CHAPTER 09 🍀

534 76 1
                                    


Tak terasa sekarang sudah satu bulan Rayhan dan Chan tinggal bersama. Memang setiap harinya selalu ada cekcok antara mereka berdua tapi hal itu juga membuat keduanya terbiasa.

Seperti Rayhan contohnya. Sejak kedatangan Chan sampai saat ini,ia menjadi sering di atur bahkan ia juga dipaksa untuk mengikuti peraturan yang Chan buat untuknya.

Chan memang pribadi yang keras tapi Rayhan mengakui jika sebenarnya Chan sangat menyenangkan. Chan tidak seburuk penilaiannya saat pertama kali mereka bertemu.

"Hari ini Minggu,jadi kamu temani saya joging keliling taman" ucap Chan yang telah siap pada Renza yang sedang rebahan sambil bermain game di handphonenya.

"Idih males. Lagian gak olahraga saya sehat walafiat" kesal Rayhan.

"Ya mana saya peduli. Kamu sehat ya Alhamdulillah tapi kan itu kewajiban kami buat nurutin permintaan saya"

"Pemaksa"

"Nah itu kamu tahu,makanya buruan siap-siap, saya tunggu gak pake lama"

"Gak mau"

Chan menatap anak muridnya tajam dan Rayhan langsung membalasnya tak kalah tajam tapi beberapa detik kemudian,anak laki-laki itu beranjak dan masuk ke kamar, mengikuti perintah Chan tadi.

...

Sialan ! Rayhan baru tahu kalau Chan itu tipe ideal ibu-ibu yang tengah joging di pagi ini juga. Terlihat dari tatapan mereka waktu menatap Chan dengan tatapan memujanya.

"Kamu lihat kan? Saya begitu terkenal" sombong Chan.

"Biasa aja. Lebih terkenal juga saya kalau di sekolah" ucap Rayhan tidak terima.

"Iri bilang saja" ketus Chan.

"Iri? Apa juga yang saya irikan dari bapak? Idih bercanda kok gak mikir" sahut Rayhan tak kalah ketus.

Rayhan itu kesal. Semua yang Chan katakan selalu berhasil membuatnya kesal hingga berakhir mereka saling mengatai. Namun tidak untuk kali ini karena Rayhan sudah mempersiapkan sesuatu yang akan ia gunakan untuk membalas Chan.

"Pak" panggil Rayhan .

"Ya? Tumben kamu manggil saya duluan" tanya Chan heran.

"Gini,bapak kan udah tua nih. Kok belum punya istri? Gak laku ya?" ejek Rayhan.

"Sembarangan kalau ngomong"

"Kenapa ? Saya bener kan?"

"Kamu gak buka mata? Kamu gak lihat semua perempuan memuja ketampanan saya?"

"Saya gak peduli . Intinya kalaupun bapak tampan,kalau gak punya istri ya sama aja bapak gak laku"

"Saya sudah merasakan sulit dan sakitnya berkeluarga" ucap Chan tiba-tiba dan keduanya berhenti untuk beristirahat di salah satu bangku panjang.

"Dih serius? Bapak duda nih?" tanya Rayhan ceplas-ceplos.

"Bisa di bilang gitu"

"Ahay! Pantas! Bapak kan dah tua tapi kok gak ada gandengan" cibir Rayhan.

"Hh,emang"

Tiba-tiba Rayhan penasaran.

"Kalau bapak udah pernah nikah berarti bapak udah punya anak dong?" tanya Rayhan.

"Saya udah punya anak tapi saya gak tahu dia dimana" jawab Chan.

Seketika jiwa kepo Rayhan menggebu-gebu.

"Kok gitu?"

"Kenapa tiba-tiba kamu banyak nanya ke saya?" tanya Chan heran.

"Ya kan saya cuman mau nanya. Kalau bapak gak mau kasih tahu ya gak papa"

"Tenang aja gak masalah. Lagian saya juga pengen cerita. Kamu tahu? Saya tuh pengen ngajak kamu berbagi masalah tapi kayaknya sulit" sambung Chan.

"Saya gak percaya sama sembarang orang" ucap Rayhan.

"Saya tahu, tapi tidak ada salahnya kan kita saling berbagi?"

"Mungkin"

"Dengar kan saya,saya ingin mengatakan tentang sesuatu yang selalu saya pikirkan sampai saat ini"

"Apa itu?" tanya Rayhan penasaran.

"Anak saya"

"..."

"Saya gak tahu anak saya dimana sekarang, dia masih hidup atau enggak"

"Kan bapak bisa cari lagian kan ada namanya"

"Saya gak tahu namanya. Saya dan istri saya bercerai waktu anak saya baru lahir"

"Tragis" gumam Rayhan.

"Nah makanya kamu jangan merasa sendiri. Ada banyak orang di luar sana yang punya masalah lebih rumit dari kamu." nasihat Chan dan Rayhan hanya mengangguk.

Hei,ini peningkatan bagus!

"Saya tahu apa yang bapak alamin itu berat tapi belum seberat saya. Saya tahu bapak sayang sama anak bapak. Tapi saya bukan anak yang disayang orang tua seperti anak bapak" ucap Rayhan.

"Kamu bisa berbagi ke saya kalau kamu sudah siap"

"Kalau aja takdir bisa di atur sendiri, saya mau jadi anak yang bapak khawatiran. Tapi, nyatanya itu cuman khayalan saya" sendu Rayhan.

Chan mengerjapkan matanya terkejut. Tunggu, kenapa Rayhan berucap begitu? Apa ini artinya Rayhan semakin bisa menerima dirinya?

"Kamu anak saya"

"Anak murid" Rayhan membenarkan.

"Memang kamu mau jadi anak angkat saya?"

"Saya gak mau. Jadi anak angkat itu penuh siksa!"

Chan tersenyum, ia menemukan sebuah petunjuk dibalik perkataan terakhir Rayhan barusan.

Rayhan mengatakan anak angkat bukan?
Jadi bagaimana Rayhan bisa tahu jika menjadi anak angkat itu penuh siksa? Rayhan tidak mungkin berkata demikian jika ia belum merasakannya bukan?

Son Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang