Lila 5

43 1 0
                                    

"Kupikir kamu tak akan datang hari ini. Bagaimana kabar Adi, apa dia baik-baik saja?" tanya seorang wanita paruh baya yang masih terlihat muda.

Alan hanya menjawab dengan isyarat. Wanita itu mengerti kalau putranya dalam keadaan yang baik. Dia lalu memandang ke arah Alan, seperti seorang ibu yang baik. Tangannya mulai menyentuh puncak kepala Alan dan mengelusnya perlahan. Alan bukanlah anak kecil, tapi dia sangat menyukai diperlakukan seperti itu olehnya, tak perduli akan tatapan oranglain yang mungkin penuh cibiran.

"Aku sangat ingin bertemu dengannya, tapi sudah jelas dia tidak akan mau bertemu denganku. Kamu anak tiriku, tapi justru kamu yang lebih menghormatiku." ungkapnya.

Alan tidak berkata apapun, pandangannya pada wanita itu memang penuh hormat karena wanita itulah yang merawat dan membesarkannya hingga dewasa. Alan berhutang budi padanya, inilah alasan dia rela melakukan apapun demi wanita itu.

"Kali ini siapa yang harus kutemui ibu?" pertanyaan yang begitu sederhana, tapi langsung membuat wajah wanita itu berseri. Dia menepuk pundak Alan halus.

"Dia ingin mengajakmu ke tempatnya. Kali ini dia ingin melakukan sesuatu yang lebih dari biasanya." Alan agak terkejut, tapi dia segera menormalkan ekspresi wajahnya. Dia tidak ingin ibunya kecewa.

"Kamu tidak keberatan, kan!" pertanyaan wanita itu sudah jelas jawabannya, tapi dia tetap menguji Alan.

"Tentu saja tidak, aku akan melakukannya." Alan tidak mungkin menolak, dia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan mengikuti semua keinginan ibu tirinya itu tanpa proses.

"Baguslah, nanti malam akan ibu kirimkan alamatnya." Alan mengangguk, wanita itu pun melenggang pergi setelah memberikan Alan sebuah amplop berwarna putih.

Sedangkan tak jauh darisana, Adi melihat pembicaraan mereka. Dia sangat kesal sampai mencengkeram daun pohon di dekatnya tanpa perduli bentuknya setelah itu.

"Wanita itu benar-benar keterlaluan, dia memanfaatkan kakak." ujarnya dalam hati. Adi segera berbalik menuju rumah, dia butuh seseorang untuk membantunya.

***

Lila baru saja selesai mandi, ternyata membawa handuk dan perlengkapan mandi sangat berguna, setidaknya dia bisa mandi dimanapun tanpa harus membeli terlebih dahulu.

Lila sangat kaget mendapati Adi telah berada tepat di depan pintu layaknya penagih utang. Beruntung, Lila berganti baju di dalam kamar mandi, karena kalau tidak dia akan malu berat.

"Apa yang sedang kamu lakukan disini?" tanya Lila, nada yang dia keluarkan tidak tinggi tapi tatapannya penuh spekulasi.

"Jangan berpikir macam-macam. Aku butuh bantuanmu hari ini." Adi mengatakan tujuannya secara langsung, tak perduli dengan keadaan Lila yang kebingungan dengan kepala yang masih dililit handuk.

"Bantuan! Bantuan apa maksudmu, bukannya tadi kamu tidak senang dengan keberadaanku disini. Tapi kenapa kamu malah meminta bantuanku?" Lila jelas tak mengerti dengan sikap Adi yang begitu membingungkan.

"Aku akan memberikan penawaran menarik untukmu. Jika kamu membantuku, aku akan menerimamu tinggal disini." tawar Adi.

Lila mulai berpikir keras, tawaran Adi memang menggiurkan tapi dia curiga kalau lelaki itu ingin memanfaatkannya. "Sebelum aku setuju, kamu harus memberitahuku bantuan apa yang perlu aku lakukan?"

"Ikuti kakakku malam ini, dan gagalkan acaranya. Apapun yang terjadi kamu harus melakukannya." ujar Adi ringan. Lila terkejut mendengarnya, kenapa dia harus merusak acara Alan, sedang dialah yang telah menolongnya selama ini.

"Kenapa aku harus merusak acaranya, nanti dia bisa marah dan mengusirku. Dia yang pertama kali memberiku kesempatan tinggal disini, aku tidak mungkin melakukan itu." tolak Lila.

"Ini demi kebaikannya, aku tidak bisa menjelaskan panjang lebar padamu, tapi aku berjanji akan membelamu jika kakak berniat mengusirmu."

Berpikir bukanlah keahlian Lila, tapi kali ini dia harus berpikir keras untuk menyetujui sebuah permintaan bantuan dari seseorang. Lila yakin, Adi tidak mungkin menjerumuskan kakaknya. Tapi apa dia bisa merusak acara oranglain, apalagi konsekuensinya adalah diusir.

"Baiklah, malam ini kan! Tapi kamu harus ingat janjimu. Bela aku nanti!" Adi mengangguk menyetujui kesepakatan mereka.

Aku harus tahu acara apa yang Adi maksud, baru aku akan memutuskan apa yang nantinya akan aku lakukan. pikir Lila dalam hati.

Tak lama berselang, Alan kembali. Hal pertama yang dia lihat adalah adik juga gadis yang sempat dia tolong tengah berbicara serius. Dia merasa aneh, tapi dia memilih untuk tidak ikut campur. Ponsel yang bergetar membuatnya memilih memasuki kamar untuk bersiap - siap. Dia yakin, pesan yang dia terima berasal dari ibu tirinya. Lila dan Adi hanya saling pandang lalu mengangguk bersamaan.

***

Eza baru menemui ibu Lila, dia mendapat informasi kalau Lila kabur dari rumah. Seperti dugaannya, Lila memang lari dari rumah. Entah dorongan darimana, dia malah pergi ke jalan yang sama saat dia melihat Lila. Ibu Lila memang tidak mengatakan apapun mengenai alasan Lila pergi, tapi dia tahu kalau dirinya salah satu alasan gadis itu memilih pergi.

Ini bahkan kali pertamanya menyetir sendiri, setelah sekian lama memutuskan untuk tak menyetir lagi karena kecelakaan yang sempat menimpanya beberapa tahun lalu. Jika orangtuanya tahu, mungkin mereka akan langsung memecat supir Eza karena telah melalaikan tugas.

Eza mungkin merasa bersalah, atau dia memang perduli pada Lila. Hanya dirinya sendiri yang mengetahui hal itu. Mereka tidak satu kelas, tapi Eza selalu membuat Lila dalam masalah. Entah kejahilan atau sekedar sindiran, tapi dia sangat suka melakukan hal itu pada Lila.

Setiap hari, yang Eza pikirkan adalah cara menjahili Lila. Dia tak sadar, kalau temannya mulai mengikuti kelakuannya dan menjadikan Lila sebagai sasaran mereka dengan dalih derajat yang tak setara. Eza seperti tak perduli dengan nasib Lila, tapi dia kesal dengan perlakuan teman-temannya itu. Sedangkan Lila sendiri sudah tak mau melihatnya lagi. Bagi Lila, Eza hanyalah seorang penjahat seperti ucapannya beberapa hari yang lalu.

Kenyataan Itu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang