"Pintar sekali memilih celana yang baru saja aku beli." Mark menyengir.
"Aku tak bisa membayangkan, bagaimana jadinya jika ada banyak sepasang mata yang melihat area belakangmu," ujar Jaemin kembali tertawa.
"Sialan! Sudah cukup, benar-benar membuatku malu." Mark berdecak pinggang, semakin kesal melihat Jaemin yang sejak tadi menertawainya. "Jika kau tak menyuruhku untuk melompat dinding pembatas rumah, celanaku tidak akan robek!"
Mark mengambil dua lembar tisu, lalu merematnya hingga berbentuk bulat. Dengan perasaan yang benar-benar kesal, ia menyumpal tisu itu ke mulut Jaemin.
"Teruskan!"
"Sialan!" Jaemin meludah untuk mengeluarkan tisu itu dari mulutnya.
Jaemin terkekeh. "Sudah, ayo, berangkat. Sudah waktunya kita mencari Livya lagi."
Dengan wajah yang masih kesal, Mark pergi ke lemari besar dengan kaki yang ia hentakan. Hal itu membuat Jaemin menggelengkan kepalanya. Oh, jadi ini yang namanya mafia?
Jaemin menyusul dengan sebuah kunci yang sudah ia pegang, berjalan menuju sudut ruangan dan memasukkan kunci itu pada lubang kunci. Detik selanjutnya, bunyi penanda sandi benar terdengar bersamaan dengan pintu yang terbuka lebar. Tangan Jaemin bergerak meraba untuk mencari saklar lampu dan menekannya.
Ruangan ini sedikit berdebu, karena jujur, Jaemin jarang membersihkan ruangan ini. Pria ini terlalu malas hanya untuk sekedar menyapu dan membersihkan debu yang ada. Tidak ada yang boleh masuk ke ruangan ini kecuali dirinya dan Mark.
Jaemin berjalan santai menuju tempat berkaca yang ada di setiap dinding. Sorot matanya menjelajahi berbagai pistol yang ia pajang di dinding sana. Lalu, ia meraih pistol kecil dengan daya tembak yang mampu meluncurkan peluru cukup jauh. Tak sampai di situ, Jaemin juga pergi ke pajangan lain yang menampilkan beberapa pisau kecil dan tajam. Matanya secara bergantian melihat satu persatu pisau yang menurutnya cocok untuk digunakan malam ini.
Pilihannya jatuh pada pisau kerambit berwarna biru tua. Jaemin melipat pisau itu, lalu ia selipkan di celana belakang miliknya. Merasa sudah cukup membawa senjata, ia keluar dan tak lupa mengunci pintu itu dengan rapat, dan berakhir pintu itu menjadi permukaan yang rata layaknya dinding.
"Mau ke mana lagi kita akan mencarinya?" tanya Mark begitu melihat Jaemin keluar dari ruangan senjatanya.
"Jelajahi semua tempat."
Mark mengangguk sambil memasukkan laptopnya ke dalam tas laptop hitamnya.
Tak mau berlama-lama lagi, keduanya kini sudah berada di dalam mobil yang sama. Jaemin mengendarai mobil tersebut ke arah gerbang rumah besarnya. Namun, di sana terlihat seorang wanita yang tengah beradu mulut dengan penjaga pintu gerbang sehingga gerbang tidak segera dibukakan.
Jaemin yang kesal, segera turun dari mobil dengan menutup pintu begitu kasar. Jaemin menatap keduanya dengan tatapan begitu tajam.
"Siapa wanita ini? Hingga gerbang tidak segera kau bukakan! Kau tidak ingat dengan jadwalku?" geram Jaemin.
"Maaf, Tuan. Wanita ini bersikeras untuk masuk ke dalam Mansion. Padahal tidak ada janji yang akurat dengan jadwal tuan. Dan aku sedang menahan wanita ini." Jaemin menatap wanita itu dari atas hingga bawah.
"Apa yang kau lakukan di sini? Dan apa yang kau cari?"
"Jaemin, aku mencari Jaemin," ujar wanita itu.
"Aku sendiri, aku Jaemin. Ada apa mencariku? Kita pernah kenal sebelumnya?" Jaemin menaikkan satu alisnya saat wanita itu tersenyum lebar mendengar namanya.
"Kau benar Jaemin? Akhirnya!" Dengan lancang, wanita itu berhambur memeluk lengan Jaemin secara tiba-tiba. Dengan terkejut, Jaemin segera mendorong tubuh wanita itu agar menjauh darinya. Tangannya mengusap-usap lengan kanannya seperti merasa jijik dengan tindakan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIT DOWN! | JAEMIN
غموض / إثارةSeorang gadis yang tak sengaja berurusan dengan seorang lelaki mafia, membuat dirinya harus mengikuti semua perintahnya. Jika tidak, dia bisa mati. Jaemin Fernandez, itu namanya. Mafia muda yang mempunyai perusahaan besar serta kepala mafia 'Fernand...