"Apakah kamu tahu arti nama Fradella?" Adelio menelisik wajah sendu di depannya.
"Menurut cerita kakekku, arti nama Fradella adalah pembawa kedamaian, karena aku lahir setelah penantian panjang dari mama papa." Mata bulat itu mengerjap. Sesaat wajah itu kembali sendu, "Mereka baru mempunyai anak setelah lima belas tahun menikah, sayangnya setahun yang lalu, mama papa meninggal karena pandemi covid yang menyerang negeri kami."
Adelio mengelus kepala Della perlahan," Bolehkah aku memelukmu?" Della mengangguk, pelan. Sesaat tangan kekar itu merangkul gadis kecil berusia sepuluh tahun itu. "Kita punya nasib yang sama, tak punya orang tua, tapi kamu harus tetap bahagia karena masih ada kakek nenek, ya!"
Della kembali menganggukkan kepalanya. Pikirannya masih bingung dengan apa yang dilihatnya. Pangeran ini, sangat baik dan lembut, namun tidak bisa tersenyum. Kenapa sebuah kerajaan, malah lebih mirip sebuah desa. Bahkan, desa kakeknya lebih maju dari desa sihir ini. Semua yang dilihatnya serupa dengan desa yang ada di film sinetron kerajaan-kerajaan jaman dulu semacam Kian Santang. Hanya saja pakaian mereka yang berwarna gelap, mengingatkannya pada penyihir di film Dalmation atau Putri Salju. Apakah mereka bukan orang jahat? Tapi kata-katanya lembut, meski mereka tak bisa tersenyum. Eh, ada yang kasar tadi, padahal wajahnya tampan mirip pemain film India, yang biasa ditonton nenek. Sedangkan Om Adelio, gayanya malah seperti seorang cowboy,' Della terkikik dalam hati, setelah menyamakan mereka dengan tokoh dalam film di televisi.
"Mungkin kamu masih merasa asing di sini, tapi aku berharap kamu bisa menikmati apa yang ada. Kalau kamu capek, istirahatlah. Nanti, bangun tidur kamu bisa melihat sekolah sihir untuk anak-anak seusiamu. Miranti tolong layani sebaik mungkin, dia tamu kita yang penting. Aku mau menemui Frey dahulu."
Lelaki tinggi itu keluar rumah, Miranti menggandeng Della dan menunjukkan kamar untuk gadis kecil itu beristirahat. Sebuah tempat tidur sederhana yang hanya cukup untuk satu orang, berbahan kayu tebal berwarna coklat tua berlapis bulu tebal abu-abu.
Bulu itu terasa lembut di telapak tangan kecil Della, dan kasurnya juga terasa empuk seperti miliknya di rumah ayah bunda. Sebuah bantal berwarna coklat tua, dengan bahan kain tebal namun cukup nyaman dengan aroma rempah yang segar. Matanya menjelajahi ruangan yang tidak begitu besar itu, mencari-cari barangkali ada bola kristal atau tongkat sakti.
Di dekat pintu kamar juga di atas pembaringan itu, ada sebuah kantong hitam kecil sebesar bungkus mi instan. Sebuah meja kayu kecil, dan sebuah kursi dengan sandaran yang sederhana, keduanya polos polos sentuhan cat. Della yang penasaran, menghampiri kantong kecil di atas tempat tidur itu, meski sudah di atas kasur kaki kecilnya harus berjinjit untuk sampai di benda itu.
Jarinya menyentuh pelan kantong itu, sesuatu yang kering dan tak beraturan, menguarkan aroma rempah dan bunga kering, ingatannya mengembara pada sabun dan lulur yang sering bunda gunakan untuk aromaterapi. Della ingin mengambil dan membuka kantong hitam itu, namun tiba-tiba terngiang ucapan ayah, untuk berlaku sopan dan tidak terlalu ingin tahu dengan milik orang lain membuatnya mengurungkan niatnya.
Della duduk di atas kasur itu dan kaki diselonjorkan. Ia yang awalnya tidak mengantuk, tiba-tiba menguap dan mata terasa berat, sebentar diciuminya bantal yang harum itu, sebelum meletakkan kepalanya. Tidak lama kemudian sudah terdengar dengkur halus dan deru napasnya yang teratur.
Della berlari menapaki taman yang begitu indah. Kedua tangannya terentang, matanya menoleh ke kanan kiri, senyum merekah, lalu ia bergerak memutar tubuhnya. Suara tawanya terdengar keras sekali. Aneka bunga warna-warni, suara kicau burung yang bersahutan, pohon-pohon cemara kipas tinggi menjulang dan lapangan rumput hijau yang baru saja dipotong dan menguarkan aroma begitu segar. Dihirupnya lagi dalam-dalam, ah ..., ia ingat aroma ini serupa bau batang tebu yang digiling, untuk es tebu.
Tiba-tiba, telinganya mendengar suara riuh anak-anak. Ia mencoba mencari tahu dari mana arah datangnya suara itu. Suara itu makin keras, ada gelak tawa dan nyanyian yang ia tak mengerti bahasanya. Kaki kecil itu masih melangkah, mendekati sumber suara.
Lapangan luas itu, kini berlatar sebuah istana yang begitu indah dan megah. Di salah satu sisinya ada aliran sungai kecil yang jernih. Tampak tidak terlalu dalam, karena batu-batu di dasarnya terlihat dari atas. Banyak anak kecil seusianya, ada yang lebih besar, ada pula yang lebih kecil, mereka tampak sedang bersuka cita. Pakaian berwarna-warni, topi kerucut tinggi dengan rumbai berkilap di ujung kepalanya, dan beberapa anak yang lebih besar tampak memegang tongkat kecil sepanjang 30cm. Mulut mereka komat-kamit melafalkan mantra, lalu mengarahkan tongkatnya ke bola besar di depan hingga bola itu terangkat ke udara. Suara tepuk tangan bergemuruh, ditimpali banyak ucapan dan tawa lebar. Mereka tampak berbahagia, entah sedang merayakan apa.
Tak jauh dari sana, Della melihat seseorang bermahkota dengan baju indah keemasan, berwajah mirip Pangeran Adelio namun terlihat lebih tua. Di sampingnya tampak seorang wanita cantik dengan mahkota kecil berwarna putih dengan batu-batu kecil berkilau di sekelilingnya. Baju putihnya tipis berlapis, berkibar ditiup angin. Senyum itu begitu menawan, dan seakan mengajak tersenyum setiap orang yang melihatnya. Mereka berbincang begitu akrab, dengan orang-orang yang lebih banyak mengangguk dan sesekali membungkukkan badan.
Beberapa meja panjang nan besar, berjajar rapi dengan berbagai hidangan yang nampak begitu lezat. Aneka buah-buahan, minuman berwarna merah, juga tampak beberapa kalkun bakar utuh berwarna coklat keemasan yang mengkilap dalam talam emas besar beserta pisau pemotongnya. Ada puding dengan isian bunga Pansy warna-warni, nampak segar sekali, dan kue kering dengan hiasan bunga Viola itu, sangat menggoda untuk dicicipi.
Seorang ibu datang mengambil beberapa hidangan, dan menambahkan sedikit bunga Cosmos berwarna kuning, magenta, merah muda, juga mawar merah dan potongan kecil daun Rosemary serta basil. Lalu ia menuangkan sedikit cairan kental berwarna putih susu di sisi piringnya yang lain, serupa mayones. Wanita berbaju biru terang itu, menyuap sambil mengangguk kecil, sesekali matanya terpejam, mungkin menikmati kelezatan masakan para koki istana.
Kaki kecil itu melangkah lagi, menyusuri bagian lain dari lapangan di dekat istana itu. Tampak Pangeran Adelio dan Frey begitu gagah dengan baju indah dan jubah keemasan, serupa yang dipakai lelaki di depan tadi. Mereka berbincang dan tertawa, sesekali saling memukul lengan dan kembali tertawa.
Seketika, pandangan mereka tertuju ke arah gerbang istana. Tampak iring-iringan kereta kencana yang indah memasuki area lapangan.
Bersambung
*******
Hai readers, bagaimana cerita di bab ini? Kasih komentar,ya. Biar Mak othor semangat nulis.
Jangan lupa baca karya peserta Olimpus Match Battle lainnya, ya!
1. Viloise--@Chimmyolala
2. The Lucky Hunter--@Dhsers
3. Tersesat di Dunia Sihir--@Halorynsryn
4. Aku Bisa--@okaarokah6
5. Kurir On The Case --@AmiyaMiya01
6. Is It Our Fate?--@ovianra
7. Crush--@dhalsand
8. Keping Harapan--@UmaIkhFfa
9. Cinta Alam Untuk Disa--@DenMa025
10. Memutar Waktu--@dewinofitarifai
Happy reading!
Saran dan kritiknya ditunggu, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tersesat di Dunia Sihir
FantasySinopsis Tersesat di Dunia Sihir Fradella, selalu menghabiskan masa liburan di desa tempat kakek neneknya. Bermain bersama sebaya, hingga sebuah kejadian saat bermain petak umpet membuatnya tanpa sengaja masuk ke dunia para penyihir. Beruntungnya di...