Lila 8

69 2 0
                                    

'Tidak, aku tidak akan mau kita berakhir.'

Alan sangat terkejut mendengarnya, begitu pun wanita dihadapannya. Mereka tentu tak percaya Lila bisa berkata seberani itu dalam situasi yang tak baik.

Lila berdiri diantara mereka lalu berkata dengan lantang, "Tante salah. Mulai saat ini, dia tak akan melakukan apa yang tante perintahkan lagi."

Alan langsung berdiri ingin menjelaskan, tapi ucapannya dipotong oleh pelukan mendadak dari Lila. "Kumohon, jangan lakukan ini lagi. Aku sangat terluka melihatnya."

Lila terpaksa berpura-pura, dia berharap Alan tak mendorongnya tiba-tiba. Dia tidak mau menerima rasa malu. Yang dia harapkan saat itu hanyalah seorang penolong datang, dan mengakhiri sandiwaranya.

Alan terpaku, tak jauh berbeda dengan wanita yang berdiri di dekat mereka. Wanita itu mulai marah, dengan kasar dia menarik Lila dan tanpa segan langsung menamparnya keras. Lila tak menyangka akan mendapat tamparan sekeras itu, tapi dengan sekuat hati dia mencoba menahan airmata yang ingin mengalir dengan senyuman sinis penuh ejekan.

"Dasar perempuan tak tahu diri." umpat wanita itu kasar.

"Seharusnya tante melihat diri sendiri, apa pantas tante marah! Tante memanfaatkan rasa hormat seorang anak demi kepentingan diri sendiri. Apa pantas tante disebut sebagai ibu!" ungkap Lila emosi, pipinya terasa panas. Hatinya bahkan lebih panas, tamparan dan umpatan itu mengingatkannya betapa dia begitu terkucil di sekolah. Tetesan air mata pun mulai mengalir tanpa bisa dicegah lagi.

"Aku ibunya, aku berhak melakukan apapun padanya. Sedangkan kamu, siapa kamu! Kamu hanyalah gadis tak tahu diri." wanita itu berkata dengan sangat ringan, tak perduli akan keberadaan Alan yang mendengar semuanya.

Alan kecewa, dia tahu ibunya memanfaatkan dirinya untuk mendapatkan uang. Tapi, tidak bisakah wanita itu menghargainya walaupun sedikit, perkataannya begitu menyakitkan. Jadi apa arti dari semua perhatian wanita itu untuknya, apa semua itu hanyalah sebuah kepura-puraan?

Lila tidak bisa mengatakan apapun, dia tidak bisa membalas kata-kata menyakitkan wanita itu karena mulutnya seakan terkunci rapat. Dia menyesal telah membela Alan, sudah cukup baginya mendapat cacian walaupun hanya satu kali.

Tanpa menatap wajah wanita itu, Alan menarik tangan Lila. Tanpa sadar, dia telah menggenggam tangan Lila erat. Dia butuh orang yang bisa menguatkan hatinya yang sakit, hanya gadis itu yang membela dan memberinya harapan. Setidaknya, ada seseorang yang menguatkan langkahnya agar tetap tegak berdiri.

"Alan! Apa yang kamu lakukan, kembali kemari!" panggilnya. Alan bergeming, dia tetap melanjutkan langkahnya tanpa menoleh sedikit pun. Justru, dia mengeratkan genggaman tangannnya pada Lila. Lila sendiri hanya bisa memandang Alan sekilas, dia mengerti apa yang lelaki itu rasakan.

***

Alan dan Lila akhirnya sampai di depan rumah, "Aku mau pergi, malam ini kamu boleh istirahat di kamarku." ujar Alan datar seakan tak terjadi apapun.

Lila mengerti, dia langsung masuk ke dalam rumah tanpa menoleh lagi. Kejadian hari ini membuatnya sangat lelah, dia sangat ingin beristirahat. Alan hanya menatap punggung Lila yang akhirnya menghilang ditelan pintu.

Setelah masuk rumah Lila langsung merebahkan diri di kursi. Pikirannya tiba-tiba melayang ke ibunya, dia merasa bersalah telah lari dari rumah. Dia sadar, ibunya lebih baik daripada ibu Alan. Yang dia inginkan hanyalah agar putrinya berhasil dan meraih cita-cita yang tinggi. Tidak sama seperti Alan, yang hidup dalam kesulitan setiap harinya. Dia juga tidak menjadikan dirinya sebagai mesin pencari uang, rasa sesal itu semakin lama semakin menyadarkan Lila akan kesalahan yang telah dia perbuat.

Diluar, Alan justru duduk di tangga depan rumah dengan pandangan menerawang. Ingatannya melayang ke tahun-tahun saat dia ditinggalkan oleh orangtuanya di jalanan yang sepi.

"Ibu pergi dulu, kamu diam disini. Ibu ada urusan sebentar." ujar ibunya saat itu.

Namun hingga malam menjelang, ibunya tak kunjung kembali. Alan yang ketakutan mulai menangis memanggil-memanggil ibunya, hingga akhirnya datang seorang wanita yang tengah menggendong putranya, yang bisa diperkirakan masih berumur dua tahun.

"Kenapa kamu menangis, orangtuamu mana?" tanya wanita itu.

Hingga akhirnya dia dibawa oleh wanita itu ke rumahnya yang kecil dan sederhana. Dia merawat Alan dengan baik sama seperti pada putranya sendiri, tentu saja setelah dia tahu kalau Alan tak dicari oleh siapapun. Semua baik-baik saja, hingga wanita itu mulai bergaul dengan wanita kalangan atas yang sering membeli kue padanya untuk acara arisan dua minggu sekali yang mereka adakan.

Kehidupan memang berputar, wanita itu mungkin mulai tergiur dengan uang. Tak disangka, salah satu dari wanita kalangan atas itu tertarik pada Alan saat melihat dirinya mengantarkan kue buatan ibunya.

Mulai saat itulah kehidupan Alan berubah, ibunya memohon agar Alan mengikuti semua keinginannya agar usaha mereka lebih berkembang lagi. Alan setuju, dia rela menemani wanita itu kemanapun. Semua berjalan lebih dari yang seharusnya, ibunya mulai serakah dan Alan tak menyadari kesalahan itu. Tanpa sadar dirinya telah ditawarkan pada wanita lain. Awalnya dia tidak setuju dengan sikap ibunya, tapi hanya dengan nada memelas Alan akhirnya menyerah. Dan hal itu berlangsung sampai saat ini, walaupun belum ada yang berakhir hingga tahap terlarang.

Xxxxxx

Part ini kacau badaiii ....

Kenyataan Itu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang