Suasana hening, Lila kebingungan harus melakukan apa. Sesekali matanya tertuju ke arah pintu, dia ingin keluar dari suasana tak mengenakan di ruangan itu tapi dia ragu.
"Sepertinya kali ini aku yang akan tidur di kursi. Kamu tidur disini saja." Lila merasa alasan yang dia kemukakan cukup tepat. Dengan cepat dia membuka pintu, tapi Adi segera menahannya.
"Tidak apa, aku tidak mungkin membiarkan seorang perempuan tidur di kursi, walaupun aku tidak menyukai kebanyakan dari mereka." ujarnya jujur. Adi hendak keluar dari kamar itu, tapi Lila menahan lengannya.
"Maksudmu apa?" tanya Lila bingung.
"Bukan apa-apa, aku akan keluar. Kamu istirahat saja." ungkapnya sambil melepas genggaman tangan Lila.
"Tidak perlu, kamu tidur saja disini. Aku sudah banyak merepotkan, setidaknya aku bisa merasakan sakit punggung sama sepertimu." Lila merasa alasannya yang kedua ini sangat konyol, tapi dia sudah kehilangan ide.
Adi tersenyum simpul, Lila membalasnya dengan senyuman semanis mungkin walaupun karena terpaksa pipinya jadi terasa kram. "Baiklah, aku akan tidur disini. Kamu tidur di kursi, ini bantal dan selimut untukmu."
Setelah menerima bantal dan selimut, pintu ditutup dari dalam. Lila berpaling ke arah kursi panjang berbahan kayu dibelakangnya, belum juga tidur disana dia sudah merasa sakit punggung. Terlebih setelah melihat kursi kayu itu tak memiliki sedikit pun alas empuk diatasnya.
Tidak salah, dia menggerutu padaku saat aku baru sadar. Kursinya saja sudah membuatku ngeri, gumam Lila tanpa sadar.
Dari balik celah pintu, Adi tersenyum penuh arti. Sepertinya dia sengaja mengerjai Lila, karena setelah itu dia segera merebahkan diri di tempat tidur masih sambil tersenyum.
Sudah kesekian kali Lila berguling-guling tidak jelas dan berganti posisi, tapi tidak ada satu pun yang bisa membuatnya nyaman. Badannya terasa sakit semua, untuk sekedar memejamkan mata saja dia tidak bisa, apalagi tidur. Ditambah perutnya mengeluarkan suara aneh minta diisi.
Lila pikir di dapur ada makanan, tapi ternyata yang ada hanya piring kotor yang belum dicuci. Ada kulkas, tapi isinya hanya air putih dan es batu. Apa akan kenyang hanya makan es batu dengan air putih!
Melihat piring kotor yang menumpuk, Lila segera membersihkannya. Hanya ini yang bisa dia lakukan sebagai balas budi, mereka sudah baik mau menampung dan merawatnya selama pingsan.
Setelah ini, kemana aku harus pergi? Ah, perutku mulai sakit lagi! gumam Lila sambil sesekali mengelus perutnya.
"Sedang apa kamu disini?" tanya sebuah suara dari belakangnya. Lila sangat terkejut sampai piring yang tengah dia pegang hampir terjatuh. Dia bahkan tidak sadar akan kedatangan seseorang, karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Aku sedang mencuci piring. Setidaknya sebagai ucapan terima kasih, aku harus melakukan sesuatu. Iya kan!" jawab Lila meyakinkan, apalagi mencuci piring kotor bukanlah hal yang sulit.
"Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri. Istirahat saja, bukannya besok kamu akan pergi darisini!" Lila berpikir lelaki itu tengah mengusirnya dengan kalimat yang halus. Mau apa lagi, memang hal itulah yang harus dia lakukan besok.
"Justru karena itu. Tidak apa-apa kok, apalagi piring kotornya hanya sedikit." ungkap Lila beralasan. Sekilas dia melihat pakaian lelaki itu yang basah, Lila tahu diluar hujan tapi untuk apa keluar malam hari dan kembali di dini hari. Hanya saja, pertanyaan itu dia simpan dalam hati.
"Terserah kamu saja." Lelaki itu berbalik menuju kamar di sebelah Adi, setelah itu menghilang. Lila segera menyelesaikan cuciannya, besok dia tidak boleh terlambat bangun.
Setelah mencuci piring, dia kembali merebahkan diri di kursi. Memang tak terasa nyaman tapi jika dibandingkan dengan tidur di luar tanpa pelidung, situasinya sekarang jauh lebih baik.
Lelaki itu keluar dari dalam kamarnya, bersama tas milik Lila. Dia terlihat bingung melihat Lila tidur di kursi, tapi dia tidak banyak berkomentar selain melirik ke kamar adiknya sekilas. "Ini tasmu," ujarnya sambil menyimpan tas itu di meja.
Lila mengambil tasnya sambil mengulurkan tangan memperkenalkan diri, "Aku Lila. Kakak?"
Lelaki itu terdiam sejenak, "Alan." jawabnya singkat, tanpa membalas uluran tangan Lila.
Perlahan tapi pasti, Lila menurunkan uluran tangannnya. Dia merasa malu, tapi yang dia pikirkan saat itu bukanlah rasa malu melainkan makanan ringan yang kalau tidak salah ingat masih tersisa di tasnya.
Melihat semua makanannya masih utuh, mata Lila langsung berbinar tak perduli dengan keberadaan Alan. Yang terpenting mengisi perut dan tidur, masalah besok biarlah menjadi urusan nanti.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Alan ragu. Melihat Lila makan dengan begitu cepat membuatnya agak khawatir.
Lila yang telah duduk sejak tadi langsung tertawa sambil setengah berbisik, "Aku baik-baik saja, hanya sedikit kelaparan."
Lila penasaran dengan ekspresi Alan, tapi dia tak bisa menebak apapun yang terlihat disana. "Baguslah." Hanya itu yang dia katakan. Baik Lila ataupun Alan tak mengeluarkan suara, terpaksa Lila yang harus bicara lebih dahulu.
"Sebenarnya, aku butuh tempat tinggal. Saat ini aku tengah lari dari rumah. Aku sadar, aku tidak bisa tinggal dijalanan seperti bayanganku saat kuputuskan untuk pergi, apalagi mengingat kejadian yang menimpaku kemarin. Uang di sakuku terakhir kali saja hanya tinggal sepuluh ribu." Merasa keceplosan, Lila memilih segera tidur.
Lila baru ingat mengenai bajunya. Dia bahkan masih memakai pakaian milik Alan, Lila tidak mau Alan membahas pakaian yang dia pakai waktu itu karena di sakunya terdapat sisa uang yang dimaksud. Jika saja sisa uang sepuluh ribu itu tersimpan di tas, dia tak akan merasa semalu ini.
Alan tak berkata apa-apa, itu artinya dia bahkan tak mengingat mengenai pakaian yang Lila gunakan malam kemarin. Justru, ada rasa kasihan dari raut wajahnya, tapi dia seakan ragu untuk menerima Lila di rumah itu. Tak perlu berlama-lama, dia memilih memasuki kamar meninggalkan Lila.
=========
Penampilan kadang menipu, jadi jangan melihat orang hanya melalui penampilannya saja. Begitupun orang yang terlihat baik-baik saja, mungkin sebenarnya tidak seperti yang terlihat. Di wajahnya mungkin terukir senyuman namun dibaliknya terdapat tangisan yang menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenyataan Itu...
Teen FictionLari dari masalah adalah kesalahan. Namun dibalik kesalahan itu, Lila sadar bahwa bukan hanya dirinya yang memiliki kesulitan hidup. Oranglain bahkan memiliki masalah yang lebih sulit, dengan dalih pengorbanan dia rela melakukan hal yang tabu di mat...