"Point kalian sekarang tinggal satu."
Sontak dua pemuda berseragam putih abu-abu itu menatap orang yang baru saja berbicara. Tidak ada perbedaan penampilan yang signifikan di antara keduanya, seragam yang kusut seperti di serang angin badai, wajah yang lebam-lebam serta rambut yang dipenuhi oleh butiran pasir. Dapat dipastikan keduanya baru saja selesai berkelahi alias baku hantam.
"Bener-bener satu doang Pak?"
"Satu atau sepuluh Pak?"
Tanya keduanya memastikan.
"Masing-masing dari kalian hanya memiliki satu point," mereka terdiam mendengar penuturan sang guru bk. "Jika point kalian yang satu itu habis, maka dengan terpaksa pihak sekolah memulangkan kalian pada orangtua masing-masing." Pak Nurdin menutup bukunya, buku catatan point siswa yang melakukan pelanggaran.
SMK Tunas Bangsa memang menerapkan sistem point pada murid sekolahnya, sejak masuk di kelas X, mereka semua sudah mengantongi 300 point berlaku sampai mereka kelas XII, dan jika mereka melanggar peraturan yang tertera maka point mereka akan berkurang, seperti terlambat, bertengkar dan lain-lain, jika selama mereka bersekolah point yang mereka punya sudah habis, maka dengan terpaksa pihak sekolah akan mengembalikan siswa pada orangtua mereka alias mereka dikeluarkan dari sekolah.
Tetapi, jika mereka melakukan sebaliknya alias melakukan hal yang membanggakan sekolah seperti memenangkan olimpiade antar sekolah, atau yang lainnya, maka point mereka akan bertambah kembali.
Sistem itu diterapkan agar siswa berfikir 2 kali jika ingin melakukan pelanggaran peraturan tata tertib sekolah, dan agar mereka bersemangat memperbaiki kembali point mereka yang berkurang jika melakukan pelanggaran.
Kembali lagi pada 2 orang siswa yang baru saja melakukan pelanggaran itu. Salah satu diantaranya menghela. "Lalu bagaimana Pak?"
"Bagaimana?" beo Pak Nurdin, ia mengangkat bahu. "Itu terserah kalian mau bagaimana, jika kalian ingin tetap bersekolah disini maka berdamailah, dan jika kalian sudah tidak ingin sekolah di sini ya gampang, berkelahi aja lagi," lanjutnya ringan.
Jika kalian pikir para guru sudah lelah dan tidak peduli lagi dengan kejadian itu naka kalian salah besar, karna para guru masih mempunyai seribu satu cara untuk mendamaikan mereka, itu sudah menjadi tugas wajib guru untuk menghindari permusuhan sesama 'teman' satu sekolah, guru punya hak kuasa di sekolah. Tentu ia bebas melakukan apapun.
Tapi bukan berarti bisa mengancam atau mengekang murid seenaknya, tapi pengecualian untuk dua siswa di depannya ini, ia harus bersikap tegas.
Memanglah kedua siswa yang bernama lengkap Richard Aldean dan Rayyan Altair itu sudah terkenal meresahkan seantero sekolah, tidak berhenti berkelahi kalau dipertemukan, membuat warga sekolah lelah melihat mereka berkelahi sampai-sampai baru kelas XI semester satu saja point mereka tinggal 1.
Kelas XII masih lama, kemungkinan besar mereka akan terdepak dari sekolah jika tetap bermusuhan seperti itu. Atau tidak hukuman yang paling 'ringan' untuk mereka sekarang itu adalah tidak naik kelas.
"Pak, ini gak adil!" seru Rayyan.
"Enggak adil gimana Rayyan?"
"Kalian pihak guru 'penyebab' saya berkelahi, tapi kenapa point saya dikurangi! Seharusnya point saya tetep seperti sebelumnya, tidak dikurangi maupun ditambah," Rayyan menekan kata 'penyebab' dalam pengucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDS, HUH?
Teen FictionBUKAN LAPAK BOYS LOVE, GAY, HOMO ATAUPUN LGBT. MASIH BANYAK TYPO REVISI SETELAH TAMAT🙏 N: 16 KEATAS KALIMAT KASAR DAN ADEGAN YANG TIDAK PATUT DITIRU! Awalnya, Rayyan dan Dean merupakan sahabat karib sewaktu SMP. Namun sebuah peristiwa membuat merek...