CHAPTER 03 - 🍀

543 65 2
                                    

Berbekal informasi yang ia dapat dari data siswa yang ada di ruang tata usaha,Chan akhirnya dapat menemukan alamat rumah yang Rayhan tinggali.

"Kenapa disini gak ada nama orang tuanya? Apa bener dia berasal dari anak broken home?" gumam Chan menatap kertas yang menyajikan data milik anak muridnya.

...

Tok tok tok

Pukul tujuh malam,Chan mengetuk pintu rumah yang ia anggap rumah Rayhan. Tenang,Chan sudah menelitinya dan berdasarkan alamatnya ini sudah benar.

Ceklek

Pintu dibuka, menampilkan wajah seseorang yang menjadi tujuan Chan mendatangi rumah ini. Jika dilihat,Rayhan terlihat rapi dengan pakaian yang ia kenakan bahkan jika ditinjau lebih dalam,lebih rapi daripada Rayhan jika berangkat ke sekolah.

"Ngapain bapak ke sini?"

Chan mengernyit,hei kenapa sambutannya seperti ini? Setahunya murid akan sopan dan mempersilahkan gurunya masuk dengan ramah tapi dengan yang satu ini, sepertinya memang berbeda.

"Boleh saya masuk?" tanya Chan.

"Saya mau pergi" jawab Rayhan.

"Kemana?"

"Bukan urusan bapak!" Rayhan berjalan keluar lalu mengunci pintu rumah dan berjalan acuh menuju motornya yang terparkir di depan gerbang.

"Saya berkunjung dan kamu malah pergi?sopan sekali" ucapan Chan menghentikan pergerakan Rayhan yang tengah memasang helm, kemudian menatap gurunya sinis.

"Saya tidak minta bapak mengunjungi saya" jawab Rayhan lalu melambaikan tangan dan mulai melajukan motornya meninggalkan area rumahnya.

"Sepertinya dia memang bermasalah" gumam Chan.

Ketika ia hendak berjalan menuju ke mobilnya, dering telepon mengalihkan perhatiannya dan memilih untuk melihat siapa yang menelponnya sekarang.

"Ya ada apa,Bu?"

"Bagaimana dengan Rayhan,apakah berhasil?"

"Terlalu mudah jika berhasil sekarang"

"Sudah saya duga. Ia tidak akan semudah itu bahkan untuk mengatakan kata 'iya'. Tetap semangat Pak,saya akan membantu"

"Terima kasih Bu Lena atas bantuannya. Tapi saya bisa melakukannya sendiri"

Chan,pria berusia 40 tahun yang begitu menyukai hal yang berbau tantangan. Maka kali ini, menaklukkan dan memecahkan berbagai permasalahan anak muridnya adalah tantangan terbarunya yang harus ia selesaikan dan kupas kebenaran nya.

...

"Ray,istirahat dulu Lo kelihatan capek banget" ujar Fauzan,teman Rayhan berkerja.

Bekerja? Rayhan memang bekerja. Ia bekerja di berbagai tempat. Ketika siang,biasanya ia berada di cafe dekat sekolah. Hal itu lah yang membuat Lena melarang Chan untuk mengunjungi cafe itu karena orang yang mereka bahas ada disana.

Ketika malam,Rayhan biasanya bekerja di salah satu warung bakso yang berada di perempatan dekat rumahnya.

Lelah? Hanya Rayhan yang tahu.
Rayhan sudah menjalani hidup semacam itu sejak ia kecil. Rayhan memang tidak pernah merasakan bagaimana rasanya berada di pelukan kedua orang tuanya karena suatu hal.

Jika ditanya kemana kedua orangtuanya maka Rayhan akan menjadi marah. Bukan marah karena iri tapi lebih tepatnya ia membenci kedua orang tuanya yang entah berada dimana.

"Bentar lagi jam 10 nih, asik bentar lagi pulang" ujar Fauzan senang ketika melihat jam dinding yang sebentar lagi akan menunjukkan pukul 10 malam. Ngomong-ngomong, warung bakso ini memang tutup jam 10.

"Bang,Lo ada lowongan pekerjaan gak?" tanya Rayhan menatap laki-laki yang lebih tua darinya.

"Kenapa? Lo ada masalah sama cafe itu?" Fauzan balik bertanya.

"Enggak sih,cuman gue pengen nyari tambahan lagi. Lo kan tahu,jaman sekarang apa-apa serba mahal jadi gue butuh uang buat hidup" jawab Rayhan. Fauzan terdiam saat menatap Rayhan yang berkeluh kesah.

Setahu Fauzan,Rayhan tidak mudah untuk menceritakan masalahnya apalagi sampai mengatakan sesuatu yang menandakan kelemahannya. Rayhan juga benci di kasihani,itu yang Fauzan ingat.

Dari dulu,Fauzan selalu merasa jika ia adalah manusia paling malang di bumi ini setelah kedua orang tuanya meninggal satu tahun yang lalu karena kecelakaan. Hal itu membuat Fauzan tidak bisa melanjutkan kuliah dan harus bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri.

Tapi setelah ia melihat bagaimana Rayhan menjalani kehidupannya, Fauzan sadar jika hidupnya sudah lebih baik dan tak seharusnya ia terus merasa pesimis dengan hidupnya.

"Lo masih suka bolos?" tanya Fauzan, Rayhan mengangguk.

"Ngapain sih Lo bolos segala? Cuman tinggal beberapa bulan lagi Lo Lulus. Belajar yang bener" nasihat Fauzan dan Rayhan hanya terkekeh.

"Gue bolos juga buat kerja. Kalau gue gak kerja,mau gue bayar pake apa sekolahnya. Lagian gue juga sakit telinga kalau di tagih mulu sama bendahara sekolah yang rese itu"

"Tapi,sayang sama peringkat Lo Ray"

"Peringkat itu cuman angka. Sukses enggaknya hidup,itu tergantung perjuangan bukan peringkat di sekolah"

"Lo gak ada niatan mau kuliah? Kali aja Lo bisa ambil jalur beasiswa. Secara Lo pinter"

"Gue belum kepikiran buat itu."

"Apapun keputusan Lo,gue bakal dukung. Pokoknya semangat ya!"

"Lo juga bang!"

Fauzan mengangguk,"hidup itu keras, Ray"



Son Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang