkuannya dengan lembut dan tak henti hentinya berbicara."Aunty, kata Papa kalau sudah besar rambutnya boleh diwarnai seperti Mama! Aku nanti mau mewarnai bewarna unguu!!," semangat gadis kecil itu.
Gadis kecil yang kini menjadi cucu satu satunya dari keluarga Blaze itu terlihat sangat nyaman berada di pangkuan Eve sekarang. Eve yang mendengar itu hanya tertawa ringan dan melanjutkan aksi menata rambut gadis itu.
"Iya, nanti tunggu saja sampai Lucy sudah besar. Nanti pasti akan tiba saatnya," jawabnya yang tampak puas melihat ikatan rambutnya yang tampak begitu rapi dengan jepit rambut berbentuk pita yang menghiasinya.
"Wahh, cantik sekali princess Papa yang satu ini. Seperti princess princess yang ada di disney," puji Steiner pada putrinya yang terlihat begitu cantik.
"Aunty Eve yang mengikatnya, Papa! Baguskan?!"
Steiner melirik ke arah Eve yang tampak buang muka dari tatapannya. Wanita ini sejak menikah kembali dengan adiknya benar benar menampakkan raut tidak nyaman ketika bersama dengannya. Padahal dulu mereka begitu akrab layaknya saudara kandung. Steiner tersenyum, ia mengelus kepala putrinya dan menciumnya kilat.
"Bilang apa pada aunty Eve, sayang?," ujar Steiner. Yang langsung diberikan respon Lucy. Gadis kecil itu langsung memeluk Eve dan berucap terima kasih sembari mencium pipinya. Eve yang merasa gemas pun kembali mencium pipi gembul Lucy.
"Papa, Papa mau kemana?," tanya Lucy saat melihat Steiner yang memegang kontak mobilnya.
"Pergi ke rumah uncle Joy, mau ikut?," goda Steiner yang langsung diberi tatapan kesal Lucy.
"Nanti Mama marah seperti kemarin, itu semua karena Papa!," kesal gadis itu sambil menunjukkan raut kesal. Steiner hanya tertawa terbahak dan menyuruhnya untuk ijin kepada sang Mama agar dibiarkan pergi. Setelah kepergian Lucy untuk mendapat ijin Lerry pergi, kini lagi lagi hanya tinggal Eve dan Steiner saja. Eve yang mengetahui sudah tidak perlu singgah langsung mengemas beberapa ikat rambut dan jepit Lucy kedalam kotak.
"Mau ikut pergi bersama, adik ipar?," tawar Steiner tanpa ragu yang diberi tatapan horor oleh Eve.
"Daripada mengajak adik iparmu, bukankah lebih baik mengajak istrimu?," sarkas Eve. Bisa bisanya orang lain mengira ia ada hubungan gelap dengan Steiner jika seperti itu. Ia sendiri juga mesti merasa tidak enak dengan Lerry.
"Andai bisa kuajak pasti sudah kuajak. Lagipula kau terlihat suntuk di mansion ini. Jadi sebelum aku pulang ke mansionku sendiri, aku ingin mengajak adik iparku untuk refreshing sejenak," santainya.
Eve menghela napas lelah. Ia tau hubungan Steiner dan Lerry seperti apa sejak dulu , namun tetap saja ia tidak mau. Karena tidak mau memperpanjang percakapan, Eve yang hendak pergipun lagi lagi tercekat dengan omongan Steiner.
"Jangan terlalu sinis, Eve. Kasihan adikku, nanti bisa bisa penyakit sarcoidosis-nya colab dengan penyakit jantung karena—"
"Apa itu menjadi urusanku?," skak Eve yang membuat Steiner langsung berhenti berbicara. Ia tidak peduli dengan sopan santun lagi, pria dihadapannya ini sudah tau semuanya tapi berlagak seolah buta.
"Kau tau hubunganku dengan adikmu seperti apa, bukan? Jadi berhenti menyuruhku melakukan hal yang mustahil dengan orang yang kubenci, Steiner," ia sangat muak dengan pria dihadapannya ini. Ia benci tinggal disini, ia benci dengan pernikahan ini, dan yang paling Eve benci adalah pria itu, pria yang kini menjadi suaminya kembali untuk kedua kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝘿𝙚𝙨𝙩𝙧𝙪𝙘𝙩𝙞𝙤𝙣 𝙊𝙛 𝙏𝙝𝙚 𝙎𝙞𝙣𝙣𝙚𝙧
Romance"Tubuh dan mentalmu yang sudah cacat itu tetap tidak bisa membayar apa yang telah kau lakukan pada putraku, Caiser! Seharusnya kau yang mati, Caiser! Kau! Bukan putraku, bukan Caspianku" raungan tangisan menyayat hati memenuhi ruangan megah yang tam...