Maya masih berhitung dengan suara keras. Ia menutup mata dengan kedua lengan dan menempelkan pada pohon jati besar di depannya.Maya bermain petak umpet bersama teman-teman, di area hutan jati milik Perhutani sebelah lapangan bola Desa Sekar Maju. Della, Naura, Indira, Ervin, Azriel dan Banyu berlari berpencar, menjauh dari Maya sambil terkikik, mentertawakan temannya itu, yang harus berjaga untuk ketiga kali.
Kaki-kaki kecil itu terus berlari lebih jauh, mencari tempat bersembunyi. Della memilih masuk lebih dalam ke hutan jati yang tak terlalu rimbun. Daun kering yang menumpuk tebal, membuat setiap injakan kakinya menimbulkan bunyi gemerisik. Sayup, terdengar suara Maya masih menghitung, memberi waktu temannya untuk bersembunyi. Sesekali gadis kecil berkacamata itu berteriak, "Sudah belum? Cepetan sembunyinya!"
Della masih terus berlari dan terkikik kecil, sambil sesekali menoleh ke belakang. Masuk lebih dalam mencari pohon yang besar untuk bersembunyi. Hingga tiba-tiba, telinganya mendengar suara derap kaki kuda. Suara itu terdengar makin keras, membuat Della seketika diam berhenti untuk melihat dari mana arah kuda itu berlari. Kepalanya celingukan mencari, menoleh ke kanan, ke kiri, belakang, seakan hutan itu ikut berputar.
Belum selesai rasa terkejutnya, tiba-tiba tubuh kecil itu terasa melayang, ditarik dan diangkat seseorang. Diposisikan pula, agar gadis itu bisa duduk di punggung kuda dengan benar, meski laju kuda tak berubah menjadi pelan. Tubuhnya tersentak-sentak naik turun, mengikuti ayunan langkah kaki kuda.
Semakin lama, kuda itu berlari lebih kencang, Della baru menyadari hutan jati yang tadi ada di hadapannya, telah berubah menjadi hutan pinus yang lebih lebat. Gadis bercelana pendek itu heran, bagaimana bisa ia duduk di atas punggung kuda, tanpa takut terjatuh padahal sama sekali belum pernah belajar mengendarai hewan itu sebelumnya?
Siapakah seseorang yang menariknya tadi? Ia ingin menoleh ke belakang, untuk melihat orang tersebut. Mulut kecilnya terbuka dan tampak akan mengucap kata, sekonyong-konyong, terdengar lelaki di belakangnya berucap.
"Diam! Jangan ribut atau berteriak, kamu aman bersamaku!" suara itu pelan tapi penuh tekanan. "Tunggu sampai di tempat, baru kamu boleh bertanya!"
Della meremang, ia masih heran dengan keanehan yang terjadi pada dirinya. Gadis berkulit putih itu, menahan semua tanya dalam diam.
Setelah menembus hutan yang makin lama semakin lebat, kuda itu akhirnya membawa mereka sampai pada sebuah perkampungan dengan lapangan rumput yang luas. Tampak rumah-rumah sederhana dari kayu yang dibelah secara asal. Perkampungan tengah hutan itu tampak lengang, hanya beberapa orang terlihat lalu lalang. Namun, tak lama kemudian berubah menjadi ramai saat beberapa orang tadi berteriak memanggil penduduk yang lain setelah menyadari kehadiran Della bersama Adelio, sang penunggang kuda.
"Siapa dia, Adelio! Jangan sembarang membawa orang, ke sini!" Frey berteriak, saat melihat kakaknya datang bersama orang asing.
"Dia gadis kecil yang tersesat, di perbatasan antara dunia kita dan dunianya, saat aku sedang berkuda untuk berpatroli. Suara tawanya, terdengar riang dan keras membahana. Aku kawatir Ruiz akan menawan dia, karena mendengar tawa riangnya." Adelio menjelaskan, lalu segera turun dari kudanya, juga Della.
"Selalu kau seperti itu! Kasihan ..., kasihan, terus! Belum cukupkah penderitaan kita, karena rasa kasihanmu itu!" Frey mendengkus, kesal.
"Kalau saat itu, kau yang berada di posisiku, pasti akan melakukan hal yang sama denganku," Adelio mencoba memberi pengertian. "Dengar Frey, saat tawa kecil itu terdengar begitu merdu dan membahana di hutan pinus, daun-daun yang berada di dekatnya berwarna lebih hijau. Seakan ada sinar yang keluar dari tubuhnya. Kau pasti akan terkesima, sama sepertiku!"
"Omong kosong! Apakah sebenarnya, kamu ingin berkata, bahwa gadis kecil ini yang akan membawa perubahan pada kita? Menjadi penyelamat kita?" decih Frey, menyangkal ucapan Adelio.
"Kita tidak tahu kemungkinan itu! Aku hanya melihat gadis kecil ini, penuh aura kebaikan seperti milik ibu Ratu. Berhentilah mengolokku, seolah aku tidak becus!" Adelio mendongak menatap adiknya yang memiliki tubuh lebih tinggi. Perseteruan mereka di tengah lapangan luas itu, disaksikan oleh banyak orang.
Adelio menarik napas panjang dan menghembuskannya kasar, seharusnya ia tidak terpancing emosi oleh provokasi Frey. Entah bagaimana melunakkan hati adiknya yang keras.
"Miranti, tolong ajak gadis ini ke rumah, aku akan ke kandang kuda dulu. Nanti aku menyusul, jangan lupa beri minum, tampaknya ia sedikit ketakutan dan cemas," perintah Adelio kepada seorang wanita gemuk dengan tutup kepala dari kain berbentuk segitiga. Di salah satu telinganya ada anting-anting berwarna hitam berbentuk seekor burung.
Wanita itu tidak tersenyum layaknya ibu-ibu yang biasa Della temui di dunianya. Tangannya menggandeng gadis kecil bermata lebar itu, namun bibirnya tak mengucap sepatah kata. Della merasa tak nyaman dengan keadaan itu, akan tetapi ia tidak tahu harus bersikap bagaimana dan memilih untuk tetap mengikuti bu Miranti tersebut.
'Apakah memang penduduk desa ini, dilarang tersenyum?' batin Della ketika sesaat mengedarkan pandang pada beberapa wajah yang sempat ia lihat berkerumun tadi.Bersambung
Hai dears, kalian juga bisa baca karya peserta yang lain. Berikut nama akun dan judul ceritanya.
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Aku Bisa--@okaarokah6
4. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
5. Is It Our Fate?--@ovianra
6. Crush--@dhalsand
7. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
8. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
9. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
#OMB2022 #eventAE #WPAE #Olimpus #AEPublishing
KAMU SEDANG MEMBACA
Tersesat di Dunia Sihir
FantasySinopsis Tersesat di Dunia Sihir Fradella, selalu menghabiskan masa liburan di desa tempat kakek neneknya. Bermain bersama sebaya, hingga sebuah kejadian saat bermain petak umpet membuatnya tanpa sengaja masuk ke dunia para penyihir. Beruntungnya di...