> 31 <

130 7 0
                                    


Pasti Gara-gara Gua Ya Yan?
•~•

Malam ini suasana kediaman adinata sedang panas akibat kemarahan adi, yang tentu saja di sebabkan oleh vino, ya karna vino berhasil membuat anak dan istrinya berpihak pada vino yg notabenya anaknya juga.

"PA!! Udah cukup ya!! Vian selama ini diam kalau papa marah sama mama atau vino!! Tapi sekarang papa udah KETERLALUAN!! PAPA BERANI MAIN TANGAN SAMA MAMA!!" Marah vian dengan air mata di pipinya.

"Vian udah" dengan pelan raya mencoba menenagkan anaknya itu.

"Vian udah ngak bisa sabar lagi ma! Papa udah keterlaluan!" Vian menepis tangan sang mama yg bertengger di kepalanya.

"LIHAT SENDIRI RAYA!! BAHKAN KARNA ANAK ITU, VIAN JADI ANAK PEMBANGKANG SEPERTI INI!! DAN KAMU MASIH MEMBELANYA!!!"

"CUKUP MASS! Vino anak kita jugaa"

"TIDAK ADA ANAK YG BISANYA HANYA MENYUSAHKAN SEPERTI DIA!!"

"Vino ngak seperti itu paa" ucap raya sendu di antara tangisannya.

"Mama ngak akan menang ngelawan laki-laki yg ngak pantes di sebut papa itu ma!! Ayo" vian menarik lengan sang mama berusaha keluar rumah, paling tidak ia bisa menemani sang kembaran di rumah sakit daripada berdebat tak berujung seperti ini.

Hingga ancaman yg membuatnya geram keluar mulus dari mulut adi, yg jelas-jelas bergelar sebagai sang papa.

"BERANI KAMU BAWA MAMA KAMU PERGI! JANGAN HARAP ANAK ITU BISA BERNAFAS BESOK!!"

"PAPA UDAH KETERLALUAN YA!!! VIAN BENCI SAMA PAPA!!" Dengan berlari ia keluar rumah dan langsung menghentikan taksi yg kebetulan lewat.

"VIANNN" Raya hanya bisa terduduk lemas saat sang anak sudah pergi entah kemana, ia hanya berharap vian baik-baik saja.

Dengan air mata yg masih terus mengalir vian duduk di kursi penumpang sendiri, dirinya perlu menenangkan dirinya saat ini, barusaja ia membentak sang papa yg sangat ia hormati.

Tapi sekarang nampaknya hal itu sudah tak berlaku, kelakuan sang papa sudah membuatnya muak, bahkan sedari dulu.

Ia tau bahwa sang papa sedari dulu sering mengacaukan kehidupan vino, dari mulai pekerjaannya hingga kesehariannya.

Ia sering melihat sang papa menelfon orang suruhannya untuk mengacaukan pekerjaan vino, entah dengan memesan makanan namun tak di bayar yg berujung vino yg harus mengganti biayanya dan lainnya.

Ataupun sang papa yg pernah menyuruh seseorang untuk membuat vino celaka di jalan, dan hal itu baru terjadi sekarang.

Taksi yg dikendarai vian tiba di rumah sakit tempat vino di rawat, sore tadi vino sudah sadar dan ya ia membujuk vian untuk pulang bersama sang mama agar sang papa tak menaruh curiga.

Padahal sang papa nya lah yg membuat vino seperti ini, memikirkannya membuat vian ingin memukul sang papa saja, namun ia berfikir bahwa itu adalah tindakan yg amat keterlaluan.

Sesampainya di ruangan vino, dapat vian lihat  rafa yg sedang mengobrol hangat dengan sang kembaran, entah apa itu vian juga tak tau karna suaranya tak terdengar hingga ke luar.

Ia mengetuk pintu dan sontak orang yg berada di dalam beranjak dan membukakannya pintu.

"Yan?"

"Boleh gua masuk raf?" Tanya vian pelan, dan dengan senang hati rafa memperbolehkannya.

Vian duduk di kursi tepat di samping ranjang vino, dan ya dapat vino lihat mata sembab dan hidung merah sang kembaran itu, bahkan rambutnya yg acak acakan tak seperti vian yg biasa.

"You okey?" Tanya vino setelah melihat vian yg hanya tertunduk dalam diam.

"Hmmm gua...okey"

"Yan, lo tau gua dan gua tau lo, dan inget lo ngak pandai bohong, jadi bilang sama gua, ada apa?"

"Noo"

"Hmm ceritain semuanya" tuntut vino meski dengan suara yg tak sedingin biasanya.

"Ta..tadi gua....ngebentak papa" lirih vian, bahkan ia semakin menundukkan kepalanya.

Selanjutnya vian terkejut karna respon vino yg tak ia sangka-sangka, bukannya memarahinya vino malah mengusap kepalanya pelan, uspan yg lembut dan penuh kehangatan.

Vian mendongak, menatap manik hangat yg menatapnya juga saat ini, manik yg biasanya terpancar dingin sekarang berganti sebaliknya, tatapan hangat yg membuat siapa pun yg melihatnya terkesima.

"Apa itu karna gua? Karna gua lo berani ngebentak papa?" Tanya vino pelan.

Dan ya rafa hanya menjadi penonton kedua anak itu, ia rasa dirinya tak mesti ikut campur dalam urusan si kembar, apalagi ini menyangkut masalah keluarga mereka.

Ia hanya akan ikut campur bila si kembar sendiri yg memintanya, ataupun memang dalam keadaan dimana ia harus turun tangan membantu mereka, yg notabenya saudara jauhnya.

Dengan perlahan vian menceritakan kejadian yg terjadi sore tadi, dan ya sesuai dugaanya vino sedikit terbawa emosi saat ia berkata bahwa sang papa berani main tangan denga sang mama.

"Udahlah lo ngak perlu mikirin mereka dulu, sekarang fokus buat kesembuhan lo" ucap rafa.

"Bener kata rafa, mereka biar jadi urusan gua No"

"Tapi kan, ini semua gara-gara gua, kalau aja papa emang berhasil nyelakain gua dan gua ngak ketolong, pasti mama ngak akan ngerasain sakitnya pukulan papa" ucap vino pelan, terdengar seperti sebuah keputusasaan.

"Lo ngomong apa sih No!!" Dengan kesal vian mengeplak lengan vino yg tak di infus.

"Ngelantur, tidur gua mau ke kantin bentar" setelah mengatakan itu rafa meningalkan ruangan vino dengan vian yg beranjak dari duduknya, berpindah ke sofa.

"Tidur No, gua panggilin dokter kalo lo enggak mau tidur" ancam vian yg mendapat cibiran dari sang kembaran.

"Iya bawel" setelah mengatakan itu vino kembali berbaring dan berusaha menjemput mimpinya.

Karna saat di periksa tadi dokter mempergokinya sering mengonsumsi teman kecilnya itu, dan ya karna hal itu rafa mengomelinya habis habisan tadi.

Dan tak lupa sang dokter mengingatkannya bahkan melarangnya untuk mengonsumsi teman kecilnya itu, karna efek yg di timbulkan juga tak main-main, bahkan vino sendiri sempat merasa takut.

Menit berlalu, bahkan rafa sudah kembali ke kamar vino dan berpamitan kepada vian bahwa ia akan pulang, karna sang bunda memintanya menemani di rumah karna adiknya sedang sakit.

Vian beranjak dari duduknya, menghampiri ranjang vino dan membenarkan selimutnya, menaikkannya hingga sebatas dada, memandang wajah damai sang kembaran yg sayangnya dipenuhi banyak luka.

Sungguh bila bisa ia inggin menukar posisi dengan vino, setidaknya biarkan sang adik itu merasakan kebahagiaan, ia sangat merasa tak berguna menjadi kakak saat melihat vino terbaring lemah seperti ini.

Jujur vian malah suka saat melihat vino yg dingin dan keras kepala seperti itu daripada vino yg merintih seperti saat kecelakaan itu, ia benar benar kalut saat melihat darah sang kembaran dengan deras mengalir di tanggannya.

Ia berharap sang papa cepat tersadar akan apa yg terjadi, biarkan vino merasakan kehangatan keluarga yg sebenarnya, bukan hanya melihat keharmonisan keluarga teman-temannya.


Holaaa
Balik lagi ni sama epel
Pendek? Hehe maaf
Banyak typo? Maafin juga ya🙏

Jangan lupa vote kalau suka
Dan sampai jumpaa lagi

Daaaaaa👋👋👋👋

Aku Bukan Dia ( kita Berbeda )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang