03. PENDERITAAN

14 5 13
                                    


Yang namanya Hasbi dapet salam cinta dari Marsya unyu unyu (●´з')♡

Pembaca yang komen dari daerah mana dapet salam sayang dari Marsya unyu unyu (づ ̄ ³ ̄)づ

HAPPY READING!

.

.

.

"Bunda marah?" tanya Dean pelan.

Ia menatap Hesti dengan tatapan yang sulit diartikan, mata Bundanya sembab menandakan bahwa ia baru saja berhenti menangis.

Sesuai dengan ucapan Hesti di sekolah tadi, menjelaskan semuanya di rumah. Saat ini Dean sudah di rumah, ia ternyata di skors satu minggu dikarenakan perbuatannya dua hari lalu.

Ia sudah menceritakan secara rinci kejadian di sekolah waktu itu secara rinci pada Hesti.

Hesti menggeleng menjawab pertanyaan dari Dean. "Bunda kecewa," ujarnya pelan sambil mengelap sisa air matanya dengan tisu.

Dean menunduk dalam. "Maafin Dean karna udah bikin Bunda kecewa."

"Bunda kecewa sama diri Bunda sendiri, Bunda nggak becus ngedidik kamu, maafin Bunda," Hesti menggeleng pelan, ia memeluk Dean dengan sayang.

Bagi Hesti, memarahi sang anak bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah. Anak itu butuh bimbingan bukan bentakan, jika dibentak anak akan semakin menjadi. Cara Hesti mendidik Dean berbeda dengan orangtua kebanyakan.

Namun hal itu tidaklah sepenuhnya benar, anak juga butuh penegasan. Jika terlalu banyak disayang anak biasanya akan melunjak dan tidak tahu diri, saya contohnya: eh canda.

"Itu nak Rayyan temen kamu sewaktu SMP dulu 'kan?" tanya Hesti kemudian. "Kok malah berantem sekarang?"

"Bunda tau dari mana?" tanya Dean dengan raut yang sulit di artikan, pasalnya ia tidak pernah membawa teman SMP nya main ke rumah walau satu orang pun perasaan.

"Bunda liat fotonya di kamar kamu, kenapa? Kok bisa sekarang saling musuhan? Padahal dulu kamu antusias banget nyeritain mereka." tanya Hesti bertubi-tubi.

Dean terdiam.

Hesti menghela nafas. "Kalo kamu ada masalah sama dia sebaiknya cepat selesaikan, jangan sampai berlarut-larut," ujarnya pelan.

"Tapi ga semudah itu Bun," jawab Dean.

"Enggak peduli siapa yang salah, intinya harus saling minta maaf dan saling memaafkan, lupain yang udah berlalu, enggak mungkin 'kan kalo kalian masih stuck di masa lalu sedangkan waktu terus berlalu?"

"Mau sampai kapanpun kalau kalian terus menghindar, masalah kalian enggak bakal selesai."

Andai semudah itu...

"Yang membuat rumit itu kalian sendiri, bukan perihal lain." ucap Bunda seolah mengetahui isi kepala Dean.

Brak!

Dean serta Hesti kompak mengalihkan pandangannya ke arah pintu yang baru saja ditutup.

Terlihat seorang pria paruh baya dengan nafas tidak beraturan, dapat ditebak jika ia baru saja dikejar seseorang dan berlari ke arah rumah.

Ia sibuk mengatur nafas dan berjalan ke arah dapur, pintu belakang. Ia berhenti sebentar dan menatap Dean serta Hesti dengan pandangan kalut. "Jangan bilang gue ada di rumah! Awas aja lu bedua bilang kalo gue ada dirumah, habis elu pada di tangan gue!" ancamnya kemudian berlalu pergi, bersembunyi entah di mana Dean tidak perduli.

Ia sama sekali tidak sudi menganggap orang itu ayahnya, toh mereka tidak ada hubungan darah sama sekali, cuma status 'ayah  tiri dan anak tiri' yang mengikat keduanya.

 FRIENDS, HUH?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang