Lila 9

43 2 0
                                    

Alan dan Lila sama-sama berada dalam keadaan yang buruk. Lila merasa bersalah pada ibunya karena telah lari dari rumah, sedangkan Alan merasa bahwa dia telah melalui jalan yang salah hanya karena kasih sayang semu ibu tirinya selama ini.

Lila menatap kearah tas miliknya, dia telah memutuskan untuk pulang dan melakukan apa pun yang ibunya inginkan. 'Aku harus pulang!'

Tak jauh berbeda dengan Lila, Alan memutuskan untuk tak lagi melakukan keinginan ibu tirinya. Sekalipun ponselnya bergetar sejak tadi, dia tidak perduli.

Semenjak dia sampai ibunya terus-menerus mencoba menghubungi Alan, tapi keputusan akhir telah Alan pilih. 'Mulai saat ini, aku akan berhenti!'

Esoknya,

Pagi-pagi sekali, Lila telah mengemas tasnya dengan rapih. Dia masih menunggu Alan, setidaknya sebelum pulang dia ingin berpamitan terlebih dahulu dan mengucapkan terima kasih.

Sejak semalam, Alan tak pulang ke rumah. Lila agak khawatir, tapi dia meyakinkan diri kalau Alan baik-baik saja.

Pintu kamar terbuka, Adi keluar dari dalam sana sambil mengucek matanya. "Kemarin kamu pulang jam berapa, kok aku gak tahu?"

"Itu gak penting lagi. Hari ini aku akan pulang." ujar Lila memberitahu. Adi yang terkejut sampai membelalakan mata tak percaya, seingatnya baru kemarin gadis itu memohon agar dibiarkan tetap tinggal. Dan sekarang, dia memutuskan untuk pulang.

"Apa kemarin terjadi sesuatu?" tanya Adi cemas, dia mulai berpikir buruk tentang kakaknya. "Apa kakakku melakukan sesuatu padamu?"

Lila menggeleng sambil tersenyum simpul, "Dia yang justru menyadarkan aku untuk tidak menyiakan sesuatu yang saat ini kumiliki. Aku sering tidak mensyukuri apa yang telah diberikan padaku, dan selalu merasa bahwa apa yang terjadi padaku adalah yang terburuk, padahal ada oranglain yang mengalami hal yang lebih buruk."

Adi terdiam, dia mengerti maksud ucapan Lila. Dia yakin, gadis itu tahu kalau kakaknya adalah contoh dari oranglain yang mengalami hal lebih buruk darinya itu. Adi sendiri menyesali apa yang kakaknya alami, walaupun tak ada sedikit pun hubungan darah diantara mereka.

Ya, mereka tidak sedarah. Alan diambil sebagai anak setelah ibunya menemukan dia dijalanan dan memutuskan untuk mengadopsinya setelah meyakini kalau Alan memang diterlantarkan. Dulu, ibunya tidak seperti sekarang, dia sangat perduli pada Adi juga Alan tapi waktu menunjukkan hal baru yang terpendam dalam hati ibunya.

Selama ini, Adi selalu meyakinkan Alan kalau ibunya hanya ingin memanfaatkan keadaan. Alan terlanjur bergantung padanya. Inilah alasan mengapa Adi tak ingin tinggal bersama ibunya dan memilih serumah dengan Alan. Ibunya telah berubah dan dibutakan oleh uang.

"Sepertinya kamu tahu apa yang terjadi pada kakakku?" pikir Adi menyelidik.

"Tidak juga, tapi sedikitnya aku mengerti apa yang kakakmu alami. Aku masih disini karena menunggu dia kembali." jawab Lila, "Sebelum pergi, aku ingin mengucapkan terima kasih."

"Memang apa yang terjadi tadi malam?" tanya Adi, dia mulai curiga kalau terjadi sesuatu yang salah.

Pintu depan terbuka, Alan masuk tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia melihat Adi dan Lila sekilas, lalu langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.

"Kak, kita perlu bicara!" Adi mencoba mengetuk pintu agar Alan mau keluar tapi yang ada hanya hening. Alan justru tidak menanggapinya, dia lebih memilih merebahkan diri di tempat tidur lalu memejamkan mata walaupun sama sekali tak mengantuk.

Karena tak juga mendapat tanggapan, Adi semakin bersemangat menggedor pintu. Lila yang mengerti segera menghentikan perbuatan Adi. "Hentikan, kakakmu mungkin butuh waktu sendirian saat ini."

Lila menarik napas sejenak lalu mulai melanjutkan ucapannya dengan nada suara yang lebih tinggi, "Kak, terima kasih untuk semua kebaikan kakak. Maaf, aku telah banyak merepotkan kakak selama beberapa waktu belakangan ini. Tapi...berkat ini juga, aku menyadari kesalahanku. Hari ini kuputuskan untuk pulang, dan meminta maaf pada ibuku. Mungkin, suatu hari kita bisa bertemu dilain kesempatan."

Alan mendengar ucapan Lila tapi dia sama sekali tak berniat untuk menghalangi kepergiannya. Itu yang sejak awal dia inginkan setelah gadis itu sadar, tapi saat mengingat perlakuan Lila malam itu. Alan merasa kalau dia justru tidak rela dia pergi saat ini.

Lila pun menyalami Adi sebagai ucapan terima kasih, sambil menggenggamkan sesuatu di tangannya. Kemudian dia berbalik pergi, dan menghilang setelah pintu tertutup.

Adi membuka genggaman tangannya, disana dia mendapati sebuah kancing yang dia kira terlepas dari jaket kakaknya. 'Apa maksud gadis itu?'

***

"Tante jangan khawatir, Lila pasti akan kembali. Aku bahkan sudah melaporkan hal ini ke kantor polisi." ujar Eza meyakinkan.

Ibu Lila hanya terdiam, dia bahkan kesulitan untuk mengulas sedikit senyuman. Dia sangat khawatir, takut kalau putrinya mengalami hal buruk.
Apalagi Lila sudah menghilang sejak lima hari yang lalu dan dia belum juga diketemukan.

"Ibu!" terdengar suara Lila dari arah teras rumah. Seketika, Ibu Lila langsung beranjak dari kursi dan keluar dari dalam rumah.

Ibu Lila yang mendapati Lila telah berada dihadapannya langsung menghambur memeluk putrinya disertai tangisan. "Maafkan ibu, ibu janji tidak akan menekanmu lagi. Ibu janji!"

"Tidak bu, Lila yang minta maaf. Maafkan aku!" tanpa sadar, Lila pun mulai meneteskan airmata. Hingga akhirnya, Eza muncul dari dalam rumah, membuat Lila terdiam. Dia menatap penuh rasa tak suka melihat keberadaan Eza di rumahnya.

=====

Setelah sekian lama gak update akhirnya aku punya sedikit semangat untuk melanjutkan cerita yang mengenaskan ini XD

Sejujurnya aku gak niat untuk melanjutkan nulis, tapi menyelesaikan sesuatu yg sudah dimulai adalah kewajiban. Benar tidak??!

Walaupun, tidak ada yg menunggu atau berniat membacanya, aku tetap harus menyelesaikan ini. Awalnya iseng, tapi tetap harus diselesaikan. Mengenai akhirnya, itu masalah kedua he he he he

Dalam beberapa part kedepan cerita ini akan tamat, kalau tidak ada hambatan kemalasan mungkin minggu depan. #pengingat

Kenyataan Itu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang