Lila 2

63 2 0
                                    

Lila merogoh saku celananya, uang yang dia punya hanya tinggal lima puluh ribu. Setengahnya sudah dia gunakan untuk membeli makanan ringan, juga air mineral yang sengaja dia simpan dalam tas sebagai persediaan.

Berjalan tanpa arah, menaiki kendaraan umum hingga tujuan akhir dan turun disana. Beberapa kali dia melakukan hal itu, hingga dia sadar uangnya tinggal sepuluh ribu.

Hari mulai gelap, Lila masih belum mendapatkan tempat yang cocok untuk istirahat. Tadi siang saja karena terlalu ngantuk, dia terpaksa tidur di halte sambil duduk dengan muka yang ditutup topi.

Perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki hingga hujan turun menghentikan langkahnya, sekarang memang telah memasuki musim hujan. Tanpa sadar, dia melewati sebuah tempat hiburan malam. Hujan semakin deras, tapi Lila memilih berteduh di tempat lain walaupun agak jauh.

Apa ibu mencariku? Hidup di jalanan ternyata lebih sulit dari yang kubayangkan, dimana aku akan tinggal sekarang? Kenapa aku malah lupa membawa jaket di saat-saat seperti ini? Batin Lila.

Sesekali Lila bersin karena udara malam yang dingin, tanpa jaket dan tubuh yang setengah basah. Sebagian makanan yang tersimpan di tas pun sudah hampir habis.

"Hei, sedang apa kamu disini? Cepat pergi sana!" usir seorang wanita dengan pakaian kurang bahan yang tengah merangkul seorang pria.

"Aku hanya ikut berteduh sebentar. Boleh kan, aku berteduh disini sampai hujan reda?" mohon Lila penuh harap.

"Tidak boleh, berteduh saja di tempat lain. Cepat pergi!" usir wanita itu kasar, dengan sengaja dia menyenggol Lila agar segera pergi.

Lila pergi sambil menggerutu dalam hati, dia benar-benar basah kuyup kali ini. Menggosok badan dengan tangan saja tak cukup untuk menghangatkan tubuhnya. Aku tidak mau mati dalam keadaan seperti ini! batin Lila, dia mulai menangis dalam diam.

"Lila!" seruan seseorang membuat Lila menoleh, dia kaget mendapati 'penjahat' di sekolahnya ternyata berada disana. Tentu saja bersama supir yang selalu mengantarnya kemanapun dia pergi.

"Ah, ternyata benar itu kamu. Dalam keadaan basah kuyup seperti itu kamu mau kemana?" tanya lelaki itu dari dalam mobil.

Lila memilih tak menjawab dan terus berjalan, setengah berlari. Dia tidak mau bertemu apalagi berbicara dengannya. Dia adalah alasan Lila kabur dari rumah, dan tidak ingin sekolah lagi.

Dengan terburu-buru Lila berbelok ke arah gang sempit dan bersembunyi disana. Setelah dirasa aman, Lila akhirnya memutuskan untuk keluar dan melanjutkan perjalanan tanpa arahnya lagi. Namun kepalanya terasa pening, tubuhnya sendiri serasa melayang disertai pandangan yang mulai samar, dan akhirnya gelap.

***

Lila terbangun di atas tempat tidur kecil dengan seorang lelaki yang tengah duduk disisi tempat tidurnya. "Akhirnya sadar juga, aku pikir kamu mati!"

Lila yang kaget, terbangun tiba-tiba. Alhasil kepalanya berdenyut menyakitkan. "Dimana ini?"

"Ini rumahku, tepatnya ini kamarku. Kamu harus tahu, aku tidur di kursi sejak kemarin karena kamu menempati tempat tidurku." gerutu lelaki itu. Lila mendengarkan masih sambil memegang kepalanya yang terasa pening.

"Ah, maaf merepotkan. Terima kasih sudah menolongku." ungkap Lila tulus.

Lelaki itu menepuk pundaknya keras, terasa agak sakit tapi Lila sungkan jika harus berkata jujur pada orang yang dia pikir telah menolongnya. "Bukan masalah, lagian kakakku yang menolongmu. Tapi ingat, besok kamu harus segera pergi dari kamarku, tulang punggungku sakit."

Lila mengangguk ragu sambil setengah tersenyum, "Ya, tentu saja."

Ternyata bukan dia yang menolongku, gumam Lila. Matanya tiba-tiba tertuju pada pakaiannya yang telah berubah, dia sangat terkejut. "Kakakmu yang menolongku, eu ... Maksudku apa dia perempuan ?" ujarnya tak sabar.

"Tentu saja laki-laki. Kami hanya tinggal berdua disini. Memangnya ada apa?" Lila menggeleng, tidak mungkin dia bertanya siapa yang telah menggantikan bajunya.

"Kakakku menemukanmu tergeletak di jalanan, aku sendiri kaget melihat dia menggendong seorang perempuan ke kamarku. Seharusnya kamu berterimakasih padanya, selama ini dia yang merawatmu. Pakaian yang sekarang kamu pakai pun itu milik kakakku, tapi kamu juga tentu harus berterimakasih padaku karena rela tidur di kursi." ujarnya kemudian.

Kontan wajah Lila memucat mendengar penjelasan lelaki disampingnya itu. Apa dia yang menggantikan bajuku! Ah, tidak. Mungkin tetangganya yang menggantikan bajuku. Tenangkan dirimu Lila, tenangkan dirimu!'

"Kamu kenapa?" tanya lelaki itu bingung.

"Ah, aku tidak apa-apa. Sepertinya aku harus mengemasi pakaianku sekarang. Aku tidak mau merepotkanmu juga kakakmu terus-terusan." Lila segera bangun dari tempat tidurnya, tak memperdulikan kepalanya yang masih pusing. "Kalau boleh tahu, mana tasku?"

"Kakakku yang menyimpan. Lebih baik kamu pergi besok saja, hari sudah mulai gelap. Sulit mencari kendaraan dan lagi banyak sekali orang jahat diluar sana." nasehatnya.

Apa yang lelaki itu katakan memang benar, daripada mengambil resiko lebih baik tinggal lagi sehari. Dia sudah terlanjur malu, pura-pura saja tak sadar.

"Namaku Adi, kamu?" Dia mengulurkan tangannya. Lila yang tersadar dari lamunannya, segera menjabat tangan lelaki itu. "Lila."

Tiba-tiba pintu terbuka, sontak keduanya menoleh. Seorang lelaki masuk, dengan ekspresi dingin menghampiri keduanya. Lila terpaku, wajahnya kembali memucat mengingat perkataan Adi tadi.

"Kak, dia sudah sadar." lapor Adi. Dia sudah berdiri berniat pergi, Lila menoleh sekilas berharap Adi tidak keluar dari dalam kamar itu.

"Oh baguslah, jika kamu mau pulang lebih baik besok saja. Apa kepalamu tidak pusing?" tidak seperti ekspresi wajahnya, ternyata lelaki itu cukup ramah. Lila sedikit lega walaupun tidak sepenuhnya.

"Se-sedikit, terima kasih telah menolongku." ungkap Lila tulus.

Lelaki itu hanya menganggapi ucapan terima kasih Lila dengan anggukan, tanpa senyuman atau ekspresi lain. Setelahnya, dia memilih berjalan keluar tanpa menutup pintu diikuti Adi.

"Apa kakak akan pergi dengan wanita itu lagi?" samar terdengar pertanyaan Adi dari luar kamar.

Tidak terdengar jawaban, Lila penasaran jadi dia mendekat kearah pintu. "Sudah cukup. Jika kakak tetap melakukan itu, aku tidak akan mau sekolah lagi." terdengar Adi berseru.

Masih tidak terdengar suara balasan, Lila jadi semakin mendekat kearah pintu. Yang mengagetkan, Adi tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu. Lila yakin, Adi tahu kalau dia tadi tengah menguping. Merasa tidak enak juga malu, membuat Lila memilih diam di dekat pintu, sedangkan Adi duduk di tempat tidur sambil menunduk.

Kenyataan Itu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang